miras) menjadi salah satu tantangan terbesar dalam menjaga agar akal masyarakat tetap waras. Faktanya, miras tidak hanya merusak individu. Miras juga menimbulkan keresahan sosial. Ini karena miras acapkali menyulut aneka tindak kejahatan.
Indonesia adalah negara dengan penduduk Muslim terbesar di dunia. Seharusnya Pemerintah Indonesia menjunjung tinggi ajaran Islam yang telah mengharamkan miras (khamr). Namun kenyataannya, peredaran miras di masyarakat masih sangat bebas. Peredaran miras bahkan menyasar berbagai kalangan. Termasuk para remaja. Faktanya, pada tahun 2014 saja (10 tahun lalu), sebagaimana dilaporkan oleh Gerakan Nasional Anti Miras (GeNAM), 23 persen remaja pernah mengkonsumsi miras. Artinya, dari sekitar 60 jutaan remaja, sekitar 15 jutaan di antaranya adalah pengkonsumsi miras (Detik.com, 9/3/2015).
Hal ini tidak aneh. Sebabnya, di beberapa kota besar miras bahkan bisa didapatkan dengan mudah. Di antaranya di toko-toko modern dan kawasan wisata. Itu belum termasuk miras ilegal (termasuk yang oplosan) yang jauh lebih banyak dan biasanya banyak dikonsumsi oleh anggota masyarakat kelas bawah. Bahkan di Yogyakarta, yang dikenal sebagai Kota Pelajar dan pusat pendidikan Islam, masyarakatnya kini menghadapi masalah serius terkait peredaran miras yang makin meluas. Termasuk di sekitar tempat-tempat pendidikan Islam. Kondisi ini tentu membahayakan para santri dan pelajar serta mengganggu lingkungan pesantren yang menjadi tempat belajar agama dan mendidik moral. Faktanya, sudah ada santri yang menjadi korban penusukan dan penganiayaan. Pelakunya ternyata dalam keadaan mabuk akibat pengaruh miras (CNN Indonesia, 31/10/2024).
Fakta ini menunjukkan ironi besar. Pemerintah yang seharusnya melindungi moral dan akal masyarakat justru membiarkan minuman keras beredar secara legal maupun ilegal.
Bahaya Miras
Bahaya miras sudah terbukti secara medis dan sosial. Menurut data World Health Organization (WHO) pada tahun 2018, konsumsi alkohol menyebabkan lebih dari tiga juta kematian setiap tahun di seluruh dunia. Alkohol mempengaruhi fungsi otak. Itulah mengapa konsumsi minuman beralkohol telah menyebabkan banyak kecelakaan lalu-lintas terjadi akibat pengemudi dalam keadaan mabuk. Di Indonesia, laporan Korlantas Polri (2023) menunjukkan bahwa miras menjadi faktor utama dalam sebagian besar kecelakaan fatal yang melibatkan pengendara. Selain itu, banyak tindak kriminalitas, mulai dari kekerasan dalam rumah tangga hingga pembunuhan, kerap dipicu oleh pengaruh alkohol. Di Jakarta, misalnya, selama periode 1-15 Maret 2024, Polda Metro Jaya menangani berbagai kasus pencurian dan kekerasan. Sebagian pelakunya dalam keadaan mabuk atau terpengaruh minuman keras. Operasi ini berhasil menangkap 409 tersangka dengan 352 kasus yang diungkap (Kompas, 27 Maret 2024).
Dampak Ekonomi Liberal
Penerapan sistem ekonomi kapitalis-liberal menjadi salah satu alasan utama mengapa miras tetap beredar luas. Dalam ilmu ekonomi dikenal kaidah, "Di mana ada permintaan, di sana ada penawaran". Celakanya, dalam sistem ekonomi kapitalis-liberal, para pengusaha akan berusaha memenuhi permintaan apapun. Termasuk miras yang jelas haram dan berisiko membahayakan masyarakat. Demi meraup keuntungan, mereka terus memproduksi dan mendistribusikan miras secara masif. Di sisi lain, Pemerintah menerima pendapatan dari pajak miras sebagai salah satu pemasukan negara. Wajar jika kemudian miras kerap dipromosikan sebagai daya tarik untuk wisatawan mancanegara. Inilah yang menjadi salah satu alasan mengapa Pemerintah belum sepenuhnya melarang miras di tempat-tempat wisata.
Memberantas Miras
Miras jelas haram. Allah SWT tegas berfirman:
Wahai orang-orang yang beriman! Sungguh minuman keras, berjudi, berkorban untuk berhala dan mengundi nasib dengan anak panah adalah perbuatan keji yang termasuk perbuatan setan. Karena itu jauhilah semua itu agar kalian beruntung (TQS al-Maidah [5]: 90).
Rasulullah saw. pun tegas bersabda:
Setiap yang memabukkan adalah khamr dan setiap khamr adalah haram (HR Muslim).
Dalam hadis lain yang dituturkan dari Jabir bin Abdullah ra. bahkan ditegaskan: