Ada Danau Anggi Giji dan Anggi Gida. Sudah banyak cerita dan artikel yang membahas tentang eloknya Danau Anggi di Kab. Pegunungan Pegaf, namun akan berbeda bagaimana pengalaman dibalik cerita itu.
Akan menjadi penyesalan dan selalu galau, jika belum pernah ke dearah yang menjadi tujuan wisata saat berdinas di Papua Barat.Â
Naasnya akan menjadi sasaran "bullyan" oleh rekan-rekan kantor yang pernah ke salah satu daerah wisata kepada rekannya yang belum pernah mengunjungi daerah tersebut. Itu hanya dapat menjadi pendengar yang baik saat mereka dengan sombongnya bercerita pengalaman jalan-jalan.
Mungkin itu salah satu motivasi yang membuat orang-orang membuat rencana untuk camping ke suatu objek wisata hanya. Namun jika hanya ada rencana tampa usaha yang nyata untuk mewujudkan rencana maka itu hanya menjadi mimpi.Â
Segala cara digunakan untuk mendapat dukungan dan teman perjalanan untuk mengunjungi daerah wisata tersebut, dengan mencari teman seperjuangan yang belum pernah atau yang pernah yang ingin mengulang petualangannya.Â
Itulah yang terjadi pada saya dan teman-teman kantor, karena merasa iri dengan cerita orang-orang yang pernah ke Danau Anggi di Pegunungan Arfak (Pegaf).
Dengan modal keinginan yang kuat dan saling mengingatkan rencana dan saling mendukung untuk mewujudkan rencana agar tidak hanya menjadi wacana untuk ke danau Anggi maka kami mempersiapkan segala sesuatu dari kendaraan, tenda camping, logistik dan alat-alat masak yang dapat mendukung bertahan hidup di ketinggian 2000 dpl.
Rombongan petualang kelas musiman dengan mengunakan 1 mobil double garden milik kantor dan 3 Motor yang belum memenuhi syarat untuk touring ke medan yang ektrem yang seharusnya menggunakan motor trail dengan ban kembang tahu, namun karena modal nekat dan prinsip "gimana nanti aja" maka berangkat dengan gagah berani naik ke Pegunungan Arfak.
Jika banyak jalan menuju ke Roma, namun berbeda jika ke Pegunungan Arfak hanya ada 2 jalur, jalur pertama dari Manokwari-Ransiki-Pegaf yang jalannya relative tidak menanjak dan cepat dan jalur kedua Manokwari-Warmare-Pegaf dimana lebih menantang lebih menanjak dan jalan masih belum bersahabat karena masih jalan darurat.Â
Rombongan mengambil keputusan bersakit-sakit dahulu bersenang-senang kemudian dengan mengambil jalan yang sulit dahulu karena masih fit dan saat akan kembali ke manokwari mengunakan jalan mudah mengingat kondisi tubuh sudah lelah.
Perjalanan pembuka dari warmare melewati gerbang pembuka kabupaten Pegunungan Arfak, menyambut para petualang nekat dengan formasi 3 motor di depan dan 1 mobil di belakang agar dapat saling memonitor kondisi rekan-rakan yang lain.Â
Sepanjang perjalanan kami banyak menemukan para petualang-petulang bermotor yang sedang beristirahat dan menunggu giliran, karena ada truk yang mengangkut kayu yang sedang dibantu oleh truk lainnya untuk melewati jalan tanjakan ektrem yang panjang dan jalan yang rusak.
Berhenti di pinggir aliran sungai untuk beristirahat dan berfoto ria dengan background pemandangan alam dan rumah kaki seribu sebagai barang bukti bahwa pernah masuk ke pedalaman papua.
Perjalanan yang menghabiskan waktu 4 jam hingga tiba di Ibu kota kabupaten Pegunungan Arfak. Mengunjungi landasan pesawat sambil berfoto-foto dan membuat video keberhasilan telah sampai ke Pegunungan Arfak.Â
Mengunjungi Pos Militer yang ada di sana untuk melaporkan diri dan beristrahat sejenak sebelum melanjutkan perjalanan ke Danau Anggi di mana telah terlihat urat-urat jalan yang berliuk-liuk menanjak di atas ketinggian. Diperkirakan memakan waktu 45 menit (karena banyak berhentinya) sampai ke puncak bukit Kobrey di mana Danau Anggi berada.
Sepanjang jalan melawati beberapa kampung, masyarakat berada didepan rumahnya membakar kayu-kayu dan ranting-ranting pohon untuk menghangatkan badan.Â
Kelompok motor menunggu teman-teman yang mengunakan mobil di persimpangan jalan menuju puncak bukit, sekali lagi untuk membuat video keberhasilan telah tiba di puncak dan berfoto di Patok Papan bertuliskan "WELCOME TO ANGGI".
Sunyinya senja di puncak bukit terganggu dengan riuhnya para petualang dadakan yang sibuk mendirikan tenda dengan motor sebagai tiangnya. Dan ada yg sibuk mencari sleeping bag yang hilang yang ternyata terjatuh jungkir ke bawah bukit yang baru ditemukan saat pagi hari.
Ekspetasi bisa santai memandangi bintang dan pantulan bulan di danau sambil menikmati makan malam mie rebus spesial plus telur dan teh panas, namun kalah dengan serangan dingin yang menyerang sampai menembus tenda. Kenyataannya hanya dapat berteriak-teriak dalam selimut menahan dingin.Â
Namun ada pula yang kebal dingin masih menikmati malam sampai api telah habis memakan kayu bakar. Ada yang merasa aman tidur di mobil, namun dingin tetap dapat menembus body mobil. Adapula cerita tragedi sendal terbakar didalam tenda karena membuat api didalam tenda tampa sengaja membakar sendal.
Malam terasa panjang karena gelisah menahan serangan angin dingin, sampai dengan pagi hari dingin masih terasa dan berharap matahari pagi segera naik agar dapat mengusir dinginnya pagi.Â
Matahari naik dengan perlahan memamerkan cahayanya yang menyilaukan mata. Perut lapar memaksa untuk memasak lagi, menghidupkan kembali api sisa-sisa pembakaran tadi malam.
Dengan menu spesial mie rebus telur di hidangkan dengan teh/kopi manis dan bersiap2 untuk membongkar tenda serta berkemas-kemas untuk turun bukit dengan arah jalur kembali Pegaf-Ransiki-Manokwari yang rutenya lebih baik dari rute berangkat.
Bermain air di danau Anggi, berenang, berendam dan berlari-lari dan menyelam sebentar. Tubuh menjadi segaaaar, dan siap melanjutkan perjalanan kembali ke Manokwari menyusuri jalan yang menurun sehingga terasa cepat tiba di ransiki dan istirahat untuk mengisi perut agar tubuh ada tenaga kembali sebelum tiba di kota Manokwari.
Salam Papua Barat....