Di era globalisasi saat ini, kehadiran teknologi informasi dan komunikasi telah banyak mengubah dinamika dalam Hubungan Internasional. Adanya kemajuan yang sangat pesat dalam bidang digital terutama dengan hadirnya internet dan media sosial ini, telah mengubah cara negara-negara di dunia dalam berinteraksi satu sama lain.
 Kehadiran teknologi internet dan media sosial ini seolah memperkenalkan dimensi baru mengenai cara berdiplomasi dan pengambilan keputusan global.Â
Saat ini, teknologi tidak hanya memungkinkan interaksi antarnegara saja, namun juga memberi ruang bagi para aktor non-negara untuk ikut terlibat dalam pertukaran gagasan internasional. Seiring dengan perkembangan media sosial ini kita jadi lebih mudah dalam menyuarakan pendapat melalui media sosial tanpa ada batasan apapun.Â
Dari sini kemudian sering kali muncul fenomena global berupa aktivisme global yang memungkinkan masyarakat sipil terutama kelompok muda untuk mempengaruhi kebijakan internasional. Salah satu gerakan aktivisme yang memanfaatkan kekuatann media sosial sebagai alat untuk memobilisasi aksi global dalam menanggapi perubahan iklim adalah Friday for Future (FFF).
Gerakan Fridays fot Future (FFF) yang dimulai oleh Greta Thunberg pada tahun 2018 ini merupkan contoh nyata dari bagaimana dimensi digital telah mempengaruhi hubungan internasional. Saat itu Greta Thunberg seorang remaja berusia 15 tahun asal Swedia, merasa sangat prihatin dengan situasi perubahan iklim yang diakibatkan oleh emisi gas rumah kaca dan kegiatan manusia yang semakin merusak lingkungan.Â
Meskipun banyak ilmuan dan juga organisasi lingkungan internasional yang telah memperingatkan tentang dampak serius dari pemanasan global ini, Greta merasa bahwa tidak ada tindakan serius yang diambil pemerintah untuk mencegah bencana iklim yang akan datang. Â
Pada Agustus 2018 Greta kemudian memulai aksi protesnya dengan melakukan mogok sekolah setiap hari jumat dan duduk di luar gedung Riksdag Huset (gedung paerlemen) Swedia dengan membawa plakat bertuliskan "Skolstrejk fr klimatet" yang berarti "Sekolah untuk Iklim".Â
Tujuan protesnya ini adalah untuk menuntut pemerinntah Swesia agar mengambil tindakan yang lebih tegas terhadap perubahan iklim dan mengimplementasikan kebijakan yang sesuai dengann kesepakatan Paris Agreement yang berfokus pada pengurangan emisi karbon.
Tindakan Greta ini awalnya dilakukan sendirian, namun aksinya mulai menarik banyak perhatian media dan masyarakat di Swedia. Seiring berjalannya waktu, kemudian banyak anak muda yang ikut melakukan mogok sekolah dan menggelar aksi protes di negara mereka masing-masing karena terinspirasi dari aksi yang dilakukan Greta.
 Dari aksinya tersebut, Greta kemudian di undang untuk berbicara di pertemuan COP24 (Konferensi Pihak Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim) di Katowice, Polandia. Pada pertemuan ini Greta menyampaikan pidato dengan menekankan bahwa krisis iklim adalah masalah darurat yang harus segera diatasi.Â
Gerakan FFF ini kemudian semakin tersebar luas dan aksinya semakin banyak dilakukan hingga lebih dari 1 juta anak muda di lebih dari 100 negara ikut bergabung dalam protes dan aksi mogok sekolah untuk mendesak pemerintah mengambil tindakan terhadap perubahan iklim pada Maret 2019.
Media sosial berperan sebagai alat yang sangat efektif dalam memobilisasi massa dan memberikan ruang bagi aktor-aktor non-negara untuk berpartisipasi dalam hubungan internasional. Platform seperti Twitter, Instagram, dan Facebook memungkinkan informasi mengenai suatu masalah tersebar dengan cepat dan melintasi batas negara yang akan membentuk opini publik dalam skala internasional.Â
Dalam konteks gerakan Fridays for Future, media sosial memungkinkan gerakan ini untuk berkembang pesat sehingga mendapatkan perhatian dunia secara instan. Setelah Greta melakukan aksinya, #FridaysforFuture menjadi sebuah tagar global yang digunakan untuk memobilissasi aksi mogok iklim, menyebarkan informasi, dan menciptakan kesadaran tentang dampak perubahan iklim yang semakin meningkat.
 Penggunaan media sosial oleh FFF ini tidak hanya terbatas pada berbagi informasi saja, namun juga mengajak orang-orang dari seluruh dunia untuk bergabung dalam aksi global melalui protes secara langsung maupun kampanye online.
