Alei pun akhirnya menyesal. Hal itupun juga dialami oleh kedua orang tuanya. Seharusnya negara X bisa membuka lapangan kerja seluas-luasnya di bidang pegawai negara malah terjadi krisis besar di dunia.
Alei : "Andai saja kemarin saya melamar jadi pegawai bank maka tidak akan terjadi seperti ini. Seluruh pegawai magang di pendidikan saja dirumahkan, nanti saya harus bekerja apa. Gengsi tidak akan membuat saya sejahtera secara keuangan bapak ibu."
Ayah Alei : "Yasudah kamu ngelamar pekerjaan terserah kamu saja. Kami mendoakan biar kamu bisa cepat bekerja. Apalagi sekarang bahan makanan pokok juga semakin mahal. Kita butuh segera kamu bisa bekerja. Apapun itu pekerjaannya."
Ibu Alei : "Maafkan kami nak, kami tak bisa berbuat banyak. Bapakmu juga dulu hanya karyawan perusahaan biasa. Tidak bisa mencarikan kamu pekerjaan. Ibu juga hanya ibu rumah tangga. Kamu juga masih memiliki tanggungan adik perempuannya yang masih di sekolah menengah. Semoga kamu cepat dapat kerja nak."
Alei pun memutuskan untuk melamar seluruh pekerjaan yang ada di negara X, meskipun itupun terkadang hanya perlu lulusan sekolah menengah saja. Sudah 10 lebih lamaran yang ia kirimkan di berbagai perusahaan di kotanya, namun tak satupun dipanggil. Alei pun lanjut mengirimkan lamaran ke berbagai kota di negara bagian lain Negara X yang berbentuk republik federal. Â Enam bulan pun berlalu, tak satupun pekerjaan yang ia lamar membuahkan hasil. Sering Alei tidak diterima karena terkendala umur, dikarenakan umurnya sekarang yang sudah mencapai 28 tahun. Selain itu dikarenakan dia tidak memiliki kompetensi yang cukup di bidang pekerjaan yang ia lamar.Â
Alei pun sedikit putus asa. Dia harus menjadi tulang punggung keluarga sekarang semenjak ayahnya pensiun 2 tahun yang lalu. Dia pun juga harus mencari uang demi menyekolahkan adik perempuannya, Natha. Dia pun memutuskan untuk mencari pekerjaan di negara lain dimana ia sudah tidak banyak harapan di negara X. Dia pun memutuskan untuk belajar ilmu teknologi informasi yang ia dapatkan di laman gratis di internet. Ia menekuni bidang tersebut, tak lama ia mendapatkan sebuah undangan untuk tes sertifikat kompetensi programming di negara Y, yang cukup dekat dengan tempat tinggalnya walaupun sudah berbeda negara. Ia pun meminta izin kepada kedua orangtuanya untuk berangkat kesitu.
Alei : "Bapak ibu Alei izin untuk ke negara Y, dimana bila Tuhan mengizinkan, Â saya akan dapat pekerjaan disana. Di Negara X mungkin bukan rezeki saya, saya mencoba untuk menjemput pekerjaan yang mungkin ditakdirkan di saya."
Ayah Alei : "Yasudah nak, kami izinkan kamu pergi ke negara Y. Bekerja yang baik disana. Apalagi sekarang kamu jadi tulang punggung keluarga. Bapak sudah tidak punya penghasilan lagi, dimana kamu yang sekarang yang harus cari uang. Kami mendoakan yang terbaik untukmu nak."
Ibu Alei : "Ibu juga mendoakan yang terbaik untukmu nak. Apalagi sekarang Natha, adikmu, juga ingin bersekolah di kedokteran. Kami sudah tidak punya banyak uang untuk membiayainya. Harapannya kalau tidak Natha mencari beasiswa ya kamu yang harus menyekolahkan Natha."
Alei : "Baiklah, saya pamit bapak ibu. Semoga bapak ibu sehat selalu. Doakan yang terbaik untuk Alei."
Akhirnya Alei sampai ke Negara Y, dimana ia diundang untuk melakukan sertifikat kompetensi. Setelah diumumkan lulus, salah satu pimpinan dari perusahaan dimana ia menjalani ujian sertifikat kompetensi memberikan ia penawaran magang di departemen rekayasa perangkat lunak di perusahaan tersebut. Alei pun akhirnya senang dan bersyukur, ia mendapatkan pekerjaannya lagi setelah di negara X terjadi krisis besar dimana banyak lulusan baru yang tidak mendapatkan pekerjaan yang layak.Â