Tadi malam (25/09/2015), gempa kembali terjadi di Yogyakarta. Beberapa Kompasianer melaporkan bahwa gempa berskala 4,6 SR itu cukup terasa. Tak lama, seorang teman yang tinggal di Yogyakarta curhat. Situs Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) down dan tak bisa diakses, padahal ia sangat ingin mendapatkan informasi tentang kekuatan dan lokasi pusat gempa yang baru saja dirasakannya.
Saya paham perasaan itu. Orang yang pernah merasakan dahsyatnya gempa atau tinggal di daerah rawan gempa, termasuk saya* – selalu merasa ingin mendapatkan informasi tentang kekuatan gempa yang dialami. Selain untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas tentang peristiwa yang baru saja dialami, banyak juga yang ingin memastikan keselamatan kerabat dan orang-orang yang dikenalnya. Mereka tahu, bahwa gempa yang mereka rasakan bisa saja telah menjadi bencana di tempat yang lebih dekat dengan pusat gempa. Masyarakat Sumatera Utara pasti masih ingat bahwa gempa yang mereka rasakan di pagi 26 Desember 2004 ternyata terasa sangat dahsyat di Aceh dan memicu tsunami. Warga di sekitar Jawa Tengah pasti juga masih ingat betapa gempa yang juga mereka rasakan di pagi hari 27 Mei 2006 berdampak sedemikian parah di Yogyakarta dan sebagian Kabupaten Klaten.
Tadi malam mungkin para pencari informasi yang mengetik kata kunci pencarian “gempa terkini” di Google banyak yang kecewa. Hasil pencarian teratas dari kata kunci tersebut adalah tautan menuju halaman informasi Gempabumi Terkini BMKG, yang meski sudah bisa diakses kembali sekitar satu jam kemudian, tetap belum mencantumkan informasi apapun tentang gempa Yogyakarta.
Saat website yang menyediakan informasi resmi down atau tak menyediakan informasi yang dibutuhkan, para pencari informasi gempa tak menyerah begitu saja. Mereka mengalihkan pandang ke media sosial. Ternyata, akun Twitter BMKG (@infoBMKG) yang memiliki 1,96 juta pengikut itu pun tak memuat informasi apapun tentang gempa di Yogyakarta tadi malam. Akhirnya informasi dari Komunitas Pemerhati Seismik (KOSMIK) di akun @infogempaa –lah yang menuai retweet. Hingga saat artikel ini ditulis, sudah ada 1200 retweet untuk informasi gempa Yogyakarta.
Mengapa akun BMKG tak memuat informasi gempa semalam? Lalu, ketika situs BMKG tak dapat diakses, dimanakah kita bisa mendapatkan informasi gempa yang terpercaya?
BMKG: Gempa Terkini dan Gempa Dirasakan
Bila gempa yang Anda rasakan tidak muncul dalam daftar "Gempabumi Terkini" di situs BMKG, biasanya gempa tersebut berkekuatan di bawah 5,0 skala Richter (SR). Halaman Gempabumi Terkini BMKG memang hanya memasang informasi gempabumi yang berkekuatan lebih dari 5,0 SR. Hal yang sama berlaku pada sistem yang menerbitkan informasi di akun Twitter BMKG, sehingga tentu saja gempa Yogyakarta tak tampak di sana tadi malam.
[caption caption="Halaman Gempabumi Terkini BMKG. Sumber: http://www.bmkg.go.id/BMKG_Pusat/Gempabumi_-_Tsunami/Gempabumi/gempabumi_terkini.bmkg"][/caption]
Meski demikian, sebenarnya BMKG tidak alpa memberikan informasi. Cobalah ganti kata kunci pencarian dengan “gempa dirasakan”. Hasil pencarian teratas akan mengarahkan Anda ke daftar "Gempabumi Dirasakan" di situs BMKG. Gempa Yogyakarta tercatat berkekuatan 4.6 SR, pusatnya berada di 7.9 LS 110.52 BT dan berkedalaman 10 kilometer. Ini yang akan Anda lihat di halaman Gempabumi Dirasakan:
[caption caption="Halaman Gempa Dirasakan BMKG. Sumber: http://www.bmkg.go.id/BMKG_Pusat/Gempabumi_-_Tsunami/Gempabumi/Gempabumi_Dirasakan.bmkg"]
Sumber Luar Negeri
USGS
Saat situs BMKG down, pilihan lain untuk mencari informasi gempa adalah situs Badan Survey Geologi Amerika Serikat (United States Geological Survey/ USGS). USGS adalah lembaga pemantauan gempa yang dianggap sangat mumpuni oleh para penggerak penanggulangan bencana. Tak heran bila informas dari USGS juga diintegrasikan dalam sistem pemantauan Bencana DisasterAware yang dikembangkan oleh Pacific Disaster Center. Halaman informasi gempa USGS dapat diakses di sini.
Meski demikian, gempa Yogyakarta semalam pun tak muncul di halaman informasi gempa mereka. Mengapa?
USGS sebenarnya mampu mendeteksi gempa di seluruh dunia dalam waktu kurang dari setengah jam setelah kejadian, namun mereka tidak memprioritaskan laporan tentang gempa-gempa berkekuatan kurang dari 5,0 SR yang terjadi di luar AS, kecuali bila gempa tersebut membawa dampak yang cukup berarti. Alasan USGS mematok angka minimal 5,0 SR untuk pelaporan gempanya adalah, meskipun sebuah gempa berkekuatan di bawah 5.0 SR bisa jadi sangat dirasakan oleh masyarakat, biasanya gempa tersebut jarang menimbulkan kerusakan.
USGS juga menyatakan bahwa mereka lebih fokus pada pemantauan dan penyampaian informasi gempa di wilayah AS dan wilayah di sekitar Alaska, yang berarti juga merambah sebagian wilayah Rusia. Khusus untuk wilayah-wilayah tersebut, gempa di atas 2,0 SR pun dipublikasikan di situs mereka.
Dengan demikian, mirip dengan BMKG: bila gempa yang kita rasakan tak muncul di halaman informasi gempabumi USGS, sangat besar kemungkinannya bahwa gempa itu berkekuatan kurang dari 5,0 SR.
GEOFON – GFZ
GEOFON adalah jaringan pita lebar (broadband) seismologi global yang dioperasikan oleh GeoForschungsZentrum (GFZ), Pusat Riset Ilmu Bumi Jerman. GEOFON dikembangkan sejak tahun 1993 dengan tujuan untuk menjalin kerjasama di bidang penelitian kegempaan serta mitigasi gempabumi dan tsunami melalui penyediaan akses informasi kegempaan lintas-negara. Di situsnya, GEOFON – GFZ menyebutkan bahwa program dan jaringan seismik GEOFON saat ini telah mampu menyediakan data broadband untuk kepentingan ilmiah dan untuk membangun standar yang seragam bagi komunitas kegempabumian dunia. Melalui 80 stasiun pemantauan yang tersebar di lima benua, GEOFON mampu menyajikan data-data kegempaan real-time sekaligus menyediakan data untuk riset-riset gempa global.
Informasi gempabumi GEOFON dikumpulkan dan dipublikasikan secara otomatis dan kemudian direvisi secara manual bila diperlukan. Gempa yang dipublikasikan halaman informasi gempabumi GEOFON adalah gempa berkekuatan 4,0 SR ke atas. Karena itulah, Gempa Yogyakarta tercatat di situsnya.
Untuk diketahui, GFZ sempat cukup lama bekerjasama dengan pemerintah Indonesia dalam pengembangan sistem peringatan dini tsunami di Indonesia, melalui proyek German-Indonesian Tsunami Early Warning System for the Indian Ocean (GITEWS) di tahun 2005 – 2011, yang dilanjutkan dengan fase PROTECTS (Project for Training, Education and Consulting for Tsunami Early Warning Systems) di tahun 2011-2014.
Skala Richter Bukan Satu-Satunya Penentu Dirasakannya Gempa
Sekedar mengingatkan, kekuatan gempabumi yang populer dinyatakan dalam Skala Richter bukan satu-satunya faktor penentu dirasakan atau tidaknya sebuah gempa. Kedalaman dan jarak pusat gempa juga ikut berperan. Gempa di kedalaman 10 kilometer seperti gempa Yogyakarta tadi malam tergolong sebagai gempa dangkal. Gempa dangkal yang terjadi di daratan biasanya sangat terasa karena kedekatan lokasi pusat gempa dengan permukaan bumi.
Jarak pusat gempa dengan kita juga mempengaruhi dirasakan atau tidaknya gempa tersebut. Dari peta gempa yang diterbitkan oleh BMKG tadi malam, tampak jelas bahwa lokasi gempa berada di darat, yang relatif dekat dengan wilayah pemukiman penduduk. Bayangkan saja getaran yang terjadi ketika Anda sedang memukulkan memasang paku di dinding. Getaran pasti lebih terasa di bagian dinding yang yang terdekat dengan sumber getaran – yaitu titik hantaman palu.
Gempa dangkal yang terjadi di dekat wilayah pemukiman penduduk berpotensi memiliki daya rusak yang kuat. Amplitudo gelombang gempanya dapat merusakkan bangunan yang konstruksinya kurang baik. Getarannya, meski tak sampai merobohkan bangunan, dapat menyebabkan kepanikan dan kecelakaan, apalagi di komunitas yang masih menyimpan trauma dari bencana lama. Oleh karena itu, konstruksi bangunan yang kuat, pengetahuan tentang penanggulangan bencana, kesiapan masyarakat menghindari atau melindungi diri dari bahaya, dan kemampuan masyarakat untuk menyelamatkan diri perlu dibangun agar mereka bisa mengurangi risiko bencana.
*****
*Saya pernah tinggal di Aceh dan merasakan gempa 7,5 SR pada 20 Februari 2008, gempa 7,3 SR pada 11 Januari 2012, dan gempa 8,5 SR pada 11 April 2012.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H