Mohon tunggu...
Afif Sholahudin
Afif Sholahudin Mohon Tunggu... Konsultan - Murid dan Guru Kehidupan

See What Everyone Saw, But Did Not Think About What Other People Think

Selanjutnya

Tutup

Money

Sistem Jaminan Produk Halal Indonesia, antara Kebutuhan dan Tantangan

19 Desember 2016   17:34 Diperbarui: 20 Desember 2016   06:53 1502
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

jika merujuk kepada hukum asal benda, maka didapatkan kaidah al-ashlu fi al-asyaa al-ibaahah, maa lam yarid daliilu at-tahriim, artinya hukum asal suatu benda adalah boleh, hingga ada dalil yang mengharamkannya. Maka jika dipahami bahwa segala sesuatu itu boleh dimakan, dikecualikan sesuatu yang sudah dijelaskan oleh syara’ hukumnya haram, atau menjauhi yang hukumnya makruh. Selain itu, kaidah ini membatasi sesuatu yang boleh dengan yang haram karena yang boleh itu banyak, dan yang haram adalah sedikit. Artinya, lebih cocok untuk menuliskan label haram karena lebih mudah dibanding menuliskan label halal pada setiap produk.

Tentu kondisi di atas tidak akan terwujud dalam sistem ekonomi kapitalisme. Paradigma ekonomi kapitalis saat ini hanya mengutamakan materi, tanpa memandang apakah produk yang diperjualbelikan halal atau haram. Selama baginya menguntungkan maka tidak ada hambatan untuk menjualnya, asalkan tidak mengganggu hak orang lain, tidak bertentangan dengan UU, norma kesusilaan, dsb. Kalaupun ada sebagian kecil yang menjual produk halal, biasanya karena dua faktor. Pertama, agar produk mereka terkenal dan mampu diterima oleh masyarakat Indonesia yang sebagian besar adalah muslim. Kedua, karena sadar wajibnya seorang muslim menjual produk halal sehingga konsumennya bisa terjaga. Faktor kedua ini yang minim tumbuh di masyarakat.

Jika dalam sistem kapitalisme yang sekuler ini menyuburkan produk-produk syubhat, tentu hal ini berbeda dengan sistem Islam yang tidak memperbolehkan produk haram beredar bebas apalagi diperjualbelikan. Larangan ini tentu membuat masyarakat di dalam Negara yang menerapkan syariat islam akan merasa lebih aman dan nyaman, juga tidak harus mengeluarkan biaya besar.

Pemerintah tidak hanya menerapkan syariat Islam, namun menjaga dan menyebarluaskannya termasuk salah satunya syariat tentang produk halal. Upaya edukasi terus dilakukan agar masyarakat wajib mengonsumsi produk-produk halal. Para produsen pun tidak luput dari pengawasan agar produk yang dihasilkan tidak berasal dari sesuatu yang haram. Para ilmuwan akan didorong untuk meneliti bahan pengganti dari setiap produk haram yang ‘terpaksa’ digunakan dalam produksi farmasi. Begitupun dengan arus impor dan ekspor barang akan dijaga ketat agar tidak ada upaya ‘penyelundupan’ atas produk haram yang akan beredar.

Dalam Penerapan Islam mempunya tiga asas yang harus dipenuhi, yaitu: (1) Ketaqwaan individu yang mendorongnya untuk terikat kepada hukum syara', (2) Pengawasan dan muhasabah masyarakat, dan (3) Negara yang menerapkan syari'at Islam secara utuh. Apabila salah satu asas ini telah runtuh, maka penerapan syari'at Islam dan hukum-hukumnya akan mengalami penyimpangan, dan akibatnya Islam, sebagai agama dan ideologi, akan hilang dari muka bumi.

Untuk itu, jaminan produk halal di era kekhilafahan tidak hanya menjadi tugas bagi polisi (asy-Syurtah) atau petugas lainnya, namun juga individu-individu yang betakwa dan amanah yang dibentuk oleh sistem Islam. Budaya amar ma’ruf nahi munkar harus tumbuh, sehingga membantu para petugas pemeriksa/auditor halal dalam menindak para pelanggar syariat. Sanksi yang tegas dan keadilan hukum pasti akan ditegakkan dalam negara yang menerapkan syariat Islam.

[1] pom.go.id  

[2] halalmui.org 

[3] kemenperin.go.id 

[4] hukumonline.com 

[5] UU No. 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun