Mohon tunggu...
Muhammad Afadh
Muhammad Afadh Mohon Tunggu... -

Tidak ada yang istimewa dari saya selain berusaha untuk terus menjadi lebih baik dan menemukan jalan pulang dengan tenang.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Oh, Engkau

11 Oktober 2010   20:26 Diperbarui: 26 Juni 2015   12:30 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Belajar memahamimu, aku

tiba-tiba menjadi laki-laki paling tolol, engkau rumit seperti angin

yang dikirim Mikail: kurasakan namun selalu tak terjangkau. Aku

mengimani keagunganmu, sebagaimana ranting yang merunduk ketika angin

bertiup. Engkau yang tidak bisa ditaklukkan oleh waktu, tak terjamah

oleh cengkraman musim. Aku tidak gugup melihatmu, karena engkau

diciptakan Tuhan begitu puitis, tapi aku gugup karena sekuntum senyummu

yang semilir angin mempecundangi pori-pori mimpiku di tengah tidurku

yang paling magis.

Aku mengamini keanggunanmu, sebagaimana panas yang menyingkir

ketika datang gelap. Engkau yang tak tergapai oleh nalar, tak

tertampung oleh perasaan. Aku tidak sanggup meyakinkanmu, bukan karena

kelahiranmu yang mistis, aku tidak sanggup meyakinkanmu, karena

anggukanmu yang filosofis mempraharai perahu kayu yang memuat semua

balok mimpiku menjadi pupus.

Engkau adalah parade keindahan yang Tuhan pawaikan untukku. Denganmu,

Tuhan ingin mengatakan kepadaku: “Dengannya, engkau akan melampaui

batas erotisme kabut dan pagi, karena di sinilah kupendam senoktah rahasiaKu, kutitipkan sebagian pengetahuanKu”.

Tuhan benar, aku tersesat sebelum menemukanmu di sini.

Tapi tentu saja Tuhan tahu jejak keraguanku membaca epistem

kosmologi itu, karena engkaulah miniatur dari semesta itu

sendiri.Engkau adalah kosmos yang diperdebatkan para teolog dari masa

ke masa, dari dulu engkau selalu sajak kegalauanku, karena engkau

selalu menyimpan di dasar airmu yang senyap keluasan pertanyaan tak

berbatas, namun tak pernah menyediakan jawaban.

Atau jika aku mendekatimu dengan filsafat, aku tahu kelahiranmu adalah awal keruntuhan

filsafat positivme, sebab melihatmu kebenaran itu sendiri, aku selalu yakin, engkaulah nilai itu. Mengejamu, aku tidak perlu piranti pengetahuan tertentu, sebab dengan bersamamu, pengetahuan

itu akan kutemukan sendiri, bahwa engkau sebenarnya bersemayam di balik

lirik puisi.

Oh, engkau yang menjadi simbol keserasian jagad raya...!

Istirahlah bersama

mimpi-mimpiku yang ajaib!

Musikku adalah kepiluan panjang, orkestra kecemburuan dan petikan

harpa yang ragu. Tidak ada nyanyian di sini. Karena mencintaimu adalah

kemerdekaanku, kemerdekaan tanpa tugu peringatan dan tanpa bulan madu.

Kairo, 15 Agustus 2010.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun