Dalam sekejap, ia merasa tenang dan mengaku siap menjalani hari-hari beserta latihan sebagaimana mestinya.
“Pagi itu kita sekolah seperti biasa masuk pagi. Pulang siang jam 13.00, kemudian jam 15.00 itu mulai latihan fisik sampai dengan jam 16.30. Kemudian istirahat sebentar, jam 17.00 kita mulai lagi latihan teknik sampai jam 19.00,” jelasnya.
Sebelum menjalani karier sebagai pemain spesialis nomor ganda putra, Sigit juga pernah bermain dalam nomor tunggal. Ia bergabung bersama PB Djarum dengan identitasnya sebagai pemain tunggal.
Di sana Sigit rutin bermain di nomor tunggal. Hanya ketika turnamen beregu saja ia diturunkan sebagai pemain ganda lantaran slot pemain tunggal sudah penuh.
Sempat rehat sejenak dari bulu tangkis, lalu masuk Pelatnas
Bertahan selama dua tahun di PB Djarum, pada tahun 1991 Sigit pulang ke Yogyakarta.
Setahun di kampung halaman, Sigit hijrah ke sebuah klub bernama Allpro Solo dan berlatih sebagai pemain ganda. Di Solo ia dilatih oleh Basri Yusuf.
Basri kemudian saling kontak-kontakkan dengan Chafidz Yusuf pelatih PB Djarum Jakarta, membahas tentang stock pemain “nganggur”. Rupanya di sana ada Ade Lukas yang belum mempunyai pasangan juga. Basri dan Sigit pun langsung diminta datang ke Jakarta untuk berpartner dengan Ade Lukas.
“Saya naik bus ke Jakarta, latihan di tempat PB Djarum Petamburan, Jakarta. Latihan satu minggu, kemudian pertandingan. Setelah setahun lebih bolak-balik Jakarta-Solo, baru setelah itu tahun 1994 masuk PB Djarum khusus ganda,” pungkas Sigit mengingat masa merintis kariernya.
Berpasangan dengan Ade Lukas, ia memenangkan banyak gelar level nasional. Prestasi ini membawanya mengikuti seleksi masuk Pelatnas dan akhirnya diterima tahun 1995.
Masa-masa awal masuk Pelatnas, Sigit Budiarto tidak lagi dipasangkan dengan Ade Lukas, melainkan berganti dengan Dicky Purwo Sugiono. Pasangan ganda putra ini mulai menghiasi pentas bulu tangkis internasional.