Mohon tunggu...
Afif M Taftazani
Afif M Taftazani Mohon Tunggu... Dosen - Lecturer, professional

Pemerhati financial, valuasi, manajemen risiko

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Transfer Risk Vs Mitigation Risk: Studi Kasus Pembuatan ATM Baru di Bank BNI

21 September 2022   10:52 Diperbarui: 12 Desember 2022   14:36 3342
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Secara tersirat BNI ingin mengatakan bahwa, kita sudah menjalankan prosedur sesuai SOP BNI, maka kejadian risiko atau segala hal-hak yang mengakibatkan kerugian bukan lagi menjadi tanggung jawab BNI.

Dalam korporasi tertentu, misalnya perusahaan ekspedisi, transfer risiko seperti ini dapat dimungkinkan. Kerugian akibat kehilangan/kerusakan barang kiriman ketika pihak ekspedisi telah memastikan prosedur sesuai SOP, selanjutnya terhadap kerugian tersebut, dapat dialihkan ke pihak asuransi. Selesai.

Namun dalam perbankan, tidak sesederhana itu karena ada yang disebut Risiko Reputasi. Benar, secara hukum Bank bebas dari tuntutan kerugian karena telah menjalankan prosedur. 

Namun seandainya atas kejadian tersebut bank menjadi cacat reputasi, akan menimbulkan dampak yang sangat merugikan, melebihi kerugian material apabila bank menanggung risiko tersebut.

Risiko reputasi dapat menyebabkan hilangnya kepercayaan masyarakat kepada suatu bank, yang menyebabkan terjadinya Rush atau penarikan dana besar-besaran. 

Sebagai entitas yang 80% atau lebih struktur modalnya dari penghimpunan dana pihak ketiga (tabungan, giro, deposito), rush yang massive akan menyebabkan kesulitan likuiditas, rasio modal dan LDR (loan to deposit ratio) hancur berantakan.

Jika tidak segera disuntik dana dari sumber lain (pinjaman antar bank, suntikan dana BI atau lembaga keuangan lainnya), tinggal menunggu waktu bank tersebut akan collaps dan akhirnya...sunk.

Kembali ke permasaahan awal, ketika BNI mensyaratkan surat keterangan kehilangan dari kepolisian, pada dasarnya penanganan risiko yang dilakukan adalah transfer risk, yang tanpa mengurangi rasa hormat kepada Kepolisian RI, hal ini dalam kapasitas tertentu, adalah useless. Beberapa hal kenapa dapat dikatakan useless adalah:

  • Kepolisian tidak melakukan investigasi mendalam dalam arti melakukan penyelidikan, penyidikan, menggunakan perangkat material yang dipunyai sehingga kesimpulan kehilangan dalam bentuk surat keterangan dapat diyakini secara substansial berdasarkan bukti materiil.
  • Kesimpulan kehilangan kartu ATM lebih didasarkan pada keyakinan dari pembuat surat keterangan saat dilakukan investigasi awal, yang tentunya dalam hal ini ada faktor subjektif
  • Kebenaran berita kehilangan Kartu ATM sangat ditentukan dari kejujuran pelapor yang tentunya juga bersifat subjektif

Alat ukur subjektif sebenarnya dapat dijadikan acuan atau bukti dalam pengambilan kesimpulan sepanjang subjektifitas tersebut dilakukan oleh orang yang ahli. 

Hal inilah kenapa dalam persidangan dapat dihadirkan saksi ahli. Di sini saya tidak mengatakan bahwa polisi yang membuat catatan kehilangan tidak ahli, namun ketika proses verifikasi yang terbatas dapat mengakibatkan hasil atau kesimpulan akhir juga menjadi bias.

Atas dasar ini, menurut saya, penanganan risiko dengan transfer risk (surat keterangan kehilangan dari kepolisian) secara substansial tidak cukup tepat. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun