Dipilihnya Kiai Ma'ruf Amin, yang notabene adalah ketua Majlis Ulama Indonesia (MUI), mudah ditebak adalah strategi kubu Jokowi dalam menutupi ruang atau sisi lemah sosok Jokowi selama ini. Sepanjang masa pilpres 2014 sampai beberapa tahun pemerintahannya, Jokowi terus saja ditembak dengan isu agama (keislaman). Apalagi ketika beberapa kebijakan pemerintahan sekarang terlihat sering kontraproduktif dengan kepentingan beberapa kelompok muslim. Kiai Ma'ruf diharapkan bisa menutupi kekurangan ini.
Posisi kiai Ma'ruf di kubu Jokowi bisa jadi dapat memastikan mayoritas suara kalangan NU tetap bersama Jokowi. Dipilihnya kiai Ma'ruf juga akan efektif menguatkan posisi pilihan sebagian kelompok muslim terdidik yang ideoliginya sebenarnya kanan, tapi selama ini memilih Jokowi.Â
Selama ini mungkin mereka juga melihat bahwa ada beberapa kebijakan Jokowi yang tak sepenuhnya mereka terima terkait isu keIslaman di Indonesian, termasuk dulu ketika isu penistaan agama yang menjerat Ahok ke penjara. Jokowi sendiri sebenarnya tidak terkait secara langsung, namun persepsi sebagian kalangan terlanjur terbentuk bahwa Jokowi seperti ikut melindungi Ahok. Keberadaan Kiai Ma'ruf bisa menjadi legitimiasi spiritual akan pilihan mereka.
Walau demikian, hemat saya posisi Kiai Ma'ruf tak akan banyak menambah suara baru dari pemilih muslim ideologis lainnya, terutama muslim terdidik di perkotaan.Â
Pamor Kiai Ma'ruf Amin dalam mempengaruhi masa muslim akan bersaing ketat dengan beberapa tokoh muslim lain di GNPF yang lebih terlihat berada di kubu Prabowo. Sebutlah itu Ustadz Abdul Somad, KH Arifin Ilham, Habib Riziek Syihab, Abdullah Gymnastiar, Felix Shaw, Hanan Attaki, dan Yusuf Mansur. Ini belum menyebut tokoh lain yang juga berpengaruh semisal Ipho Santosa, Salim Fillah dan lainnya.Â
Mereka ini tidak hanya diantara tokoh muslim dengan ratusan ribu atau bahkan jutaan pengikut, tetapi juga pemain media sosial aktif yang berpotensi menjadi influencer opini di media sosial. Para tokoh muslim, seperti UAS, barangkali tidak akan langsung menjadi juru kampanye, namun endorsement yang diperlihatkan kelompok GNPF langsung atau tidak telah menjadi referensi tersendiri bagi sebagian pemilih muslim.
Berbeda dengan pilihan Jokowi terhadap Kai Ma'ruf, pilihan Prabowo terhadap Sandiaga Uno sepertinya akan menjadi nilai plus untuk penggaet suara baru bagi Parabowo. Sandi berpeluang lebih besar meraih simpati swing voters dari kalangan menengah terdidik, dan juga dari pemilih milineal.Â
Survey LSI terakhir juga telah mengungkap fakta ini. Bahwa Sandi sebagai sosok pengusaha muda sukses berpotensi membuat kalangan swing voters lebih yakin bahwa pasangan Prabowo lebih mampu untuk perbaikan ekonomi nasional. Sandi dianggap sebagai sosok muda yang menjanjikan dalam membantu Prabowo dalam menyelesaikan masalahan perekonomian  nasional. Rekam jejak Sandi di dunia bisnis sangat meyakinkan. Sandi akan dinilai lebih rasional dalam menjawab tantangan perekonomian nasional, ketimbang kiai Ma'ruf yang lebih terkesan dimainkan untuk menjawab politik identitas.
Tampilan Sandi yang fresh, goodlooking, smart, dan generous berpotensi menggaet suara pemilih milineal lebih banyak, Termasuk tentu suara pemilih emosional, seperti emak-emak Indonesia yang excited sekali jika Sandi turun ke masyarakat. Walaupun kampanye dengan isu fisik seperti tampan atau tidak sebenarnya adalah kampanye tak elok dan tak mendidik, faktanya tetap ada pasar pemilih tertentu yang menjatuhkan pilihan dengan melihat aspek artifisial ini. Karena itulah mengapa caleg dari kalangan artis cukup sering memperoleh suara dan melaju ke parlemen dari pemilu ke pemilu.
Swing Voters dan Pemilih Pemula Sebagai Penentu
Sekali lagi, battle field Jokowi dan Prabowo sesunggunya ada di wilayah memperebutkan suara swing voters dan pemilih pemula. Jumlah swing voters di Indonesia cukup besar.Â