Mohon tunggu...
Afin Yulia
Afin Yulia Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Writer, blogger

Gemar membaca, menggambar, dan menulis di kala senggang.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Tak Terlupakan, Sehari Jadi Relawan Mendatangi Sekolah Terpencil di Banyuwangi Selatan (2)

28 Desember 2018   10:51 Diperbarui: 28 Desember 2018   10:59 133
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sun belani, sun depani, sun labuhi

(Akan kubela, kuhadang, (dan) kulabuhi)

 

 

Kami bukan tak pernah mendengar lagu ini. Berulang-ulang "Umbul-Umbul Belambangan" di putar diberbagai acara. Akan tetapi, kami merasa biasa. Tetapi, malam itu ketika anak-anak Kandangan yang notabene terpencil dan jauh dari mana-mana yang mengumandangkannya, suasana jadi berbeda. Tanpa sadar kamu larut dalam haru dan semangat yang dibangun oleh lagu ini. Merasa bangga bisa lahir dan besar di Banyuwangi, tanah indah yang terhampar di taman sari nusantara.

Sumber : Adji Bahlewi
Sumber : Adji Bahlewi
Kejutan muncul di akhir penampilan, sewaktu mereka menyanyikan "Sayang", lagu hits yang dinyanyikan Via Vallen itu. Tak hanya kami, semua penonton ikut bergoyang dan berseru gembira mendengar alunan lagu ini. Bahkan turut pula bernyanyi hingga lagu usai dan penampil yang lain muncul, beratraksi. Sungguh, ini di luar dugaan kami. Kami tak mengira sambutan bagi kami berlangsung semeriah ini.

Ketika kami dengar suara-suara celetukan dari belakang yang berbunyi "Pak, anakmu tampil. Sini!" dengan nada bangga, kami pun demikian. Sedemikian bangga sampai kami hanya bisa bertepuk tangan dan menitikkan air mata haru menyaksikan calon-calon pemimpin masa depan ini di atas panggung seni. 

Pentas malam itu mungkin tak sepadan jika dibandingkan dengan konser penyanyi kenamaan dunia, tapi bagi kami persembahan dari pelosok Kandangan tersebut sangat berharga. Tak ubahnya berlian di kotak harta.

Hari Perpisahan, Hari Kami Melihat Hujan Di Mata Anak-Anak

sumber : dokpri
sumber : dokpri
Minggu pagi-seusai senam pagi serta jelajah alam melintasi kebun coklat dan sungai yang jernih-kami bersiap pulang. Mendung tak nampak di langit kala itu. Akan tetapi, hujan justru muncul di mata anak-anak tepat sesaat setelah kami berpamitan pulang. Mula-mula rintik lalu menderas. Tak terkecuali Rio, bocah kelas enam yang terkenal bengal. 

Dari balik tampilan yang sangar, air mata berjatuhan. Tak mau terlihat orang ia memilih menjauh di sudut pagar, dekat kamar mandi sekolah. Matanya terlihat memerah meski ia mencoba menyembunyikannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun