Mohon tunggu...
Afif Cahyono
Afif Cahyono Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Membaca

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Tren Busana

2 Juli 2024   19:24 Diperbarui: 2 Juli 2024   19:30 85
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

PROBLEMATIKA BUSANA YANG HANYA MENJADI TREND.

 

ABSTRACK

Busana merupakan sesuatu yang digunakan untuk menutupi tubuh agar terjaga dari teriknya matahari dan dinginnya angin. Dalam perspektif islam, mengenakan busana juga termasuk kewajiban, baik laki-laki maupun Wanita. Tentunya juga harus sesuai dengan aturan syari'at islam. Syari'at islam mewajibkan seseorang memakai busana yang menutupi aurat dan sopan. Sebagaimana pendapat jumhur ulama, bahwa hukum menutup aurat adalah wajib. Sebagian ulama berpendapat bahwa aurat laki-laki ketika dalam keadaan sholat adalah antara pusar dan lutut. Sedangkan ketika di luar sholat adalah seluruh badan (ketika bersama dengan wanita yang bukan mahrom), qubul dan dubur (ketika sendirian). Adapun aurat wanita ketika dalam keadaan sholat adalah seluruh badan kecuali wajah dan telapak tangan, ketika di luar sholat adalah seluruh badan (Baijuri, 1428-2007).

Alasan mendasar penulis menulis artikel ini adalah melihat maraknya para kaum wanita era sekarang yang menjadikan busana hanya sebagai model atau trend saja, tanpa memandang batasan-batasan tubuh bagian mana yang harus di tutup. Hal itu disebabkan karena minimnya wawasan kaum wanita era sekarang terhadap cara berbusana dalam perspektif islam. Adanya artikel ini diharapkan akan memberikan wawasan tentang kewajiban berbusana, menutup aurat dan batasan-batasan aurat dalam perspektif islam. Sehingga para kaum wanita dapat mengaplikasikan dalam berbusana yang sesuai dengan ketentuan syariat islam.

Pendahuluan

Budaya manusia tidak selalu sama antara satu tempat dengan tempat lainnya, bahkan kebudayaan itu senantiasa berubah dari generasi ke generasi secara turun temurun. Kalau ajaran Islam benar-benar diyakini keuniversalannya, tentu keberlakuannya tidak terikat oleh tempat dan waktu tertentu dari generasi ke generasi. Hanya saja, Nabi Muhammad saw yang diutus untuk membawa ajaran Islam itu harus dilihat posisinya yang multidimensi. Dalam kehidupan muamalah (bersosial) sehari-hari, aspek perbedaan yang paling menonjol dari sejumlah budaya dan tradisi masyarakat yang bersifat simbolis antara lain adalah busana. Syariat Islam mewajibkan kaum muslimin memakai busana yang menutup aurat dan sopan, baik laki-laki maupun wanita. Aurat laki-laki cukup sederhana, berdasarkan ijma ulama, auratnya sebatas antara lutut dan di atas pusar (bayna al-surrat wa al-ruqbatayn). Sedang aurat wanita adalah segenap tubuhnya kecuali muka, telapak tangan dan telapak kakinya. Bahkan ada pendapat yang mengatakan bahwa seluruh tubuh wanita tanpa kecuali adalah aurat (Shihab, 2010).

Walaupun demikian, di kalangan ulama masih berbeda- beda dalam menginterpretasikan budaya berbusana secara Islami. khususnya kaidah-kaidah tentang batasan aurat itu sendiri. Berdasar pada latar belakang, sebagaimana yang telah diuraikan di atas, maka sangat menarik apabila persoalan budaya berbusana khususnya busana wanita tersebut dikaji lebih dalam makalah ini, meliputi: Bagaimana pengertian umum tentang aurat dan busana? Bagaimana pandangan ulama klasik tentang aurat dan busana?

 

Pembahasan

Aurat secara bahasa berasal dari kata yang mempunyai arti (cela), sedangkan sendiri mempunyai arti (kemaluan). Melalui kata ini, dapat disimpulkan bahwa aurat adalah sesuatu yang oleh seseorang jika menampakkan sesuatu tersebut akan merasa malu dan rendah jika sesuatu tersebut di lihat oleh orang lain. Terbukanya aurat juga membuat martabat seseorang menjadi turun dimata masyarakat umum. Secara maknawi, kata aurat adalah yang berarti segala sesuatu yang dapat menjadikan seseorang malu atau mendapatkan aib (cacat), entah perkataan, sikap, ataupun tindakan. Aurat sebagai bentuk dari suatu kekurangan, maka sudah seharusnya ditutupi dan tidak untuk dibuka atau dipertontonkan di muka umum.

Islam mengajarkan bahwa pakaian adalah penutup aurat, bukan sekedar perhiasan. Namun, Islam mewajibkan setiap wanita dan laki-laki untuk menutupi anggota tubuhnya yang menarik perhatian lawan jenisnya. Bertelanjang adalah suatu perbuatan yang tidak beradab dan tidak senonoh. Langkah pertama yang diambil Islam dalam usaha mengokohkan bangunan masyarakatnya, adalah melarang bertelanjang dan menentukan aurat laki-laki dan wanita. Inilah mengapa fiqh mengartikan bahwa aurat adalah bagian tubuh seseorang yang wajib ditutup atau dilindungi dari pandangan (Ali, 2002) .

Menurut syariat Islam, menutup aurat hukumnya wajib bagi setiap orang mukmin, baik laki-laki maupun Wanita terutama yang telah mukallaf (dewasa). Dilarang memperlihatkan auratnya kepada orang lain dengan sengaja tanpa adanya alasan yang dibenarkan syariat. Syariat Islam pada dasarnya memerintahkan kepada setiap mukmin, khususnya yang sudah memiliki nafsu birahi untuk tidak memperlihatkan auratnya kepada orang lain terutama yang berlawanan jenis. Adapun dalil yang menjadi landasan wajibnya menutup aurat antara lain ialah firman Allah swt:

--

Terjemahnya : Wahai Nabi, Katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak wanitamu dan isteri-isteri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka". yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.(QS. Al Ahzab: 59) (RI, 1987).

Para ulama fiqh berbeda pendapat dalam menentukan batas-batas aurat itu sendiri, baik aurat laki-laki maupun wanita. Akan tetapi, di dalam kitab al-Fiqh al Islami wa Adillatuhu karya Dr. Wahbah al Zuhaily, bahwa persoalan aurat disimpulkan sebagai berikut: "Ulama sepakat menyatakan bahwa kemaluan dan dubur adalah aurat, sedang pusar laki-laki bukan aurat. Aurat laki-laki adalah antara pusar dan lututnya, sedangkan aurat wanita dalam shalat adalah selain wajah dan kedua telapak tangannya (ditambah kedua kakinya dalam Mazhab Hanafi) (Al-Zuhaily). Aurat wanita muslimah di hadapan kerabat yang mahram dan wanita muslimah adalah antara pusar dan lututnya, Ini menurut mazhab Syafi'I dan Hanafi. Menurut mazhab Malik adalah seluruh badannya selain wajah, kepala, leher, dan kedua tangan serta kakinya. Menurut pandangan mazhab Hanbali, seluruh badannya kecuali wajah, leher, kepala, kedua tangan dan kaki seta betis. Adapun aurat wanita terhadap laki-laki yang bukan mahramnya, menurut para ulama adalah seluruh badannya, termasuk wajah dan telapak tangannya. Banyak juga ulama yang memperlonggar, sehingga berpendapat bahwa wajah dan kedua telapak tangan bukanlah termasuk aurat. Adapun auratnya terhadap mahramnya (kecuali suami) maka seluruh badannya kecuali wajah, leher, kedua tangan, lutut, dan kaki.

Masalah aurat sangat erat dengan soal pakaian, karena aurat wajib ditutup dan alat penutupnya adalah pakaian. Pakaian setiap muslim adalah harus menutup batas-batas aurat seperti yang dikemukakan di atas. Namun, karena para ulama' berbeda pendapat mengenai batas-batas aurat terutama aurat bagi wanita, maka perbedaan pendapatpun muncul pula dalam masalah pakaian kaum wanita. Sebagian mengharuskan menutup seluruh anggota badan selain mata. Sedangkan sebagian yang lain menambahkan selain muka, yaitu kedua telapak tangan dan kaki.

Al-Syaikh Muhammad Ibnu Muhammad Ali menyimpulkan bahwa seorang wanita yang akan keluar dari rumahnya dan berinteraksi dengan laki-laki bukan mahram, maka ia harus memperhatikan sopan santun dan tata cara busana yang dikenakan haruslah memenuhi beberapa syarat :

a. Meliputi seluruh badan kecuali yang diperbolehkan yaitu wajah dan kedua telapak tangan

b. Bukan berfungsi sebagai perhiasan

c. Tebal tidak tipis

d. Longgar tidak ketat

e. Tidak diberi parfum atau minyak wangi

f. Tidak menyerupai pakaian laki-laki

g. Tidak menyerupai pakaian wanita kafir

h. Bukanlah pakaian untuk mencari popularitas.

Belakangan ini, banyak sekali problem-problem busana Wanita mulai jilbab, gamis dan celana yang hanya digunakan sebagai trend atau gaya semata, tanpa mempertimbangkan nilai Islami didalamnya. Sehingga banyak para Wanita tidak menyadari bahwa mereka mempertontonkan auratnya di hadapan orang lain yang bukan mahromnya. Semoga dengan adanya artikel ini bisa mengetuk hati para kaum wanita agar menggunakan busana yang mengikuti trend,  namun juga sesuai dengan syariat islam. Demikianlah, pemaparan tentang busana dan aurat di dalam islam dan perbedaan pendapat para ulama-ulama terdahulu tentang Batasan-batasan aurat dalam perspektif islam. Terkait dengan artikel ini, penulis berharap kepada pembaca untuk mengaplikasikannya tentang berbusana yang sesuai dengan ketentuan ajaran islam. Penulis juga berharap kepada pembaca khususnya kaum wanita agar lebih berhati-hati dalam berbusana.

Kesimpulan

  • Aurat adalah segala sesuatu yang dapat menjadikan seseorang malu atau mendapatkan aib (cacat) apabila bila orang tersebut menampakkannya kepada orang lain dan aurat sebagai bentuk dari suatu kekurangan, maka sudah seharusnya ditutupi dan tidak untuk dibuka atau dipertontonkan di muka umum.
  • Jumhur Ulama berpendapat bahwa hukum menutup aurat adalah wajib. Namun mereka berbeda pendapat tentang batasan aurat. Sebagian ulama berpendapat, bahwa aurat laki-laki ketika dalam keadaan sholat adalah antar pusar dan lutut. Sedangkan Ketika di luar sholat adalah seluruh badan (ketika bersama dengan Wanita yang bukan mahrom), qubul dan dubur (Ketika sendirian). Adapun aurat Wanita Ketika dalam keadaan sholat adalah seluruh badan kecuali wajah dan telapak tangan, sedangkan Ketika di luar sholat adalah seluruh badan.
  • Penulis berharap agar para pembaca (khususnya kaum wanita) untuk menggunakan busana sesuai trend, namun juga sesuai dengan syariat islam.

                                                             Daftar Pustaka         

Ali, M. I. (2002). Hijab Risalah Tentang Aurat. yogyakarta: Pustaka Sufi.

Al-Zuhaily, D. (n.d.). Al-Fiqh Al-Islami Wa Adillatuhu.

Baijuri, A.-S. (1428-2007). Hasiyah al-Syaikh Ibrahim Al Baijuri. Arab: DAR AL-KUTUB AL-ISLAMIYAH.

RI, D. A. (1987). Al-Qur'an dan Terjemahnya, hal.655. Bandung: Syaamil Cipta Media.

Shihab, M. (2010). Jilbab-Pakaian Wanita Muslimah. Indonesia: Muthmainnah Baso.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun