Pertama soal Ahok tidak punya uang. Ini adalah asumsi yang salah, pengamat lupa kalau ahok punya anggaran APBD DKI sebanyak 66 triliyun yang telah disahkan oleh DPRD DKI pada tanggal 23 Desember 2015 yang lalu. kalau Ahok bisa menggunakan dana ini semaksimal mungkin untuk memanjakan warga Jakarta lewat program-programnya. Rakyat Jakarta pasti klepek-klepek.
Disamping itu, ahok juga punya dana CSR yang potensinya setiap tahun mencapai 100 miliyar, dana ini sangat ampuh untuk menarik simpati warga Jakarta karena bisa diberikan dalam bentuk hibah. Â
Ahok tinggal belajar dari jurus yang dilakukan Aher ketika memenangkan pemilu di Jawa barat tahun 2014 yang lalu. Di daerah yang mempunyai basis agama kuat, di saat akan pemilu, Aher memberikan batuan dana pembangunan untuk pesantren-pesantren dan di detik-detik terakhir Aher datang meresmikan bangunan tersebut. Hasilnya, aher juara.
Belum lagi nanti kolega, kerabat, dan pengusaha yang pro ahok yang akan memberikan sumbangan untuk kampanye ahok. Diakui, memang banyak pengusaha yang marah dan benci dengan ahok. Tetapi harus diterima juga, ketika e-budgeting diberlakukan ahok, banyak juga pengusaha yang diuntungkan dan bahkan pengusaha lebih senang karena untuk mendapatkan proyek tidak perlu lagi harus menyuap dan melobby sana sini.
Kedua, ahok tidak punya basis relawan yang kuat seperti partai politik. Ini salah besar, partai Ahok bernama Pemda DKI Jakarta. Â
Mari kita balik pertanyaan, apakah benar partai politik mempunyai basis yang kuat di DKI? Bercermin dari hasil pileg di DKI tahun 2009 dan 2014, ternyata tidak ada partai yang benar-benar mempunya basis yang kuat di Jakarta. Tahun 2009 dimenangkan Partai Demokrat, semua tahu itu karna faktor SBY. Tahun 2014 dimenangkan PDIP, siapa lagi kalau bukan Jokowi. Gerindra membuat kejutan naik ke posisi dua yang pasti karena Prabowo, PKS terjun Bebas, dan Golkar naik sedikit. Lihat data berikut
:
Pemilu 2009
1.      Demokrat 35.03 Persen
2.      PKS : 18.39 Ppersen
3.      PDIP: 11.19 persen
4.      Golkar: 6, 21 perwsen