Mohon tunggu...
Yusuf Afandi
Yusuf Afandi Mohon Tunggu... Dosen - Seorang yang senang mengutak atik media

Traveller yang suka naik gunung, turun ke lembah mencari air terjun dan berakhir di pulau untuk menikmati indahnya matahari di senja hari....instagram.com/yusufafandi18

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Isu Cadar dan Propaganda Media

23 Maret 2018   11:18 Diperbarui: 23 Maret 2018   11:23 767
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(sumber gambar: krjogja.com)

Media social dan masyarakat modern adalah dua hal yang tidak dapat terpisahkan dalam kehidupan saat ini. Aktifitas dan mobilitas kaum urban dan generasi jaman now, menjadikan sosmed tidak hanya sebagai pendukung aktifitas kehidupannya, akan tetapi telah berubah menjadi sesuatu hal yang lebih privat yaitu menjadi lifestyle.

Media social pada awalnya hanya merupakan sebuah platform atau sarana untuk berbagi cerita, gambar, video dan perasaan yang lebih menekankan kepada aspek pergaulan dan silaturrahim atau connectivitas antara satu orang dengan komunitas atau teman di sekitarnya.

Ketika seorang pemuda jatuh cinta kepada seorang wanita, maka ia akan meluapkan rasa cintanya yang menggebu-begu dengan berbagai ungkapan puitis dan nyanyian romantis, sehingga wanita yang disukainya pun akan menerima perasaan laki-laki tersebut. Atau ketika seseorang melakukan perjalanan wisata ke suatu tempat yang indah, maka media social menjadi tempat berbagi pengalamannya.

Hal ini kan menciptakan sensasi tersendri bagi seseorang yang berbagi dalam akun media sosialnya. Kelegaan, kepuasan, kebanggaan, atau kesenangan adalah sensasi unik yang muncul ketika cerita, foto, dan video yang ia share, mendapatkan respon berupa comment, like, atau di share ke timeline orang lain.   

Melihat tingginya trafik kunjungan masyarakat ke berbagai platform media social di Indonesia. Sebagian pihak mulai mengalihkan berbagai sisi bagian kehidupannya ke dunia maya ini. Mulai dari sisi ekonomi, media social menjadi media iklan yang lebih terasa efektif bagi berbagai perusahaan untuk mempromosikan produknya di banding dengan cara yang konvensional seperti pemasangan iklan di Koran, radio atau media lainnya.

Bahkan, banyak generasi muda tertarik berbisnis di media social atau hanya sekedar untuk meng endorseproduk orang lain. Hal ini tentu menghasilkan pundi-pundi keuangan yang tidak sedikit.

Tokoh politik pun, mulai melirik media social sebagai ajang pengenalan atau promosi untuk menarik minat masyarakat untuk menjadi bagian dari usaha politiknya dan berupaya untuk mempengaruhi pemikiran masyarakat. Bahkan ada sebuah istilah tweetwaryang menggambarkan perang opini antar tokoh masyarakat/politik yang membahas suatu isu kemudian saling berbalas opini, seperti tweetwar antara fahri hamzah dengan Mahfud MD. 

Berbagai peristiwa ini, menunjukkan telah terjadinya perubahan tren, media komunikasi masyarakat milenial yang sebelumnya lebih tertarik dengan media seperti Koran \, radio, televisi untuk menyampaikan pemikirannya, atau dalam upaya mepengaruhi orang lain.

Propaganda, peluru yang mematikan

Akhir-akhir ini, isu cadar kembali merebak di berbagai media local, dan nasional. Masyarakat dibuat bingung dengan berbagai pemberitaan yang seolah tidak berimbang dalam menanggapi permasalahan ini. Beragam respon ditampilkan oleh berbagai masyarakat, yang diluapkan dalam laman media social mereka.

Cacian, hinaan, dan berbagai respon negatif ditujukan kepada perguruan tinggi yang dianggap melanggar hak asasi beragama seseorang. Label liberal, sekuler seolah hasil yang tidak dapat ditolak, dari berbagai pemberitaan yang dilakukan secara massiv oleh berbagai media.

Media memiliki posisi yang "seksi" dalam menetukan arah atau opini public yang diinginkan oleh pemodal. Media tidak hanya menjadi sarana/corong pemberitaan realitas yang terjadi di masyarakat, akan tetapi juga dijadikan sebagai alat memuluskan berbagai kepentingan oleh berbagai pihak.

Seorang politisi menggunakan media untuk mencitrakan dirinya sehingga mampu menarik suara pemilih. Pemodal menjadikan media sebagai alat pertimbangan untuk menentukan arah investasinya atau bahkan menjadikan media sebagai marketing untuk mempromosikan produknya sehingga dikenal ke seluruh seantero negeri.

Untuk mewujudkan berbagai keinginan tersebut, ada sebuah istilah yang diungkapkan oleh para ahli komunikasi dalam menjelaskan strategi doktrinisasi tersebut, yaitu propaganda. Propaganda secara efektif dipergunakan oleh Amerika Serikat, dan Rusia dalam perang dingin untuk memperkuat barisan sekutu dan menyerang lawan musuh, sehingga menguatkan posisi tawar mereka dalam perang media tersebut. Rusia menyerang kapitalisme US, sebaliknya US mengolok-olok komunisme Rusia dengan berbagai media yang ia miliki.  Pada intinya adalah propaganda merupakan saluran efektif untuk dijadikan peluru yang mematikan bagi musuh.

Isu Cadar, Propaganda Media Bukan Masalah Agama

Cadar telah menjadi perbincangan yang tidak pernah berujung, dan penuh dengan perdebatan tiada akhir. Tidak ada kesimpulan yang bersifat absolut tentang posisi cadar dalam agama islam. Ada yang mengatakan mubah (dibolehkan),  sunnah (dianjurkan), wajib (diharuskan), bahkan ada diantara ulama klasik yang menyatakan penggunaan cadar adalah sesuatu yang makruh (dibenci) apabila penggunaannya bertentangan dengan kebiasaan masyarakat setempat.   

Perdebatan tentang penggunaan cadar menjadi hot topic dalam pemberitaan media dalam beberapa minggu terakhir. Beberapa Institusi Perguruan Tinggi Islam dianggap membelenggu kebebasan beragama masyarakat dengan diterbitkannya berbagai aturan berpakaian yang secara eksplisit melarang penggunaan cadar dalam lingkungan kampus.

Penggunaan cadar dianggap sebagai sebuah pelanggaran kode etik berpakaian yang telah ditetapkan pemangku kepentingan dalam organisasi kampus. Buntut dari pelarangan ini adalah terjadinya berbagai aksi demonstrasi berbagai ormas di lingkungan kampus yang melarang pemnggunaan cadar tersebut.

Aturan berpakaian merupakan sesuatu kebudayaan yang dilahirkan oleh masyarakat dan berkaitan dengan kehidupan dan adat istiadat masyarakat setempat. Di Indonesia, sarung digunakan sebagai pakaian" ibadah" oleh masyarakat muslim, khususnya kalangan santri, sedangkan dalam kebudayaan masyarakat muslim di Timur Tengah, sarung hanyalah pakaian rumahan yang dianggap "aneh" apaila digunakan di luar rumah, dan sama sekali tidak ada hubungannya dengan agama islam.

Begitu juga masalah cadar, penggunaannya lebih dekat dengan kebiasaan/adat dibanding ibadah atau suatu ajaran agama, hal ini termaktub dalam buku yang diterbitkan oleh pemerintah republik Mesir yang ditulis oleh Beberapa Ulama besar sperti Grand Syeik Azhar, Mufti Mesir, dan pemikir islam Syeik M. Ghazali.

Jadi, hingar bingar dan maraknya isu cadar tidak lebih dari isu yang ditunggangi kepentingan berbagai pihak untuk mencari panggung dan meluapkan nafsu kebenciannya kepada pihak yang diserang. Oleh karena itu, sudah seharusnya lah masyarakat harus lebih cerdas dan tidak mudah terprovokasi dengan berbagai isu yang ada.  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun