Berdasarkan data BPS 2023, hampir semua penjualan secara online melalui aplikasi pesan instan (WhatsApp, Line, Telegram, dan sebagainya) sebanyak 95,17%. 41,30% berjualan online melalui media sosial, seperti Facebook, Instagram, Twitter, Tiktok, Youtube. 19,75% usaha yang memiliki akun penjualan di marketplace/platform digital. 7,05% usaha yang menggunakan e-mail. Dan hanya 2,09% usaha yang menggunakan website.
Data ini menunjukkan bahwa infrastruktur yang digunakan untuk penjualan online masih sederhana. Masih banyak ruang untuk masuk ke berbagai platform digital. Dengan demikian, perubahan model operasional cukup mungkin dilakukan. Sebagai contoh perusahaan taksi konvensional seperti Blue Bird, menyikapi perubahan dengan menggunakan sarana aplikasi online untuk pemesanan dan bekerja sama dengan GoCar untuk mendapatkan pelanggan.Â
Permasalahaan yang ada adalah bukan tidak mau berubah atau beradaptasi, namun karena minimnya informasi dan pelatihan terkait eCommerce. Data BPS menunjukkan hanya 4,42% usaha pernah mendapat pelatihan terkait pemanfaatan teknologi informasi untuk pemasaran secara digital.
Dari jumlah tersebut pelatihan dari swasta sebesar 65,51% dan hanya 34,49% mendapatkan pelatihan dari instansi pemerintah. Dengan demikian dalam hal ini pemerintah khususnya pengelola pasar Tanah Abang perlu secara proaktif memberikan pelatihan IT dan digital marketing kepada tenant-tenant di Pasar Tanah Abang.
Cara yang kedua, secara pararel, dengan pendekatan Portofolio. Dalam pendekatan ini, pelaku usaha tidak berdiri sendiri tetapi terintegrasi dengan seluruh tenant yang ada. Tentunya harus ada peran dari Pengelola Pasar. Pengelola Pasar harus melihat usaha Pasar Tanah Abang sebagai satu kesatuan usaha dan menyiapkan perangkat dan system digital yang mengintegrasikan seluruh tenant dan memudahkan konsumen berbelanja. Perangkat ini dapat berupa website yang simple namun informative, yang memuat seluruh produk yang ada dan dapat dilihat berdasarkan kategori produk, tenant, harga, bahan atau yang lainnya. Dengan demikian konsumen akan sangat terbantu dalam mencari produk yang diingikan dengan mudah dan simple.
Singkatnya pengelola berperan seperti marketplace khusus untuk tenant yang ada di Pasar tanah Abang. Tentunya ini harus didukung dengan perangkat-perangkat seperti digital marketing yang efektif ke konsumen, system pembayaran yang mudah, jaminan suplai chain (pengiriman) yang cepat dan aman, serta SOP yang mengikat keseluruhan tenant untuk menjamin keseragaman kualitas layanan. Dengan melakukan dua langkah ini, dimungkinkan iklim usaha di Pasar Tanah Abang mulai menggeliat, tumbuh dan berkembang seperti era kejayaan sebelumnya.
Selanjutnya, bagaimana peran Pemerintah? Pemerintah harus menjalankan fungsi sebagai regulator, fungsi pembinaan dan pengawasan dalam waktu yang bersamaan.
Sebagai regulator, Pemerintah telah mengeluarkan Kepmen No 31 Tahun 2023. Dalam Kepmen tersebut, dijelaskan mengenai mekanisme perijinan, pelaksanaan, pengawasan termasuk sangsi perdagangan eCommerce. Â Kepmen tersebut mengatur pelaku usaha (Perdagangan Melalui Sistem Elektronik/PMSE) maupun platform eCommerse (Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik/PPMSE).
Sangat disayangkan framing yang terjadi seolah-olah pemerintah akan menutup social commerse seperti Tik Tok Shop. Padahal justru pemerintah mengatur agar PPMSE luar negeri memiliki kantor perwakilan di Indonesia dan dapat menyelenggarakan perdagangan berbasis online dengan baik serta melindungi dan mengutamakan produk dalam negeri.
Selanjutnya sebagai Pembina, pemerintah perlu memperluas edukasi dan pelatihan bagi pelaku usaha eCommerce di Indonesia yang mayoritas dilakukan perseorangan. Terakhir dalam fungsi pemgawasan, pemerintah harus menjamin perlindungan dan hak-hak konsumen tanpa mengganggu iklim investasi dan operasional penyelenggara platform eCommerce.(*)
(*) Artikel ini telah penulis tulis di portal berita ketik tanggal 3 Oktpber 2023
https://ketik.co.id/berita/gempuran-ecommerce-perlukah-pedagang-pasar-tanah-abang-beralih-ke-penjualan-online#google_vignetteÂ