Mohon tunggu...
Asri Wijayanti
Asri Wijayanti Mohon Tunggu... Konsultan - Penyintas Autoimun, Konsultan Komunikasi

Perempuan asal Semarang, penyintas autoimun, pernah bekerja lembaga internasional di Indonesia dan Myanmar, di bidang pengurangan risiko bencana. Saat ini bekerja sebagai konsultan komunikasi di sebuah lembaga internasional yang bergerak di bidang kependudukan dan kesehatan reproduksi. Alumni State University of New York di Albany, AS, Departemen Komunikasi. Suka belajar tentang budaya dan sejarah, menjelajah, dan mencicipi makanan tradisional. Berbagi cerita juga di www.asriwijayanti.com.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Ke Mana Mencari Informasi Gempa?

26 September 2015   07:04 Diperbarui: 26 September 2015   20:09 973
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sekedar mengingatkan, kekuatan gempabumi yang populer dinyatakan dalam Skala Richter bukan satu-satunya faktor penentu dirasakan atau tidaknya sebuah gempa. Kedalaman dan jarak pusat gempa juga ikut berperan. Gempa di kedalaman 10 kilometer seperti gempa Yogyakarta tadi malam tergolong sebagai gempa dangkal. Gempa dangkal yang terjadi di daratan biasanya sangat terasa karena kedekatan lokasi pusat gempa dengan permukaan bumi.

Jarak pusat gempa dengan kita juga mempengaruhi dirasakan atau tidaknya gempa tersebut. Dari peta gempa yang diterbitkan oleh BMKG tadi malam, tampak jelas bahwa lokasi gempa berada di darat, yang relatif dekat dengan wilayah pemukiman penduduk. Bayangkan saja getaran yang terjadi ketika Anda sedang memukulkan memasang paku di dinding. Getaran pasti lebih terasa di bagian dinding yang yang terdekat dengan sumber getaran – yaitu titik hantaman palu.

Gempa dangkal yang terjadi di dekat wilayah pemukiman penduduk berpotensi memiliki daya rusak yang kuat. Amplitudo gelombang gempanya dapat merusakkan bangunan yang konstruksinya kurang baik. Getarannya, meski tak sampai merobohkan bangunan, dapat menyebabkan kepanikan dan kecelakaan, apalagi di komunitas yang masih menyimpan trauma dari bencana lama. Oleh karena itu, konstruksi bangunan yang kuat, pengetahuan tentang penanggulangan bencana, kesiapan masyarakat menghindari atau melindungi diri dari bahaya, dan kemampuan masyarakat untuk menyelamatkan diri perlu dibangun agar mereka bisa mengurangi risiko bencana.

*****

*Saya pernah tinggal di Aceh dan merasakan gempa 7,5 SR pada 20 Februari 2008, gempa 7,3 SR pada 11 Januari 2012, dan gempa 8,5 SR pada 11 April 2012.

 

 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun