Mohon tunggu...
Ady luqman syandzili
Ady luqman syandzili Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa UIN Salatiga

saya mempunyai hobi berolahraga dan juga mempunyai hobi ngegame

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Peran Politik Sri Sultan Hamengkubuwono IX dalam Mempertahankan Kemerdekaan Indonesia

27 Juni 2024   21:41 Diperbarui: 27 Juni 2024   22:55 112
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 

Pada bulan Oktober 1939 Sultan hamengkubuwono VIII saat itu mulai sakit-sakitan dikarenakan situasi dunia memburuk hingga perang dunia II dan perang ada dimana-mana. Sehingga Darojatun yang sedang menempuh pendidikan doktornya di suruh segera pulang. Pada 18 Oktober 1939 Darojatun pulang ke tanah air sebelum menyelesaikan studinya yang hanya tinggal menyusun skripsinya dengan menumpang kapal "Dempo" yaitu sebuah kapal pengangkut barang dari negeri belanda ke Tanjung Priok Jakarta. Setelah Darojatun tiba di Tanjung Priok ia dijemput oleh keluarganya dengan penuh hormat dan formal. Dan mereka menuju ke hotel "Des Indes". Di hotel ini tidak ada perbincangan yang penting antara Darojatun dengan Sultan Hamengkubuwono VIII karena kesibukan untuk menghadiri beberapa acara resmi khususnya di pemerintah kolonial. Tetapi di hotel ini ada peristiwa penting yang sangat diingat Darojatun yaitu penyerahan keris pusaka keraton "Kyai Jaka Piturun" oleh Sultan Hamengkubuwono VIII Kepada Darojatun putra dari permaisuri. 

 

Peristiwa bersejarah ini menunjukkan keinginan Sultan agar Darojatun menjadi putra mahkota. Inilah awal sebuah suksesi di keraton yogyakarta karena sebuah keris pusaka keraton "Kyai Jaka Piturun" yang selalu diberikan oleh Sultan kepada seseorang yang diinginkan sebagai penggantinya. Setelah tiga hari kedatangan Darojatun, keluarga Sultan Hamengkubuwono VIII beserta pengiringnya pulang ke Yogyakarta dengan menumpang kereta Aoi Eenadagze yaitu kereta api cepat pada saat itu yang berangkat dari stasiun Gambir. Didalam perjalan Sultan mengalami pingsan sebelum kereta mencapai kota Cirebon. Kemudian setelah tiba di Yogyakarta Sultan di bawa ke rumah sakit "Onder de Bogen" tetapi para dokter tidak dapat menolong karena penyakit Sultan sudah parah. Besoknya pada hari Minggu Kliwon 22 Oktober 1939 Sultan telah meninggal dunia.

 

Sepeninggalan Sultan Hamengkubuwono VIII, kekuasaan keraton Yogyakarta diambil alih oleh Gubernur Dr. Lucien Adam agar tidak terjadi kevakuman. Gubernur Adam pun membentuk panitia yang memiliki tugas untuk mengorganisir pemerintahan keraton. Panitia itu meiliki 5 anggota yang diketuai Darojatun yang saat itu masih berusia 27 tahun dan paling muda diantara paman dan saudaranya. Darojatun menjadi ketua panitia sesua yang diinginkan Sultan Hamengkubwono VIII agar Darojatun menggantikan kedudukannya sebagai Sultan. Hal ini tercermin melaui penyerahan keris pusaka keraton "Kyai Jaka Piturun" oleh Sultan Hamengkubuwono VIII Kepada Darojatun. Namun suksesi Darojatun untuk tampil menjadi raja menemui beberapa hambatan yang bukan berasal dari internal keraton tetapi dari eksternal keraton. Hambatan eksternal keraton di sebabkan adanya latar belakang sejarah sejak jaman kerajaan mataram seperti kompeni meminta hak-hak politiknya melalui kontra politik dan adanya perang saudara yang menyebabkan munculnya perjanjian giyanti. 

 

Tetapi Sultan Hamengkubuwono I sejak naik tahta, dia berusaha menghindar campur tangan dari pemerintah belanda, sehingga menimbulkan konflik dengan pejabat-pejabat belanda. Karena kontrak politik antara kerajaan mataram dan pemerintah Hindia Belanda dimanfaatkan untuk memperluas kekuasaanya. Sehingga Darojatun yang bisa melalui beberapa hambatan dan kematangan berpikir serta pengalaman organisasinya. Akhirnya pada Februari 1940 kontrak politik yang dibuat pemerintah Hindia Belanda ditandatangani, karena sultan berpendapat bahwa pemerintah Hindia Belanda akan segera berakhir. Dan pada 18 Maret 1940 bertepatan dengan tanggal jawa 8 sapar tahun Dal 1871 pemerintah Belanda yang diwakili gubernur L. Adam menobatkan G.R.M Darojatun menjadi putera mahkota dengan gelar "Pangeran Adipati Anom Hamengku Negara Sudibja Radya Putera Narendra Mataram" juga dinobatkan Sultan Yogyakarta dengan gelar "Sampeyan Dalem Ingkang Sinuwun Kandjeng Sultan Hemngkubuwono Senopati Ingalogo Ngabdurrakhman Sayidin Panatagama Kalifullah Kaping IX".

 

Sultan telah mengetahui bahwa pemerintahan militer Jepang tidak berbeda dengan sistem pemerintahan Hindia Belanda. Kebijkan-kebijakan yang diberikan pemerintah Jepang tidak membawa perubahan yang berarti bagi pribumi. Dengan demikian sebagai seorang pemimpin lokal yang berwawasan nasional dan internasional Sri Sultan merumuskan strategi perjuangan kemerdekaan melalui manajemen politik secara terorganisir yang berorientasi pada kepentingan masyarakat. Pertama yang dilakukan Sri Sultan adalah memeberitahu kepada tentara Jepang bahwa segala budaya yang berkaitan dengan daerah kesultanan Yogyakarta hendaknya dibicarakan terlebih dahulu dengan Sri Sultan. Selanjutnya Sultan juga memerintahkan kepada pepatih dalem agar segala tugas yang dijalankan hanya mendengarkan perintah Sultan.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun