Mohon tunggu...
Aqiella Fadia Rizqi
Aqiella Fadia Rizqi Mohon Tunggu... Freelancer - Imperfect Zero Waste Fighter

Bumi, yang kuat ya

Selanjutnya

Tutup

Diary

Jangan Takabur: Sebuah Catatan Mahasiswi Semester Empat Belas

10 Mei 2023   02:40 Diperbarui: 10 Mei 2023   02:41 100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Gak tau kenapa, aku bisa menghasilkan sekitar 4 artikel di luar kepala(tertulis dengan lancarnya) langsung di dashboard Kompasiana.

Juga beberapa catatan artikel yang ingin aku unggah yang sampai sekarang masih belum lengkap di notes.

Heran aja gitu sama diriku ini! 

"Kufur nikmat!" Kata Hamdani (temen seperjuangan semester ujung-14) begitu kami tanpa sengaja bertemu di kursi dekat ruang program studi(prodi) Ilmu Komunikasi UIN Sunan Kalijaga.

Jadi begini kronologinya,

Aku masuk kuliah tahun 2016-kayaknya terlalu jauh kalau cerita dari sini deh.

Oke, intinya tidak pernah ada masalah apapun dalam studiku. Tidak pernah ada mata kuliah yang nilainya C/harus mengulang. KKN sesuai jadwal, di semester antara 6 ke 7, mulai bulan Juli-Agustus 2019. 

Bahkan masih segar diingatanku ketika kali pertama aku bertemu kelompok KKN dan akan survei lokasi tugas kami. Saat itu aku baru saja mendapatkan pemberitahuan tentang penetapan Dosen Pembimbing Skripsi-ku. Dan entah diantara 6 temanku yang lain (Tita, Ratna, Mifa, Unyur, Lukman, mas Rohmat) bagaimana sistem skripsi di prodi mereka. Tapi aku dengan gagah menceritakan progresku yang belum semester 7 tapi sudah bisa mulai mengerjakan tugas akhir a.k.a skripsi.

(1) rasanya aku 'lebih' dari mereka aja. Agak menyepelekan karena yakin aku yang akan lebih dahulu lulus. Prett!

Sumpah ya Tuhan sekarang saya tahu betul kalau kesombongan jalan pintas menuju kehancuran!

"Sombong amat" riill apa yang dibilang Adik Ridwan.

Long short story, setelah KKN 50 hari, aku masih harus Kuliah Kerja Komunikasi (K3) semacam magang sesuai penjurusan gitu minimal satu bulan. Aku lupa magangku di Yayasan Pioneer Indonesia itu satu atau dua bulan. Yang jelas, awal tahun 2020 itu tuntas SKS ku tinggal skripsi.

Yaa adalah beberapa ujian yang belum. (2) menyepelekan lagi.

Alur skripsi di prodiku itu cukup jelas dan (kata anak prodi Psikologi-kalo dibanding mereka) lebih mudah.

Ketika kamu sudah menyelesaikan mata kuliah, kamu hanya perlu melampirkan Kartu Hasil Studi(KHS) Kumulatif selama periode menjadi mahasiswa-Tema/bab 1 tentang penelitian yang dipilih(beserta opsi tema lain) lantas mengajukan permohonan Dosen Pembimbing Skripsi (DPS).

Cukup 3 hari-bahkan mungkin sekarang waktunya lebih singkat-, kamu akan diinformasikan hasil musyawarah tim skripsi soal siapa DPS yang akan pusing memikirkan masa depan kita!

Jika dilampiran pengajuan sudah terlampir BAB 1 alakadar yang kamu susun sendiri, DPS biasanya lebih cepat kerja juga dengan memberikan masukan, diskusi maupun koreksi atas tema yang ingin diteliti.

Saat dirasa cukup memuaskan dan bisa dipertanggungjawabkan, maka waktunya mengajukan Sidang Seminar Proposal yang akan dihadiri Dosen Penguji 1 sebagai pembahas utama, setelah sebelumnya sudah dilakukan pemaparan>pertanyaan/sanggahan dari 5 mahasiswa terpilih(pembahas proposal skripsi). 

Nah, jika ada revisi pasca seminar proposal, maka Dosen Penguji 1 inilah yang pertama kali ditemui. Setelah ada persetujuan beliau, lanjut ke DPS, jika lancar langsung bisa memulai penelitian.

Maret 2020 aku seminar proposal. Revisiannya cukup banyak. Bahkan cukup fundamental a.k.a aku 'dibantai' di ruang sempro.

Entah April atau Juni ada Festival Anak Sholeh Indonesia (FASI X) se DIY yang mana aku terlibat jadi tim dokumentasi. Healing pasca seminar proposal niatku.

Lantas Covid-19 mulai serius. Tempat penelitianku ruang publik. So pasti tutup! Misal pun buka, akan sangat sulit mendapatkan narasumber/informan untuk diwawancara.

Menyepelekan part (3) lah yang terjadi.

Selambat siput pergerakan skripsiku. Aku selesai penelitian dengan banyak mengubah proposal/bab 1 versi sebelum Covid-19.

Banyak hal terjadi, terlewati dan jujur banyak yang ku sesali. Kenapa 2021-2022 tidak kunjung nyelesein naskah siihhh!!!!

Bahkan dengan aku menulis artikel ini bisa dibilang takabur a.k.a nyepeleinnya masih ada! Entah sudah part ke berapa ratus! Astaghfirullah.

Wong revisi pasca sidang/pendadaran masih belum selesai. Dalihku karena gak nemu literatur lah! Gak bisa rangkai kata-kata lah! Gak ada waktu ngetiknya lah! Tapi ini bisa ngetik 600 kata lebih sejak jam 01.50 sampai 02.32 pagi.

Mohon doanya guis. Besok Kamis (11/05) ini aku akan menghadap pak Siantari, dosen Penguji 2 ku untuk menyerahkan revisi penelitian kali keduaku. Semoga tidak lagi ada revisi~bisa lanjut ke Penguji 1, bapak Fajar Iqbal terluv.

(Semoga orang yang kenal aku di real life gak baca artikel ini sih. Hehe)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun