Keputusanku sudah Final, aku lebih memilih melanjutkan dan enggan untuk meninggalkan separuh kebahagiaanku.
Seharusnya keputusan ini dapat memecahkan masalah di keluarga kecilku, namun ternyata keputusanku justru mengundang masalah yang cukup besar, lantaran menurut kedua orang tuaku apa yang aku lakukan tidak ada gunanya sama sekali. Rasanya aku ingin menangkis semua omongan yang terlontar dari mulut kedua orang tuaku, karena ia menghina suatu hal yang membahagiakan darah dagingnya sendiri. Bukan hanya sekali dua kali, tetapi ini sudah berkali-kali. Aku tidak berani melawan apa yang di sampaikan oleh orang tuaku karena menurutku yang terpenting saat ini adalah pembuktian bukan perlawanan.Â
Aku terlahir dari keluarga berdarah pengusaha, dan aku adalah buah hati mereka satu-satunya sehingga aku memikul secercah harapan kedua orang tuaku bisa melanjutkan perjuangannya tersebut. Namun, aku menyimpang dari bayang-bayang impian orang tuaku karena ternyata aku mencintai di bidang sastra. Berkali-kali orang tuaku mengarahkanku seperti mereka namun berkali-kali itu juga aku memutuskan untuk berbelok arah karena aku sangat tidak rela meninggalkan sebongkah harapanku menjadi penulis yang sukses.
Berada di titik down sering kali aku rasakan, bahkan aku sampai-sampai membenci diriku sendiri lantaran aku berbeda dengan mereka. Tidak ada sedikitpun rasa kecintaanku di dunia usaha sejak kecil, karena aku melihat kedua orang tuaku terlalu sibuk dengan pekerjaannya. Aku benci dengan profesinya yang menjadikan orang tuaku kurang memperhatikanku sejak kecil. Aku tidak mau bernasib sepertinya karena aku ingin mempunyai banyak waktu untuk keturunanku kelak.
Mulai dari situlah dengan berawal dari menulis diary aku cinta di dunia kesastraan. Aku cinta karena aku dapat mencurahkan hatiku melalui goresan demi goresan tinta yang tertuang di lembaran buku. Teman sejak kecilku adalah buku bukan kedua orang tuaku. Hampir seharian aku bisasaja tidak bertemu dengan ayah bunda. Ketika aku terbangun mereka sudah tidak ada, dan ketika aku ingin tertidurpun mereka tidak ada di sampingku. Sehingga di awal-awal aku suka menulis orang tuaku tidak mengetahuinya.
Ketika ada berita perlombaan menulis yang ku dengar, dengan jiwa semangatku aku ingin mengikuti perlombaan tersebut. Â Hari demi hari aku lewati dengan memikirkan puisi yang seperti apa yang akan kubuat. Sampai akhirnya tibalah waktu dimana pengumpulan itu datang, dan aku hanya tinggal menunggu keputusan dewan juri. Setelah beberapa hari menunggu aku mendapatkan kabar yang sangat menggembirakan. Aku masuk dalam kategori penulis yang terbaik dan aku mendapatkan sebuah piagam penghargaan.
Berawal dari situlah aku menunjukkan bakatku kepada kedua orang tuaku.
"Ayah, bunda. Aku mendapatkan penghargaan menjadi penulis terbaik loh kemarin"Â (Ujarku dengan semangat)
Namun seperti apakah respon kedua orangtuaku?
"Sejak kapan ayah dan bunda mengajarkan kamu menjadi penulis seperti ini. kamu yakin kamu ingin menjadi penulis dengan bayaran yang tidak ada kepastian? kamu tidak mau se sukses ayah bundamu sekarang? (Ujar kedua orang tuaku dengan melempar sertifikat penghargaanku)