Mohon tunggu...
Muhammad Afif Al Ghifary
Muhammad Afif Al Ghifary Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa aktif Ins titut Agama Islam Tazkia

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Model Bisnis Peer to Peer Lending Beserta Aspek Syariahnya

2 Januari 2024   20:59 Diperbarui: 2 Januari 2024   21:04 133
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Sejarah

Perkembangan Pemanfaatan teknologi jaringan komunikasi seperti smartphone mendorong bisnis perdagangan elektronik (e-commerce) dan financial technology (Fintech) yang meluas. Ini menyebabkan inovasi dan keterlibatan pihak baru dalam pemrosesan transaksi pembayaran, seperti Penyelenggara Payment Gateway, Penyelenggara Dompet Elektronik, dan Penyelenggara Penunjang. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mendefinisikan Fintech sebagai Inovasi Keuangan Digital yang memperbarui proses bisnis, model bisnis, dan instrumen keuangan di sektor jasa keuangan dengan melibatkan ekosistem digital. Salah satu jenis jasa keuangan teknologi informasi yang populer saat ini adalah Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi atau fintech Peer to Peer Lending.

Sejarah P2P di sektor keuangan berawal dari peluncuran dua perusahaan, Zopa yang berbasis di Inggris pada tahun 2005 dan Prosper yang berbasis di AS pada tahun 2006. Hingga saat ini, Prosper mengklaim memiliki lebih dari 2 juta anggota dan total pinjaman sebesar $6 miliar (Prosper, 2016). Zopa melaporkan bahwa mereka telah mendukung pinjaman P2P sebesar 1,4 miliar dan saat ini memiliki sekitar 53. Bertahun-tahun sejak Zopa dan Prosper pertama kali diluncurkan, sejumlah perusahaan lain telah berhasil meluncurkan pasarnya sendiri. Misalnya, di Inggris saat ini terdapat delapan anggota Asosiasi Keuangan Peer to Peer.

P2P lending pertama kali muncul di Indonesia pada tahun 2015-2016. Pada awalnya, P2P lending di Indonesia masih belum banyak dikenal oleh masyarakat. Namun, seiring dengan perkembangan teknologi dan peningkatan penetrasi internet di Indonesia, P2P lending mulai berkembang pesat. Pada tahun 2016, Asosiasi Fintech Indonesia (AFI) didirikan untuk menaungi perusahaan-perusahaan P2P lending di Indonesia. AFI berperan penting dalam mengatur dan mengawasi perkembangan P2P lending di Indonesia. Pada tahun 2018, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengeluarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi. Peraturan ini mengatur tata cara penyelenggaraan layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi, termasuk P2P lending. Pada tahun 2022, OJK mencatat ada sebanyak 102 perusahaan P2P lending yang telah terdaftar dan berizin di OJK. Jumlah ini meningkat signifikan dibandingkan tahun sebelumnya yang hanya mencapai 65 perusahaan.

Pengertian

Peer to Peer Lending (P2PL) adalah salah satu dari inovasi startup yang menyediakan platform pinjaman secara online. Urusan permodalan yang sering dianggap bagian paling vital untuk membuka usaha, melahirkan ide banyak pihak untuk mendirikan startup jenis ini. Peer to peer lending juga menjadi sebuah pendorong utama terhadap alternatif investasi di Indonesia. Peer-to-Peer (P2P) lending syariah adalah bentuk keuangan yang memungkinkan pemberi pinjaman dan peminjam untuk terhubung langsung satu sama lain tanpa melibatkan lembaga keuangan konvensional. Model ini dijalankan sesuai dengan prinsip-prinsip syariah dalam keuangan Islam, yang mencakup larangan terhadap bunga (riba) dan mendorong prinsip-prinsip keadilan, kebersamaan dalam keuntungan dan kerugian, serta investasi etis. Fintech peer to peer lending syariah di Indonesia mulai berkembang pada tahun 2017, pada tahun tersebut terdapat 3 perusahaan fintech peer to peer lending syariah yang telah diberikan izin oleh OJK untuk menjalankan usahanya, yakni PT. Dana Syariah Indonesia, PT. Investree Radhika Jaya, dan Ammana Fintech Syariah. Ketiga Perusahaan tersebut bergerak dalam hal pendanaan atau permodalan suatu bisnis.

Perbedaan Antara Syariah dan Konvensional

Berikut adalah perbedaan antara Peer to Peer (P2P) lending konvensional dan syariah.

No

Indikator

Fintech Konvensional

Fintech Syariah

1

Suku Bunga

Peminjam melakukan berkewajiban pengembalian pinjaman serta bunganya sebagai nilai untung terhadap perusahaan fintech.

