Mohon tunggu...
Afif Ikhwanul Muslimin
Afif Ikhwanul Muslimin Mohon Tunggu... Dosen - Pengajar Pendidikan Bahasa Inggris UIN Mataram

Minat dalam ELT, Linguistics, Literature, English skills, ESP, EYL, pembelajaran TOEFL dan IELTS, serta pembelajaran berbasis technology.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Covid-19 Tak Ciutkan Pemudik

19 Mei 2020   08:54 Diperbarui: 19 Mei 2020   08:46 105
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Lalu Lalang Pemudik, oleh ayobandung.com

Mudik merupakan salah satu rutinitas masyarakat Indonesia yang selalu mengiringi bulan ramadhan. Banyak orang berduyun-duyun kembali ke desa atau kampung halamannya di kala libur sekolah ataupun cuti bersama. 

Namun, akhir-akhir ini ditengah pandemik covid-19 yang membahayakan kesehatan masyarakat global dengan kasus lebih dari 230.000 jiwa diseluruh dunia, membuat pemerintah Indonesia berfikir ulang mengenai kebijakan mengijinkan warganya ataukah melarang euforia mudik ramadhan 2020. 

Sehingga, presiden Republik Indonesia Bapak Joko Widodo dalam acara Mata Najwa, menyampaikan bahwa pemerintah melarang masyarakat Indonesia mudik demi menghindari terjadinya penularan kepada keluarga di kampung, tapi pemerintah mengijinkan pulang kampung. 

Kedua istilah tersebut yaitu "mudik" dan "pulang kampong" ternyata menggairahkan pemikiran kritis masyarakat Indonesia dan banyak pula yang penasaran apa beda keduanya.

Mudik VS Pulang Kampung

Ada beberapa informasi mengenai pembeda antara kata mudik dan pulang kampong. Menurut Presiden RI Bapak Joko Widodo di Mata Najwa pada 22 April 2020, beliau menyampaikan mudik adalah kegiatan pulang ke kampong untuk sementara karena ingin silaturahim di akhir bulan rumadhan untuk merayakan Idul Fitri bersama keluarga. 

Sedangkan pulang kampung adalah bagi mereka yang tak lagi mempunyai pekerjaan di kota dan harus pulang ke kampung halaman untuk melanjutkan hidup bersama anak istri. 

Hal senada juga diungkapkan oleh Budi Rajab yang menyatakan bahwa mudik adalah ritual di bulan ramadhan atau hari raya lainnya bagi penganut agama lain. 

Sedangkan pulang kampong adalah aktivitas kembali ke kampung yang biasa dilakukan kapan saja. Jika dilihat dari pengertian kedua kata tersebut berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia online (kbbi.web.id/mudik), ternyata, ada sedikit perbedaan diantaranya yaitu mengenai eksistensi pekerjaan yang melekat pada pelaku mudik atau pulang kampung. 

Mudik berarti "1 (berlayar, pergi) ke udik (hulu sungai, pedalaman): dari Palembang -- sampai ke Sakayu; 2 cak pulang ke kampung halaman: seminggu menjelang Lebaran sudah banyak orang yang --;". 

Sedangkan pulang kampong berarti "kembali ke kampung halaman; mudik: dia -- kampung setelah tidak lagi bekerja di kota". Ketika dihubungkan dengan bahasa Jawa, menurut orang jawa seperti yang disebutkan dalam Radarkudus dan Surabaya GN27.com, mudik berarti "Mulih dilik" atau "Mulih Disik" yang berarti pulang sebentar. Jika dilihat dari morfologi bahasa betawi, menurut Somantri (2001) kata "mudik" berasal dari kata "Udik" yang bermakna kampung. 

Melihat dari beberapa definisi mudik dan pulang kampung diatas, biasa diketahui ternyata meski mirip keduanya memiliki nilai distinction dalam semantiknya. 

Profesor Katubi, Ahli bahasa dan Budaya di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), menyampaikan bahwa bahasa-bahasa di dunia ini tidak ada yang memiliki dua kata dengan sinonim mutlak. 

Jadi, bilamana merujuk pada aspek keseimbangan sosial dimana akan berdampak buruk bilamana di tengah pandemic covid-19 masyarakat Indonesia yang telah menjadi korban PHK diijinkan pulang kampung tetapi tetap mengikuti protocol kesehatan sesuai anjuran pemerintah, dan melarang mudik bagi selain mereka. 

Meskipun pada kenyataanya, entah apa yang sudah merasuki masyarakat Indonesia, berbagai daya upaya tetap dilakukan bahkan hingga berniat mengelabuhi pihak berwajib yang menyekat perbatasan antar kota dan provinsi, hanya untuk tetap mudik dan berkumpul dengan keluarga di hari raya Idul Fitri.

Mudik sebagai Basic Need Masyarakat Indonesia

Banyak sekali alasan masyarakat Indonesia tetap ngeyel untuk bermudik ria ke kampung halaman. Hal ini biasa disebabkan karena ada beberapa aspek yang melatar belakangi dan semakin mengeraskan niat mereka melakukanya. Aspek pertama yang melatarbelakangi adalah aspek spiritual. 

Sudah menjadi pemahaman umum bahwa Ramadhan adalah bulan suci bagi umat Islam, dan ada bulan suci lain bagi umat beragama lainya yang harus diisi dengan ibadah khusyuk untuk mendapatkan ridho Ilahi Rabbi. 

Namun bagi banyak orang, bulan suci tersebut tidak akan sempurna jika tidak diakhiri dengan saling bersalaman dan bermaaf-maafan secara langsung dengan sanak saudara dan handai taulan. 

Ditambah lagi, bagi banyak orang, Idul Fitri atau hari besar umat beragama lain adalah saat wajib mendoakan leluhur yang sudah wafat dengan berziarah ke makam di kampung halaman. Ada yang berkata, jika tidak bersalam-salaman dan berziarah, maka Idul Fitri tidak sempurna.

Aspek kultural menjadi aspek kedua yang mendorong masyarakat Indonesia untuk mudik. Ada peribahasa Jawa "mangan ga mangan sing penting kumpul" yang artinya makan ataupun tidak, sebagai keluarga tetap wajib kumpul. 

Hal ini menunjukan budaya Jawa sebagai mayoritas penduduk Indonesia ternyata mempersuasif bahwa anak harus tetap pulang kumpul bersama keluarga. Umar Kayam (2002) menyatakan bahwa petani jaman dulu memiliki budaya pulang kampung ke tanah kelahirannya untuk mendoakan leluhurnya atau berziarah. 

Tidak hanya itu, di era kerajaan Majapahit, menurut Lilik Aji Sampurno (Kompas.com, 6/5/2018), ada kebiasaan para pejabat di daerah kekuasaan diluar keraton yang kembali ke keraton untuk menghadap raja secara bersama-sama.     

Aspek ketiga adalah psikologis pelaku mudik. Banyak orang merasa stress setelah berbulan-bulan bekerja dengan hiruk pikuknya kota dan kebisingan macet. 

Sehingga di kala libur panjang sudah di depan mata, keinginan untuk relieving stress muncul dan menjadi kebutuhan. Tidak hanya itu, terkadang romantisme masa kecil yang dipenuhi dengan memori lucu dan kesenangan bersama keluarga dan teman sekampung, berkunjung ketempat-tempat kelahiran, menjadi dambaan sebagai obat pelega dan penenang pikiran yang sudah penat, serta pemurni mental yang sudah kusut.

Selanjutnya, tak jarang banyak orang pergi mengadu nasib ke kota besar atau pusat industri untuk memperbaiki situasi sosialnya. Mereka yang berasal dari strata sosial rendah dan memiliki nyali kuat, tentunya berani mengambil langkah tersebut. 

Sehingga, ketika mereka sudah sukses dengan karir dan kehidupan sosialnya di kota, mentalitas ingin dipandang lebih baik secara strata sosial di lingkungan keluarga besar dan lingkungan kampung halaman muncul dan menjadi kebutuhan. 

Beberapa juga memiliki harapan, dengan kesuksesan di mata sosial secara pribadi akan membawa dampak naiknya strata sosial suluruh anggota keluarga besarnya. Dalam hal ini, aspek sosial sebagai aspek keempat sangat menggelitik seseorang untuk tetap ngotot mudik.

Aspek terakhir yang bisa jadi pemicu masyarakat Indonesia tetap ngotot adalah adanya keinginan menemukan peluang ekonomi di kampung halaman. Notabenenya, barang-barang komoditi ekonomi di desa memiliki harga lebih murah. 

Hal ini menimbulkan pemikiran "shooting two birds with one stone" atau "sekali dayung, dua, tiga pulau terlampaui". Mereka berfikir dengan mudik, bisa sambil berbelanja membeli semua barang murah di kota dan meraup keuntungan dengan menjualnya di kampong halaman atau sebaliknya. 

Bagi mereka penggiat bisnis online, selama perjalanan mudik bisa menjadi sumber pengumpulan konten, bahan mencari referensi bisnis, atau bahkan menambah relasi bisnis.

Dari berbagai aspek tersebut diatas, bisa jadi tidak semua aspek muncul dalam pemikiran mereka yang ngotot mudik dan ngeyel dengan larangan mudik. 

Namun, entah kesemua aspek tersebut bisa dibenarkan ataukah tidak sebagai alasan, masyarakat Indonesia haruslah cerdas dan bijaksana mengambil keputusan mudik ditengah pandemic Covid-19 ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun