Selanjutnya, kata kejahatan dapat dimaknai dengan suatu tindakan atau perbuatan yang dilakukan oleh seseorang, dimana hal tersebut dapat dihukum oleh hukum. Tindakan tersebut dikategorikan sebagai tindakan jahat. Etimologi mengenai kejahatan diawali dari kejahatan Prancis, yaitu berasal dari bahasa latin crimen yang artinya tuduhan, dan root cerno yang artinya saya memutuskan, saya memberikan penilaian. Akan tetapi, seorang ahli bahasa Kanada yang lahir di Rumania, Rabbi Ernest Klein menyatakan dalam Kamus Etimologis Komprehensif, bahwa crimen merupakan sebuah frasa akan tangisan kesusahan. Dilihat melalui sisi pandang bahasa latin bahwa krima adalah hukuman atau hukuman pengadilan. Adapun kata crimen dapat diartikan sebagai pelanggaran, kesalahan serius, tindakan bodoh, dan tindakan kelalaian.
Seorang filsuf Italia yang merupakan salah satu kriminolog modern awal, yaitu Cesare Beccaria (1738 – 1794) yang meluaskan aliran pemikiran yang didapatkan melalui saran dari para filsuf pencerahan atau yang disebut dengan teori klasik. Bahwasannya para pemikir mempercayai, bahwa penjahat adalah makhluk yang bebas dan hanya membuat keputusan yang menurutnya sesuai dengan kepentingannya sendiri. Oleh sebab itu, pandangan tersebut menjadi dasar untuk teori rasional di era modern. Dimana ia mempercayai bahwa respon masyarakat yang seharusnya adalah perilaku kriminal dinilai kurang diinginkan dengan hukuman yang sesuai, disamping itu Cesare Beccaria menentang bahwa pelaku kriminal dijatuhi hukuman mati.
Kebenaran akan menempatkan kejahatan pada pihak yang berkuasa secara khusus. Strategi ini memungkinkan terjadinya penipuan, dimana tujuannya adalah seseorang menunjukan perilaku diluar kebaikan dan kejahatan, hal tersebut dimaksudkan untuk terhindar dari bentuk penilaian. Hal tersebut akan membentuk hegemoni atau kekuataan seseorang semakin tinggi, tetapi jika hal tersebut melemah dalam membuat klaim, maka akan memunculkan hak untuk menguatkan aturan marah mengenai tantangan gagasan legalitas. Sejarah Hegelian mengemukakan bahwa kejahatan yang kuat biasanya terjadi pada bidang sosial dan politik, dimana keduanya menawarkan perubahan. Hingga menimbulkan pernyataan, yang kuat dipaksa untuk melampaui dan meniadakan, sehingga dengan melakukan hal tersebut mereka akan melakukan pembenaran terhadap tindakan mereka.
Adam Smith menjelaskan mengenai pembenaran, dimana menunjukan secara jelas mengenai kejahatan yang dilakukan oleh seseorang yang berkuasa sulit untuk dideteksi dan tanggung jawabnya sulit dibagikan. Kejahatan tersebut merupakan akibat dari kelalaiaan yang berawal dari niat, kemudian merugikan hingga dikategorikan sebagai niat jahat. Berbanding dengan Adam Smith, seorang filsuf Inggris yang bernama John Stuart Mill menyatakan bahwa dirinya tidak peduli akan kerugian yang disebabkan oleh para aktor kuat, tetapi ia menyatakan apakah kerugian tersebut dapat berakibat atau tidak ada persetujuan dari mereka yang mengalami penderitaan.
Kejahatan yang dilakukan oleh orang-orang yang memiliki kuasa tinggi bersifat eksperimental, dimana yang mereka lakukan akan mengarahkan kepada dasar etika, aturan sosial, dan politik yang serba baru. Kejahatan tersebut telah disimpulkan dapat merestrukturisasi semua bidang, terutama bidang hukum dan politik hingga dapat memainkan peran legislatif. Sehingga demikian, setelah menjelaskan mengenai arti kejahatan, maka selanjutnya akan dijabarkan mengenai salah satu contoh dari kejahatan, yaitu korupsi. Dimana dalam hal ini, korupsi merupakan suatu tindak kejahatan yang melanggar hukum dan akibat darinya dapat merugikan masyarakat.
Korupsi bersumber dari bahasa latin, yaitu “Corruptio” atau “Corruptus”. Jika secara harfiah, kata korupsi diartikan sebagai keburukan, ketidakjujuran, dapat disuap, tidak bermoral, dan bertolak belakang dengan kesucian. Dalam bahasa Inggris, korupsi disebut dengan Corruption, dalam bahasa Prancis adalah Corrupt, dan dalam bahasa Belanda adalah Corruptie. Dari ketiga bahasa tersebut, berkembang menjadi bahasa Indonesia, yaitu korupsi.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), korupsi merupakan tindakan penyelewengan atau penghapusan berkaitan dengan uang negara atau perusahaan dan lainnya yang dijalankan untuk kepentingan diri sendiri maupun orang lain. Berdasarkan pada Undang-Undang No. 31 Tahun 1999, dijelaskan bahwa “Korupsi adalah setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.” Jika ditarik kesimpulan, korupsi secara umum diartikan sebagai suatu tindakan dalam penyalahgunaan jabatan atau wewenang yang dilakukan oleh seseorang guna mendapatkan keuntungan pribadi.
Korupsi ialah suatu perilaku ketidakjujuran atau curang karena mengacu pada keuntungan pribadi dan umumnya melibatkan suap. Oleh sebab itu, korupsi banyak diartikan sebagai tindakan penyalahgunaan mengenai kepercayaan yang dilakoni oleh seseorang terkait suatu masalah atau organsiasi guna mendapatkan keuntungan. Korupsi dikategorikan kedalam berbagai perspektif, yaitu hukum, politik, sosiologi, dan agama. Jika ditinjau dari sudut pandangan hukum, korupsi merupakan suatu bentuk kejahatan (crime). Maka dari itu, diperlukan upaya pencegahan korupsi dengan memperkuat perangkat hukum seperti undang-undang yang mengatur mengenai korupsi. Menurut sudut pandang politik, korupsi umumnya dilakukan oleh para elit politisi dan birokrat yang memiliki kekuasaan tinggi, lalu mereka memakai kekuasaannya sebagai bentuk tindak kejahatan untuk melakukan korupsi. Pada sudut pandang sosiologis, korupsi diartikan sebagai sebuah masalah sosial, institusional, dan struktural. Sudut pandangan sosiologis ini menekankan bahwa korupsi dilakukan oleh masyarakat dan merupakan suatu kejahatan sosial. Terakhir dilihat dari sudut pandang agama, bahwa korupsi merupakan akibat dari lemahnya nilai agama dan moralitas yang ada dalam diri seorang manusia. Oleh sebab itu, upaya yang ditegakan harus lebih kuat lagi dalam menanamkan internalisasi mengenai nilai keagaman pada diri manusia sebagai upaya pencegahan tindak pidana korupsi.
Seorang filsuf Inggris, yaitu Thomas Hobbes (1588 – 1679) mengatakan bahwa kehidupan harus patuh pada tata hukum alam (alami). Hal tersebut sesuai dengan pedoman hukum alam, jadi pengetahuan manusia harus didasarkan pada pengalaman objektif dan observasi. Di dunia alamiah ini, individu harus memahami arti hubungan kausalitas, yaitu hubungan sebab – akibat. Dari pemikiran ini dijelaskan bahwa pengetahuan yang memiliki sifat apriori tidak dapat diterima oleh akal budi manusia. Thomas Hobbes menjelaskan bahwa gerak dan materi merupakan penyabab pertama, dan hal ini ia ketahui dari pemikiran mesin Newton. Teori pengetahuan yang dikemukaan oleh Hobbes juga berpengaruh dalam konteks etika dan moral. Berdasarkan pemikirannya, Hobbes membentuk paham mengenai realisme, positifisme, dan materialisme. Akibat dari itu dinilai sangat besar, dimana manusia tidak perlu menilai mengenai kejujuran, keadilan, dan kebahagiaan karena hal tersebut tidak berhubungan dengan realitas.
Jika dilihat melalui segi etis dan kodrat, dimana Hobbes menyatakan bahwa manusia sejak dari lahir dalam dirinya akan ada pertentangan mengenai hal yang baik dan buruk. Konsep baik yang dimaksud oleh Hobbes, yakni ditujukan oleh objek nafsu. Sedangkan konsep buruk diartikan sebagai penyangkalan.
Dilihat melalui ajaran Hobbes, bahwa korupsi merupakan suatu bentuk kejahatan. Hal tersebut dinilai oleh Hobbes karena korupsi merupakan cara dalam mencari kenikmatan tubuh dan kenikmatan tersebut merupakan suatu kebenaran. Oleh karenanya, korupsi merupakan cara bijaksana untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik dalam bentuk apapun dan tidak terbatas. Demikian, seseorang yang melakukan korupsi atau yang disebut dengan koruptor merupakan seorang hedonis yang abadi.