"Dari yang saya baca, mereka menyimpulkan bahwa prasasti ini, menjelaskan tentang lokasi rumah kertas." Citra mengambil foto prasasti, matanya tak berkedip melihat batu yang diselimuti lumut hijau tua.
"Apa ada yang salah?" Rektor mengernyitkan dahinya.
"Ya, prasasti ini tidak menuliskan tentang rumah kertas, melainkan sebuah perpustakaan."
Rektor dan polisi saling pandang, mereka mengangguk, seolah memberi sebuah kode. Citra yang sejak awal merasa tidak nyaman, mulai memberanikan dirinya untuk menanyakan kejanggalan yang menggantung di ruangan itu. Ia merasa, bukan tupoksinya bagi polisi, untuk masuk ke ranah arkeologi dan filologi.
"Nanti akan kami jelaskan detailnya di jalan," ujar seorang polisi.
Hari itu, Citra langsung terbang ke Jawa Barat. Di perjalanan, polisi yang mendampinginya menjelaskan kalau, para arkeolog yang dikirim ke gua itu, sebenarnya tidak hanya menemukan sebuah prasasti. Temuan itulah yang menyebabkan pemerintah memperketat keamanan, melibatkan pihak kepolisian, dan menaikkan status temuan ini menjadi: "rahasia negara".
Sesampainya di Jawa Barat, ia dibawa ke Desa Ciater, dan dipertemukan dengan para arkeolog sudah lebih dahulu berada di sana. Citra mulai mempelajari data temuan para arkeolog ini. Â Betapa terkejutnya Citra, saat mendengar cerita aneh dari salah satu arkeolog. Sebenarnya, mereka telah menemukan pintu rahasia, yang menurut mereka, terhubung ke ruangan bawah tanah. Namun, mereka masih belum tahu cara membukanya.
Dari foto yang Citra lihat, pintu besi itu lebih mirip pintu modern yang hanya bisa digerakan oleh energi listrik. "Bagaimana mungkin teknologi modern sudah ada di masa lampau?" pikirnya. Dari data yang ia baca, uji karbon pada prasasti ini, setidaknya telah berusia ratusan ribu tahun.
Untuk menjawab rasa penasarannya itu, esok paginya, Citra bersama beberapa arkeolog, berangkat ke lokasi. Ia ingin memastikan langsung, apa sebenarnya yang tertulis di prasasti itu. Hasilnya sama, prasasti ini menuliskan tentang sebuah perpustakaan. Hanya saja, Citra masih belum tahu apa fungsi perpustakaan ini, siapa yang membangunnya, dan apa tujuan perpustakaan ini dibuat.
Saat sampai di pintu rahasia, Citra terpaku pada tulisan Jawa kuno, yang terpatri di permukaannya. Ia membaca tulisan itu dengan seksama, menuliskannya di tabletnya, lalu menerjemahkannya. Setelah yakin dengan hasil terjemahannya, Citra berdiri di depan pintu itu. Â Dengan tempo lambat, ia menepuk tangannya tiga kali. Seketika, tanah bergetar, pintu besar di hadapannya bergerak naik, ruangan gelap yang ada di baliknya, perlahan dipenuhi oleh cahaya lampu.
Citra menyipitkan matanya, raut wajahnya kebingungan. Apa yang nampak di hadapannya, sangat jauh berbeda dari ekspektasinya. Perpustakaan seharusnya penuh dengan buku, Â tetapi di ruangan ini, mereka hanya menemukan satu buah buku, dan sebuah benda seperti helm berkepala anjing yang terbuat sepenuhnya dari logam yang ringan. Ia terkulai lemas saat membaca buku itu.