Gerakan FFF ini memiliki dampak yang signfikan dalam membentuk opini publik dan mempengaruhi kebijakan internsional yang berkaitan dengan perubahan iklim. Salah satu pencapaian terbesar dalam gerakan ini adalah meningkatnya kesadarann global tentang pentingnya tindakan terhadap perubahan iklim.Â
Kampanye FFF telah menyoroti urgensi masalah ini dan berhasil mengajak para pemimpin dunia untuk memperbaharui kebijakan mereka dalam pengurangan emisi karbon.Â
Hadirnya FFF juga sekaligus memberi dorongan bagi banyak negara untuk menandatangani dan mematuhi Paris Agreemeent dengan tujuan untuk menjaga suhu global agar tidak melebihi 1,5C.
 Beberapa negara juga mulai memperkenalkan kebijakan yang  lebih progresif terkait perubahan iklim, seperti pemerintah Swedia yang mengumumkan rencana untuk menjadi negara pertama di dunia yang mengurangi emisi karbonn netral pada tahun 2045.Â
Selain Swedia, negara-negara anggota Uni Eropa juga memperkenalkan kebijakan ilklim yang lebih serius dan beberapa negara mulai mengurangi ketergantungan mereka pada bahan bakar fosil dan beralih ke energi terbarukan.
Meskipun kehadiran gerakan Fridays for Future mendapatkan banyak dukungan dan cukup mennghasilkan perubahan, gerakan ini juga banyak mengalami kritikan terutama dari pemerintah dan politisi. Kritikan ini kebanyakan berasal dari pemerintah negara-negara yang memiliki kepentingan besar dalam industri yang merusak lingkungan, seperti industri energi fosil dan manufaktur.Â
Negara-negara yang masih bergantung  pada bahan bakar fosil ini menganggap bahwa tuntutan FFF terlalu ambisius atau tidak realistis.Â
Banyak politisi yang juga berpendapat bahwa transisi ke energi terbarukan dalam waktu singkat dapat merugikan ekonomi dan menciptakan ketidakstabilan sosial. Misalnya, beberapa politisi di Amerika Serikat dan negara-negara penghasil minyak besar lainnya, seperti Arab Saudi dan Rusia, sering meremehkan seruan dari FFF dengan menyebutnya sebagai "Utopis" atau "berbahaya untuk perekonomian".
Gerakan Fridays for Future masih berjalan aktif hingga saat ini, meskipun bentuk dan intensitas aksinya telah beradaptasi dengan perubahan sosial dan politik global. Aktivisme digital dan kampanye berbasis media sosial terus menjadi alat pentinng bagi gerakan ini untuk mencapai tujuan mereka, dengan tetap berfokus pada keadilan sosial dan transisi yang adil terhadap solusi iklim.Â
Gerakan ini juga mengedepankan kolaborasi dengan kelompok-kelompok lain yang terlibat dalam perjuangan iklim, mendorong perubahan kebijakan yang lebih cepat, dan mengajukan solusi lebih inklusif untuk memastikan keberlanjutan bumi di masa depan.
Referensi :Â
Watts, J. (2019, March 11). Greta Thunberg, schoolgirl climate change warrior: "Some people can let things go. I can't." The Guardian; The Guardian. https://www.theguardian.com/world/2019/mar/11/greta-thunberg-schoolgirl-climate-change-warrior-some-people-can-let-things-go-i-cant Â
News, B. (2019, November 29). Greta Thunberg: Who is the climate activist and what has she achieved? Bbc.com; BBC News. https://www.bbc.com/news/world-europe-49918719Â Â
UN Climate Change Conference - December 2019 | UNFCCC. (2019). Unfccc.int. https://unfccc.int/conference/un-climate-change-conference-december-2019?gad_source=1&gclid=Cj0KCQiA3sq6BhD2ARIsAJ8MRwVLx5QQzytms6_PETQaCLkZ1RmjkUhORHkkEijeQ1ulLGoW931jiNgaArjdEALw_wcBÂ
de, G. (2018, October 23). The IPCC Report Will Have Profound Effects on Climate Governance. Centre for International Governance Innovation. https://www.cigionline.org/articles/ipcc-report-will-have-profound-effects-climate-governance/?utm_source=google_ads&utm_medium=grant&gad_source=1&gclid=Cj0KCQiA3sq6BhD2ARIsAJ8MRwXlMQTWNimwJX3xHzUZwblyPSkS3t7gfTDTnpOw1dv2a1itFnVPIE4aAv0aEALw_wcBÂ
Sly, E. (2022, October 18). Greta Thunberg says young activists bear "too much responsibility" in face of climate crisis. The Independent. https://www.independent.co.uk/independentpremium/world/greta-thunberg-interview-climate-change-b2205356.htmlÂ
Serhan, Y. (2021, August 14). The Atlantic. The Atlantic; theatlantic. https://www.theatlantic.com/international/archive/2021/08/greta-thunberg-far-right-climate/619748/Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H