Objek Pajak
Objek PBB adalah bumi dan atau bangunan. Bumi adalah perrnukaan bumi (tanah dan perairan) dan tubuh bumi yang ada di pedalaman serta laut wilayah Indonesia.Â
Contoh: sawah, ladang, kebun, tanah, perkarangan, tambang, rawa-rawa, dan lain-lain. Bangunan adalah kontruksi teknik yang ditaman atau diletakan secara tetap pada tanah dan atau perairan.
Pengertian bangunan adalah:
- Jalan lingkungan yang terletak dalam suatu kompleks bangunan seperti hotel, pabrik, dan emplasemennya dan lain-lain yang satu kesatuan dengan kompleks bangunan tersebut.
- Jalan tol.
- Kolam renang.
- Pagar mewah.
- Tempat olah raga.
- Rumah tinggal
- Bangunan usaha
- Gedung bertingkat
- Pusat perbelanjaan
- Galangan kapal
- Dermaga
- Taman mewah;
- Tempat penampungan/kilang minyak, air dan gas
- Pipa minyak
- Menara
- Fasilitas lain yang memberikan manfaat.
Bukan Objek Pajak
Objek pajak yang tidak dikenakan PBB sebagai berikut.
- Tanah atau bangunan yang digunakan oleh Pemerintah Pusat dan Daerah untuk penyelenggaraan pemerintahan
- Tanah atau bangunan yang diperuntukkan kepentingan umum, seperti ibadah, kesehatan, sosial, pendidikan dan kebudayaan nasional yang tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan, seperti mesjid, gereja, dan lain-Jain.
- Tanah atau bangunan yang dipergunakan untuk pemakaman umum peninggalan purbakala, museum, dan sebagainya.
- Tanah yang merupakan bagian dari hutan lindung, suaka alam, taman nasional, dan sebagainya.
- Tanah atau bangunan yang digunakan oleh perwakilan diplomatik atau konsulat. Hal ini dilakukan supaya gedung perwakilan RI di luar negeri juga tidak dikenakan biaya PBB.
- Tanah dan bangunan yang digunakan oleh perwakilan organisasi internasional yang ditentukan oleh Menteri Keuangan.
Dasar Hukum Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) pada dasarnya diatur dalam beberapa Undang-Undang di Indonesia, yaitu:
- Undang-Undang (UU) No.12 Tahun 1994 Tentang Perubahan atas Undang-Undang (UU) No. 12 Tahun 1985 terkait Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang mengatur semua tentang pungutan atas Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
- Undang-Undang (UU) No. 28 Tahun 2009 Tentang Pajak dan Retribusi Daerah yang menjelaskan:
- Bahwa pemerintah kabupaten atau pemerintah kota memiliki wewenang dalam melakukan pemungutan atas Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di sektor pedesaan dan perkotaan (PBB-P2)
- Bahwa pemerintah atau pusat memiliki wewenang terhadap sektor Pertambangan, Perhutanan, dan Perkebunan (PBB-P3)
Dasar Pengenaan atas Pungutan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
Sebagai dasar pengenaan pungutan atas Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dapat disebut Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) dan dihitung berdasarkan harga rata-rata atau harga pasar pada saat melakukan transaksi jual beli. Dasar pengenaan pungutan ini ditetapkan oleh Menteri Keuangan (Menkeu) Cara Menentukan Perhitungan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Terdapat 3 tahap yang dilakukan dalam menghitung Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), yaitu:
- Menetapkan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP), Definisi dari Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) sendiri merupakan besarnya harga atas objek baik bumi maupun bangunan atau dapat dikatakan pula sebagai harga untuk properti tanah dan bangunan. Sebelum menghitung berapa besarnya Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang harus dibayarkan, maka langkah pertama harus mengetahui terlebih dulu harga dari tanah dan bangunan tersebut.
- Menentukan Nilai Jual Kena Pajak (NJKP), Nilai Jual Kena Pajak (NJKP) merupakan suatu dasar dari penghitungan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) sebagai nilai jual objek yang akan dimasukkan ke dalam perhitungan pajak yang terutang. Berikut ini merupakan ketentuan persentase dari Nilai Jual Kena Pajak (NJKP) yang telah ditetapkan pemerintah berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan No.201/KMK.04/2000 Tentang Penyesuaian Besarnya Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak Sebagai Dasar Penghitungan Pajak Bumi dan Bangunan:
- 40% (empat puluh persen) untuk perkebunan
- 40% (empat puluh persen) untuk pertambangan
- 40% (empat puluh persen) untuk kehutanan
Sedangkan bagi objek pajak lainnya seperti pedesaan dan perkotaan dapat dilihat dari Nilai Jual Objek Pajak (NJOP), yaitu: 40% (empat puluh persen) untuk nilai lebih dari Rp 1.000.000.000 (satu miliar rupiah), sedangkan 20% (dua puluh persen) untuk nilai kurang dari Rp 1.000.000.000 (satu miliar rupiah).
Kembali dengan mengacu pada uraian dari Keputusan Menteri Keuangan tersebut, maka untuk menghitung Nilai Jual Kena Pajak (NJKP) adalah dengan mengalikan persentase dari Nilai Jual Kena Pajak (NJKP) tersebut dengan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP)
Rumusnya adalah sebagai berikut:
NJKP = % NJKP X NJOP
Contoh soal 1
Ibu Kinan punya properti rumah seluas 80 meter persegi dengan nilai Rp400.000 per meter. Rumahnya berdiri di atas tanah seluas 100 meter persegi dengan nilai Rp2.000.000 per meter.