Langkahmu terhenti di ambang pintu ruang guru saat seorang siswa datang menghampiri dengan tergopoh-gopoh. Wajahnya berkeringat dengan pakaian yang sudah tidak rapi.
"Ada apa?" tanyamu dengan raut wajah menyelidik.
"Ini sebagai bukti kalau saya tulus dengan Bu Arimbi!" Siswa tersebut dengan malu-malu menyerahkan bunga mawar kepadamu. "Saya enggak ambil dari taman sekolah kok, Bu. Saya tadi beli di depan gerbang sekolah, ada anak kecil yang jualan bunga!"
"Terima kasih!" Kamu menerima bunga itu, melirik tempat sampah lalu menatap lekat siswa tersebut yang terlihat ragu untuk bicara.
"Saya enggak peduli kalau semua siswa di sini bilang Ibu psikopat, sering hukum siswa yang buat ulah tanpa ampun, yang saya tahu Ibu lakuin semua itu karena tanggung jawab!"
Kamu tidak menanggapi ucapan siswa tersebut. Tanganmu memegang erat tangkai bunga mawar itu. "Bu, tangannya berdarah!" Siswa itu mengambil bunga tersebut dan melihat luka di jarimu. "Maaf, ternyata masih ada durinya. Maaf, Bu!"
"Arles!"
"Iya, Bu Arimbi!" Dia yang tadi menunduk kini beralih menatapmu.
Kamu tersenyum tipis dan mengambil kembali bunga itu. "Terima kasih bunganya, tapi saya enggak bisa terima bunga ini dan perasaan kamu!"
"Kenapa, Bu? Karena saya masih kecil?" Siswa itu bertanya dengan raut wajah sedih.