Berbicara mengenai inflasi, inflasi memiliki dampak yang besar, terutama pada kelompok berpenghasilan rendah di negara berkembang. Di negara-negara ini, hampir setengah dari konsumsi rumah tangga digunakan untuk makanan, artinya inflasi bisa memiliki dampak yang sangat akut pada kesehatan manusia dan standar hidup.Â
Di Eropa, dampak signifikan terkait perang di Ukraina menyebabkan guncangan energi yang mendorong inflasi lebih tinggi dalam jangka pendek sedangkan di Asia, dengan dampak yang lebih moderat terjadi kenaikan pada harga pangan yang membuat untuk inflasi naik seperti di berbagai wilayah lain.Â
Negara-negara berkembang di Asia, pertumbuhan ekonominya diproyeksikan menurun dari 7,2 persen pada 2021 menjadi 4,4 persen pada 2022 yang sebelumnya meningkat menjadi 4,9 persen pada tahun 2023. Proyeksi pertumbuhan pada tahun 2023 direvisi turun untuk mencerminkan kondisi eksternal yang kurang baik seperti, lebih lambatnya pertumbuhan mitra dagang utama seperti China, kawasan euro, dan AS, penurunan daya beli rumah tangga akibat harga makanan dan energi yang lebih tinggi dan pengetatan kebijakan moneter untuk membawa inflasi kembali ke sasaran.
Berbagai kebijakan yang dapat dilakukan menurut beliau adalah menerapkan kebijakan yang prioritasnya menangani inflasi, menormalkan neraca bank sentral, dan menaikkan tingkat suku bunga riil di atas tingkat netral mereka dengan cepat dan cukup lama untuk menjaga inflasi dan ekspektasi inflasi terkendali.Â
Selain itu, perlu kebijakan yang melindungi golongan rentan selama penyesuaian seperti melalui transfer tunai yang ditargetkan kepada mereka kesulitan dalam mengakomodasi kenaikan harga energi dan pangan yang lebih tinggi. Beliau juga menekankan pentingnya memperkuat kerjasama multilateral dan menghindari fragmentasi di tengah krisis ekonomi dan politik global.Â
Henri Setiawan Wyatno
Bapak Henri Setiawan Wyatno menjadi pembicara keempat pada sesi moderated session di The 20th Economix International Seminar. Beliau memaparkan materi yang berjudul "Refining Global Trade and Connectivity -- Enhancing Digitalization". Tema ini mengungkit beberapa subtema yang membahas World Economic under Uncertainty, Digitalization: Global Trends, dan Telkom Indonesia - Answering The Challenge.
Dimulai dengan sub temanya yang pertama beliau memulai pembicaraan dengan memaparkan pembahasan tentang pandemi yang menuai resesi global yang berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi global. Dia menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi di kebanyakan negara menjadi lebih rendah menjadi sebelumnya karena efek dari pandemi.Â
Kejadian ini memancing ekonomi global mempunyai permintaan yang lebih rendah, bahkan negara seperti US, benua Eropa dan China juga mengalami penurunan drastis. Selain itu inflasi yang naik secara tajam dan kondisi finansial yang lebih ketat juga menyebabkan kegiatan ekonomi setelah pandemi menjadi lebih berisiko untuk bertransaksi.
Setelah ia membahas subtemanya yang pertama mengenai ekonomi dunia dalam ketidakpastian, ia melanjutkan pembahasannya dalam digitalisasi dan tren global. Beliau  menyatakan bahwa pandemi mengakselerasi penggunaan konsumsi digital di seluruh dunia.Â
Salah satunya untuk media dipaparkan data bahwa di tahun 2017 pengunaan mencapai 2,31 miliar orang dan di tahun 2021 terdapat 4,2 disini menunjukan ada pertumbuhan 13%. Oleh karena itu diestimasikan sekitar dari populasi global akan mempunyai akses internet di 2023 dengan pertumbuhan berkisar 1,4% dari 2018.Â
Dengan adanya kemelekan dalam digitalisasi ini, entitas yang mengerti akan lebih bisa menangani dan bertahan dalam krisis ekonomi ini. Walaupun digitalisasi juga penting tidak lupa disertakan pembangunan dari aspek-aspek lain secara merata.