Padamulanya adalah rinduÂ
Kadang aku bingung dengan candunya yang terlaluÂ
Mengekang aku sampai lupa waktu Sekujur tubuhku meriang tak karuanÂ
Air mataku tak habis di perbatasan
Tapi tahukah Engkau Ama ?Â
Setelah aku memilih memeluk luka Setelah kuhabiskan waktu senja bersama doa
Setelah aku bercerita panjang di dalam KapelaÂ
Hatiku kembali terbukaÂ
akan kedatangan rinduÂ
tapi dengan ekspresi yang berbeda
Kali ini biasa-biasa sajaÂ
Merindukanmu adalah hal yang wajar Pelan-pelan menjadi tawarÂ
Dan aku tidak mau lagi menawar
Kita memang pernah bersama Membalut rasa kecewa dengan peluk paling hangatÂ
Kau yang paling tahu bagaimana air mata bekerjaÂ
Meski tak membutuhkan ketukan seperti nada
Ama
Terimabkasih telah menjadi bagian terindah
Yang pernah adameski tidak pernah lamaÂ
Terimakasih telah mengajar bagaimana caranya mencintai dengan Ikhlas tanpa harus saling menguras
Kini aku paham bahwabmencintai yang sesungguhnya bagiku adalah
Melayani Dia yang tak keliatan dengan mataÂ
Tetapi hadirnyamenyejukan jiwaÂ
Tak terhitung berapa detak jantung Juga berapa de tikwaktu
Yang kutahu dia memberi kehangatan tak terhitung
;Dari Gadis Berkerudung Biru Berkalung Salib
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H