Mohon tunggu...
Afid Alfian Azzuhuri
Afid Alfian Azzuhuri Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - seorang pelajar - penikmat sastra - suka menulis- pendengar musik berbagai genre - masih manusia

Afid Alfian A | Kendal, Jateng 🏠. | 19 Des 🎂. | Sagitarius♐. | Bocah SMA yang suka mencoba banyak hal | Tolong bantu suport blog saya dengan like, share, dan komen disetiap tulisan-tulisan saya🙏 | ........

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Puisi: Jeruji Pikiran dan Penjara Batin

11 September 2024   11:10 Diperbarui: 11 September 2024   11:16 82
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pinterest/Abbe Allen

Di balik dinding batin, terkurung jiwa

Jeruji pikiran, mencengkram erat, tak berdaya

Bayangan kelam, menghantui setiap sudut hati

Menghujam kalbu, dengan duri tajam, tak henti

 

Dinding beton, menjulang tinggi, membatasi ruang

Memisahkan dunia luar, dengan lautan kesunyian

Jeruji besi, terjalin erat, mengurung asa

Menghilangkan harapan, menenggelamkan jiwa dalam nestapa

 

Pikiran berputar, seperti roda berkarat

Terjebak dalam lingkaran, tak berujung, tak berbatas

Ingin terbang bebas, melepaskan diri dari belenggu

Namun, jeruji pikiran, menahan kuat, tak terlupa

 

Kenangan pahit, berbisik lembut, di telinga hati

Menyentuh luka lama, yang tak kunjung sembuh, tak henti

Kecewa dan pedih, bercampur aduk, menjadi satu

Menghanyutkan jiwa, dalam lautan duka, tak berbatu

 

Rasa bersalah, menghantam jiwa, seperti badai

Menghancurkan hati, menjadi berkeping-keping, tak berurai

Penyesalan mendalam, mencengkeram erat, tak tertahankan

Menghukum jiwa, dengan siksa batin, tak tertahankan

 

Jeruji pikiran, mengurung jiwa, dalam penjara batin

Membuat hati terluka, tersiksa, tak henti-henti

Ingin keluar, ingin bebas, ingin merasakan mentari

Namun, jeruji pikiran, menahan kuat, tak terlupakan

 

Di balik dinding batin, terkurung jiwa yang terluka

Jeruji pikiran, mencengkram erat, tak berdaya

Bayangan kelam, menghantui setiap sudut hati

Menghujam kalbu, dengan duri tajam, tak henti

 

Ingin merdeka, ingin bebas, ingin merasakan bahagia

Namun, jeruji pikiran, menghalangi jalan, tak terlupakan

Jiwa terpenjara, dalam lautan kesedihan, tak berujung

Menunggu saat, untuk melepaskan diri, dari belenggu

 

Jeruji pikiran, mengurung jiwa, dalam penjara batin

Membuat hati terluka, tersiksa, tak henti-henti

Ingin keluar, ingin bebas, ingin merasakan mentari

Namun, jeruji pikiran, menahan kuat, tak terlupakan

 

Di balik dinding batin, terkurung jiwa yang terluka

Jeruji pikiran, mencengkram erat, tak berdaya

Bayangan kelam, menghantui setiap sudut hati

Menghujam kalbu, dengan duri tajam, tak henti

 

Ingin merdeka, ingin bebas, ingin merasakan bahagia

Namun, jeruji pikiran, menghalangi jalan, tak terlupakan

Jiwa terpenjara, dalam lautan kesedihan, tak berujung

Menunggu saat, untuk melepaskan diri, dari belenggu

 

Jeruji pikiran, mengurung jiwa, dalam penjara batin

Membuat hati terluka, tersiksa, tak henti-henti

Ingin keluar, ingin bebas, ingin merasakan mentari

Namun, jeruji pikiran, menahan kuat, tak terlupakan

 

Di balik dinding batin, terkurung jiwa yang terluka

Jeruji pikiran, mencengkram erat, tak berdaya

Bayangan kelam, menghantui setiap sudut hati

Menghujam kalbu, dengan duri tajam, tak henti

 

Ingin merdeka, ingin bebas, ingin merasakan bahagia

Namun, jeruji pikiran, menghalangi jalan, tak terlupakan

Jiwa terpenjara, dalam lautan kesedihan, tak berujung

Menunggu saat, untuk melepaskan diri, dari belenggu

 

Jeruji pikiran, mengurung jiwa, dalam penjara batin

Membuat hati terluka, tersiksa, tak henti-henti

Ingin keluar, ingin bebas, ingin merasakan mentari

Namun, jeruji pikiran, menahan kuat, tak terlupakan

 

Di balik dinding batin, terkurung jiwa yang terluka

Jeruji pikiran, mencengkram erat, tak berdaya

Bayangan kelam, menghantui setiap sudut hati

Menghujam kalbu, dengan duri tajam, tak henti

 

Ingin merdeka, ingin bebas, ingin merasakan bahagia

Namun, jeruji pikiran, menghalangi jalan, tak terlupakan

Jiwa terpenjara, dalam lautan kesedihan, tak berujung

Menunggu saat, untuk melepaskan diri, dari belenggu

Kendal, 11/09/2024

Afid Alfian A.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun