Media memiliki posisi yang "seksi" dalam menetukan arah atau opini public yang diinginkan oleh pemodal. Media tidak hanya menjadi sarana/corong pemberitaan realitas yang terjadi di masyarakat, akan tetapi juga dijadikan sebagai alat memuluskan berbagai kepentingan oleh berbagai pihak.
Seorang politisi menggunakan media untuk mencitrakan dirinya sehingga mampu menarik suara pemilih. Pemodal menjadikan media sebagai alat pertimbangan untuk menentukan arah investasinya atau bahkan menjadikan media sebagai marketing untuk mempromosikan produknya sehingga dikenal ke seluruh seantero negeri.
Untuk mewujudkan berbagai keinginan tersebut, ada sebuah istilah yang diungkapkan oleh para ahli komunikasi dalam menjelaskan strategi doktrinisasi tersebut, yaitu propaganda. Propaganda secara efektif dipergunakan oleh Amerika Serikat, dan Rusia dalam perang dingin untuk memperkuat barisan sekutu dan menyerang lawan musuh, sehingga menguatkan posisi tawar mereka dalam perang media tersebut. Rusia menyerang kapitalisme US, sebaliknya US mengolok-olok komunisme Rusia dengan berbagai media yang ia miliki. Â Pada intinya adalah propaganda merupakan saluran efektif untuk dijadikan peluru yang mematikan bagi musuh.
Isu Cadar, Propaganda Media Bukan Masalah Agama
Cadar telah menjadi perbincangan yang tidak pernah berujung, dan penuh dengan perdebatan tiada akhir. Tidak ada kesimpulan yang bersifat absolut tentang posisi cadar dalam agama islam. Ada yang mengatakan mubah (dibolehkan), Â sunnah (dianjurkan), wajib (diharuskan), bahkan ada diantara ulama klasik yang menyatakan penggunaan cadar adalah sesuatu yang makruh (dibenci) apabila penggunaannya bertentangan dengan kebiasaan masyarakat setempat. Â Â
Perdebatan tentang penggunaan cadar menjadi hot topic dalam pemberitaan media dalam beberapa minggu terakhir. Beberapa Institusi Perguruan Tinggi Islam dianggap membelenggu kebebasan beragama masyarakat dengan diterbitkannya berbagai aturan berpakaian yang secara eksplisit melarang penggunaan cadar dalam lingkungan kampus.
Penggunaan cadar dianggap sebagai sebuah pelanggaran kode etik berpakaian yang telah ditetapkan pemangku kepentingan dalam organisasi kampus. Buntut dari pelarangan ini adalah terjadinya berbagai aksi demonstrasi berbagai ormas di lingkungan kampus yang melarang pemnggunaan cadar tersebut.
Aturan berpakaian merupakan sesuatu kebudayaan yang dilahirkan oleh masyarakat dan berkaitan dengan kehidupan dan adat istiadat masyarakat setempat. Di Indonesia, sarung digunakan sebagai pakaian" ibadah" oleh masyarakat muslim, khususnya kalangan santri, sedangkan dalam kebudayaan masyarakat muslim di Timur Tengah, sarung hanyalah pakaian rumahan yang dianggap "aneh" apaila digunakan di luar rumah, dan sama sekali tidak ada hubungannya dengan agama islam.
Begitu juga masalah cadar, penggunaannya lebih dekat dengan kebiasaan/adat dibanding ibadah atau suatu ajaran agama, hal ini termaktub dalam buku yang diterbitkan oleh pemerintah republik Mesir yang ditulis oleh Beberapa Ulama besar sperti Grand Syeik Azhar, Mufti Mesir, dan pemikir islam Syeik M. Ghazali.
Jadi, hingar bingar dan maraknya isu cadar tidak lebih dari isu yang ditunggangi kepentingan berbagai pihak untuk mencari panggung dan meluapkan nafsu kebenciannya kepada pihak yang diserang. Oleh karena itu, sudah seharusnya lah masyarakat harus lebih cerdas dan tidak mudah terprovokasi dengan berbagai isu yang ada. Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H