Peminjam tidak dikenakan bunga karena bunga mengandung unsur riba.

2

Produk Pembiayaan

Tidak adanya pembiayaan untuk pendidikan, haji dan umroh.

Adanya pembiayaan untuk pendidikan, haji, umroh dan lain-lain yang tidak ada pada fintech konvensional.

3

Regulasi

Peraturan BI No 19/12/PBI/2017, Peraturan 77/POJK.01/2016

Peraturan BI No 19/12/PBI/2017, Peraturan OJK No.77/POJK.01/2016, Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI 117/DSN-MUI/II/2018

4

Pengawasan

BI/OJK

BI/OJK, Dewan Pengawas Syariah

5

Mekanisme

Pengelolaan dan penyaluran dana dengan prinsip konvensional dengan adanya bunga pada saat pengembalian dana.

Pengelolaan dan penyaluran dana dengan prinsip syariah, adanya akad yang lebih jelas.

Pihak yang Terlibat

          Ada beberapa pihak yang terkait dalam melakukan transaksi di dalam P2P lending ini. Diantaranya yang pertama yaitu, berdasarkan Pasal 1 butir 6 POJK Nomor 77/POJK.01/2016 menyebutkan bahwa : "Penyelenggara Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi yang selanjutnya disebut Penyelenggara adalah badan hukum Indonesia yang menyediakan, mengelola, dan mengoperasikan Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi." Dengan kata lain disini penyelenggara juga disebut sebagai platform yang menjembatani antara peminjam dan investor.

            Kedua, pemberi pinjaman P2PL dapat menjadi perseorangan warga negara Indonesia/orang asing, badan hukum Warga negara Indonesia/orang asing, badan Pelaku usaha Indonesia/warga negara asing dan/atau organisasi internasional yang memiliki piutang karena perjanjian yang dibuat berdasarkan layanan pinjaman dan peminjaman digital.

            Ketiga, penerima pinjaman dalam sistem P2PL sesuai ketentuan Pasal 16. POJK Nomor 77/POJK.01/2016 secara khusus harus berasal dan bertempat tinggal di yurisdiksinya Indonesia dalam hal ini bisa jadi seseorang warga negara Indonesia atau badan hukum Indonesia. Berdasarkan peraturan tersebut, Orang yang menerima pinjaman adalah orang ada hutang dalam kesepakatan yang terjadi dalam layanan P2PL.

Mekanisme Proses Peer to Peer Lending  

Cara kerja peer to peer lending adalah sebagai berikut:

  • Registrasi keanggotaan. Pengguna (lender dan borrower) melakukan registrasi secara online melalui komputer atau smartphone.
  • Borrower melakukan pengajuan pinjaman.
  • Platform P2P lending menganalisa dan memilih borrower layak untuk mengajukan pinjaman, termasuk menetapkan tingkat risiko borrower tersebut.
  • Borrower terpilih akan ditempatkan oleh platform P2P lending dalam marketplace P2P lending secara online beserta dengan informasi komprehensif tentang profil dan risiko borrower tersebut.
  • Investor P2P lending melakukan analisa dan seleksi atas borrower yang tercantum dalam marketplace P2P lending yang disediakan oleh platform.
  • Investor P2P lending melakukan pendanaan ke borrower yang dipilih melalui platform P2P lending.
  • Borrower mengembalikan pinjaman sesuai jadwal pengembalian pinjaman ke platform P2P lending.
  • Investor P2P lending menerima dana pengembalian pinjaman dari borrower melalui platform.

Aspek Syariah dari Model Bisnis Peer to Peer Lending Financing

          Dalam pandangan syariah P2P Lending harus menghindari riba dan sesuatu yang dilarang oleh prinsip syariah. Risiko yang terjadi pada proses P2P Lending dalam pandangan syariah bahwa peminjam atau pemberi pinjaman mungkin layak dalam menerima atau membayar bunga yang lebih rendah atau bunga yang lebih tinggi sesuai yang telah disepakati. Analisis hukum syariah terhadap bisnis Fintech P2P Lending yaitu memastikan bahwa bisnis tersebut sesuai dengan prinsip-prinsip syariah dan diterima dalam lingkungan masyarakat muslim. Bisnis P2P Lending merupakan sebuah platform yang mempertemukan pemberi pinjaman dan peminjam, tanpa ada campur tangan bank maupun lembaga keuangan tradisional.

Secara umum, dalam pandangan Islam bisnis P2P Lending dapat diterima jika terdapat prinsip-prinsip syariah seperti keadilan, kebijakan bagi hasil yang sesuai dengan akad mudharabah, transparansi dan kewajiban untuk melakukan sebuah penilaian risiko yang sehat. Dengan menerapkan prinsip-prinsip syariah dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat muslim terhadap suatu bisnis dan dapat membantu menciptakan ekosistem keuangan syariah yang kuat dan berkembang.

Akad dalam Peer to Peer Lending Syariah

Antara peer to peer lending syariah dan konvensional dapat dibedakan melalui akad yang digunakan. DSN-MUI juga telah menetapkan regulasi dalam fatwa DSN MUI No.117/DSN[1]MUI/II/2018 tentang layanan pembiayaan berbasis teknologi informasi berdasarkan prinsip syariah menjelaskan mengenai ketentuan terkait pedoman umum layanan pembiayaan berbasis teknologi informasi berdasarkan prinsip Syariah. Pada umumnya akad yang digunakan pada P2P Lending syaria yaitu:

  • Murabahah

Murabahah adalah perjanjian jual beli antara peminjam dan pemberi pinjaman. Pemberi pinjaman akan membeli barang-barang yang dibutuhkan dan menjualnya kepada peminjam nanti.  

  • Mudharabah

Mudharabah adalah perjanjian jual beli di mana pemilik modal akan memberikan dana kepada manajer dan kemudian menggunakan uang itu untuk operasi bisnis. Hasil yang diperoleh akan dibagi dalam persentase berdasarkan perjanjian awal.

  • Wakalah Bil Ujrah

Pelaksanaan pembiayaan berbasis fintech syariah dengan akad Wakalah bil Ujrah yaitu sebagai berikut. Pertama, berdasarkan akad wakalah bil ujrah, pihak investor bersedia membiayai suatu proyek/usaha borrower dengan menyerahkan kuasanya kepada pihak penyelenggara untuk mengeloladana disertakan pemberian ujrah. Kedua, ujrah diberikan setelah pembiayaan pokok ditambah margin telah dibayarkan pihak borrower, berdasarkan pembiayaan murabahah yang diberikan ke borrower. Ketiga, Setelah, pembayaran pokok pembiayaan ditambah margin diselesaikan oleh pihak borrower, pihak penyelenggara mendapatkan haknya yaitu berupa ujrah.

  • Musyarakah

Musyarakah merupakan akad kerja sama yang dilakukan oleh dua orang pihak atau lebih yang bersama-sama menananggung atas keuntungan maupun kerugian yang terjadi.

  • Qardh

Qardh berarti pinjaman yang harus dikembalikan pada jumlah pokok pinjaman yang disepakati. al-qordh diberikan kepada pengguna yang memerlukan dengan tidak memberikan presentasi tambahan pengembalian atas pinjaman yang diberikan oleh pihak Fintech Syariah, pada pembiayaan ini juga telah menjelaskan waktu yang jatuh tempo dimana peminjam (Payor) wajib mengembalikan semua dana yang dipinjam kepada pihak Fintech Syariah terkait.

Kesimpuulan

      Perkembangan investasi fintech di Indonesia, memang cukup menjanjikan. Dalam waktu beberapa tahun saja, terjadi peningkatan jumlah investor yang signifikan. Perbaikan dari sisi sistem, teknis, dan regulasi yang terus berlanjut juga membantu investasi di bidang fintech menjadi lebih baik dan menguntungkan. aspek regulasi yang mengaturnya, pada fintech konvensional penyelenggaraan fintech peer to peer lending diatur dalam Peraturan BI No.19/12/PBI/2017 mengenai Penyelenggaraan Fintech. Kebijakan dari BI dan OJK tersebut juga menjadi landasan hukum penyelenggara bagi fintech peer to peer lending syariah. Yang membedakannya yaitu adanya perhatian dari MUI terkait dengan hal ini sehingga dikeluarkannya fatwa DSN-MUI No.117/DSN-MUI/II/2018 mengenai pelayanan pembiayaan menggunakan teknologi yang berdasarkan prinsip syariah.

Salah satu keunggulan P2P Lending adalah memberikan pinjaman dana dengan cepat dan mudah. Tentu ini menjadi peluang yang besar bagi Anda yang memiliki dana dan tidak tahu harus diputar dalam instrumen investasi apalagi. Hanya saja, investasi ini memiliki risiko yang sangat tinggi, salah satunya adalah risiko gagal bayar dan dana yang Anda miliki tidak bisa mereka kembalikan. Maka, sebelum memulai investasi ini, ada baiknya Anda mendalami terlebih dahulu agar tidak salah langkah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun