Mohon tunggu...
afdillah_chudiel
afdillah_chudiel Mohon Tunggu... -

Sosiolog, Penulis Buku: "Sekolah Dibubarkan Saja!" kunjungi : http://afdillahchudiel.blogspot.co.id/

Selanjutnya

Tutup

Politik

Jurus “Licik” Ahok Demi DKI 1

23 Februari 2016   21:40 Diperbarui: 24 Februari 2016   05:07 1399
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="Ahok"][/caption] 

Rencana Ahok untuk maju melalui jalur independen mendapat tanggapan yang berbeda.  Bagi pendukung Ahok, ini hal menyenangkan karena Ahok menjadi independen dan tidak perlu berkong-kalingkong dengan partai pendukung setelah terpilih nanti. Ini direspon langsung oleh relawan teman Ahok dengan target 1 juta KTP.

Tetapi bagi haters, langkah ahok juga disambut gembira, karena jika ahok mendapatkan dukungan partai, maka akan semakin sulit untuk dikalahkan.

Dan bagi pengamat, ada yang memuji langkah Ahok dan tidak sedikit juga yang underestimed karena dianggap sombong, terlalu percaya diri dan lain sebagainya.

Di berbagai media, dikupaslah satu-persatu kelemahan Ahok sebagai calon independen sebagai celah untuk menumbangkan Ahok, secara garis besar ada beberapa isu utama diantaranya,

Pertama, Ahok tidak punya uang yang banyak, sementara partai politik dapat memberikan jaminan dana kampanye buat ahok, tentunya nanti setelah terpilih kembali, ahok harus mengembalikan dana tersebut.

Kedua, Ahok tidak punya basis relawan yang militant seperti partai-partai politik yang mempunyai struktur organisasi yang jelas sampai level paling bawah.

Ketiga, gaya Ahok yang arogan dan terkesan kasar. Sementara rakyat Indonesia lebih suka yang santun dan penyayang seperti cerita di sinetron-sinetron. Karena dinilai kasar, Ahok punya banyak musuh dimana-mana. Tetapi banyak juga yang suka dengan gaya Ahok yang menyebut itu sebagai sebuah Ketegasan.

Beberapa hal di atas, dinilai sebagai peluang bagi lawan untuk mengalahkan Ahok.

Namun belajar dari pengalaman-pengalaman pemilukada sebelumnya, tampaknya para pengamat lupa kalau Ahok punya jurus-jurus “licik” sebagai seorang incumbent. Jurus-jurus tersebut terbukti ampuh dan telah digunakan oleh para incumbent pada pemilukada di daerah lain.

Mari kita lihat satu persatu,

Pertama soal Ahok tidak punya uang. Ini adalah asumsi yang salah, pengamat lupa kalau ahok punya anggaran APBD DKI sebanyak 66 triliyun yang telah disahkan  oleh DPRD DKI pada tanggal 23 Desember 2015 yang lalu. kalau Ahok bisa menggunakan dana ini semaksimal mungkin untuk memanjakan warga Jakarta lewat program-programnya. Rakyat Jakarta pasti klepek-klepek.

Disamping itu, ahok juga punya dana CSR yang potensinya setiap tahun mencapai 100 miliyar, dana ini sangat ampuh untuk menarik simpati warga Jakarta karena bisa diberikan dalam bentuk hibah.  

Ahok tinggal belajar dari jurus yang dilakukan Aher ketika memenangkan pemilu di Jawa barat tahun 2014 yang lalu. Di daerah yang mempunyai basis agama kuat, di saat akan pemilu, Aher memberikan batuan dana pembangunan untuk pesantren-pesantren dan di detik-detik terakhir Aher datang meresmikan bangunan tersebut. Hasilnya, aher juara.

Belum lagi nanti kolega, kerabat, dan pengusaha yang pro ahok yang akan memberikan sumbangan untuk kampanye ahok. Diakui, memang banyak pengusaha yang marah dan benci dengan ahok. Tetapi harus diterima juga, ketika e-budgeting diberlakukan ahok, banyak juga pengusaha yang diuntungkan dan bahkan pengusaha lebih senang karena untuk mendapatkan proyek tidak perlu lagi harus menyuap dan melobby sana sini.

Kedua, ahok tidak punya basis relawan yang kuat seperti partai politik. Ini salah besar, partai Ahok bernama Pemda DKI Jakarta.  

Mari kita balik pertanyaan, apakah benar partai politik mempunyai basis yang kuat di DKI? Bercermin dari hasil pileg di DKI tahun 2009 dan 2014, ternyata tidak ada partai yang benar-benar mempunya basis yang kuat di Jakarta. Tahun 2009 dimenangkan Partai Demokrat, semua tahu itu karna faktor SBY. Tahun 2014 dimenangkan PDIP, siapa lagi kalau bukan Jokowi. Gerindra membuat kejutan naik ke posisi dua yang pasti karena Prabowo, PKS terjun Bebas, dan Golkar naik sedikit. Lihat data berikut
:

Pemilu 2009

1.       Demokrat 35.03 Persen

2.       PKS : 18.39 Ppersen

3.       PDIP: 11.19 persen

4.       Golkar: 6, 21 perwsen

5.       Gerindra: 5.71 persen

6.       PPP 4.6 Persen

7.       PAN : 3,7 Persen

8.       PDS: 3.49 persen

9.       Gab. P Kecil 7.69 persern

10.   Gab. P. Islam 3.93 persen

Pemilu 2014

1.       PDIP: 27,15 persen

2.       Partai Gerindra: 13,06 persen

3.       Partai Nasdem: 4,54 persen

4.       PPP: 9,97 persen

5.       PKS: 9,35 persen

6.       PKB: 5,73 persen

7.       Partai Golkar: 8,29 persen

8.       Partai Demokrat: 7,96 persen

9.       Partai Hanura: 7,87 persen

10.   PAN: 3,81 persen

11.   PBB: 1,34 persen

12.   PKPI: 0,93 persen
 

Dan satu hal lagi dan sudah jadi rahasia umum, kader partai itu berjalan karena ada uang. Jadi wajar saja setiap kampanye ada seorang yang ikut kampanye dari partai yang berbeda-beda. Yang penting dapat uang saku dan juga kaos gratis.

Jika dibandingkan dengan teman ahok yang sampai saat ini telah mengumpulkan lebih dari 700.000 KTP, siapa yang lebih militant? Kira-kira kader partai mau nggak mengumpulkan KTP sebanyak itu?.

Ada lagi pernyataan yang menanyakan, apakah ahok punya relawan akan menjadi saksi untuk 17.000 lebih TPS. Soal saksi itu hanya soal uang. Mulai dari pengangguran sampai mahasiswa, asal ada ongkos, bisa di bayar. Ini juga berlaku untuk saksi dari partai yang lain.  

Tapi ada kekuatan yang tidak bisa diremehkan dari Ahok. Relawan terselubung yang di sebut PNS. Banyak memang PNS yang tidak suka dengan Ahok. Tetapi budaya di birokrat itu adalah “atasan selalu benar”, kalau tidak mau ikut atasan, siap-siap dimutasi ke tempat paling menyedihkan. Jika tidak percayam, silahkan tanya kepada teman -teman PNS .

Ahok tinggal mengumpulkan para pejabat, mulai dari para walikota, kepala dinas dan kepala badan. Serta, menginstruksikan untuk mengamankan suara buat ahok melalui kerja di lapangan dan kampanye-kampanye terselubung. Siapa yang berani membantah? Suara pimpinan adalah suara tuhan.

Bagi pejabat-pejabat tersebut, tidak ada salahnya mengamankan suara buat Ahok dengan iming-iming jabatan. Kalau tidak mau mendukung Ahok, siap-siap saja ketika Ahok kembali terpilih mereka jangan berharap dapat jabatan lagi. Tapi kalau ahok kalah, posisi akan kembali ke titik nol. Jadi pilihannya lebih baik mengamankan suara untuk Ahok demi jabatan. Instruksi ini terus mengalir sampai ke kecamatan, lurah, RW dan RT. Dari kadis, ke Kabag, Kasi, sampai staff. Jadi, meskipun dalam hati bersungut-sungut, tetapi itulah salah satu kemalangan yang dimiliki PNS, Bekerja untuk atasan walaupun berlawanan dengan hati nurani.

Tapi ada juga jurus-jurus lainnya yang  dimiliki ahok dan tidak dimiliki calon yang lain. Dan ini juga belajar dari para incumbent sebelumnya. Pasanglah poster dan baliho dimana-mana dengan menggunakan pesan layanan masyuarakat. Udah gratis, pakai uang negara. Tetapi ini legal.

Selain itu, incumbent juga jadi media darling, dengan membuat sedikit sensasi, para awak media akan ngekor kemana-mana. Tidak seperti calon lainnya yang harus bayar media untuk meliput kegiatan mereka secara khusus.

Untuk gaya ahok yang kasar, ini mungkin masih jadi perdebatan. Kita tidak pungkiri bahwa orang Indonesia sangat melankolis sehingga tidak suka dengan arogansi dankeras. Tapi masyarakat Jakarta seharusnya lebih cerdas karena tinggal di ibu kota harusnya lebih rasional melihat kekasaran Ahok yang efektiv untuk mengurusJakarta yang dikuasai Preman, mulai dari preman jalanan sampai preman di parlemen. Memang Ahok mempunyai banyak musuh, tetapi lihatlah siapa musuh-musuh Ahok. apakah rakyat, atau preman yang selama ini menikmati jakarta dengan cara-cara premanisme dan ilegal. Silahkan masyarakat Jakarta yang tentukan. 

Nah, itulah keuntungan menjadi incumbent. Memiliki sejuta jurus “licik” yang membuat lawan ketar-ketir dan makan hati, sayangnya itu hanya dimiliki oleh Ahok. Hebatnya lagi, sebagian besar jurus-jurus tersebut dilegalkan. Sebaiknya,  calon lawan Ahok berfikir matang-matang sebelum maju bersaing melawan Ahok, agar tidak menjadi buntung.

Tapi ngomong-ngomong soal kelicikan ini masih menjadi perdebatan. Bagi pendukung Ahok, mereka menganggap ini adalah "cerdik" karena pintar memanfaatkan peluang. sedangkan bagi Haters, ini kelicikan dengan memanfaatkan keuntungan sebagai incumbent. Ibaratkan lomba lari, Ahok sudah berlari jauh duluan sedangkan pesaing masih pemanasan.  Jadi wajar nanti kalau Ahok juara. Tapi kalau Ahok kalah, dia memang tidak "licik" dan juga tidak cerdik atau karena lawan Ahok lebih Licik lagi. 

Antara kelicikan dan kecerdikan terkadang susah dibedakan. tergantung kacamata kita masing-masing. kalau kita dirugikan makan ini akan di anggap licik. tetapi jika kita yang diuntungkan maka ini dianggap cerdik. Siapapun itu, kita berharap jakarta dipimpin oleh orang yang baik.

 

Salam damai

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun