Mohon tunggu...
Advaita Loka
Advaita Loka Mohon Tunggu... Freelancer - Eksistensi Kesadaran & Kebahagiaan yang Tak Berbatas (Sat Chit Ananda)

Aku tak punya NAMA dan tak punya RUPA. Aku tak pernah LAHIR dan tak pernah MATI. Aku tak pernah terikat dengan RUANG dan WAKTU. Aku adalah "DIA". Dan "DIA" adalah kamu, tapi pura-pura bukan kamu.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

"Ciluk Ba" dengan Tuhan yang Senang Bermain (Filsafat Advaita #02)

21 Desember 2019   11:32 Diperbarui: 22 Desember 2019   07:17 205
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Melalui pengalaman mistik "advaita" (nondual alias tak ada duanya), yang terjadi di berbagai belahan dunia sejak ribuan tahun lalu, orang mengalami sensasi aneh yang sangat meyakinkan.

Yang "tampak" adalah sebuah (hanya satu) "Pusat Kesadaran Ilahiyah" yang tak terlukiskan dengan kata-kata.

Orang menyebutnya "The Central Self", "The All Creative Energy That Is", "Existence Consciousness Bliss", "Tuhan" (Yahudi/Aramaik: "Elah", Arab: "Al-ilah", "Allah"), "Christ Consciousness", "Cosmic Consciousness", luas dan "mengembang" (Sanskrit: "Brahman"), dan lain-lain.

Saking sulit untuk menggambarkannya, kadang orang hanya menyebutnya sebagai "Itu" (Inggris: "That", Sanskrit: "Tat"), atau "Dia".

Dan "Pusat Kesadaran Ilahiyah" itu sesungguhnya adalah... diri sejati kita semua.

(sumber gambar: wayshower.typepad)
(sumber gambar: wayshower.typepad)

Realitas Absolut dan Realitas "Penampakan" (Maya)

Dalam perspektif metafisika ini tak ada realitas, tak ada eksistensi, tak ada keberadaan apapun yang benar-benar nyata, kecuali "Kesadaran Ilahiyah" itu.

Sang Pusat Kesadaran kemudian memanifestasikan dirinya menjadi penampakan berbagai bentuk, berbagai energi, berbagai nama, berbagai waktu, semua hal yang kita kenal di alam ini, juga berbagai dimensi yang tak terjangkau indera kita.

Dari sudut pandang mistik, benda-benda di alam semesta hanyalah penampakan maya, seperti virtual reality. Karena yang benar-benar nyata secara absolut hanyalah Pusat Kesadaran Ilahiyah itu.

(sumber gambar: robots.net)
(sumber gambar: robots.net)
Sang Kesadaran Tunggal itu bermanifestasi, terlibat sepenuhnya, dan memainkan semua peran di alam semesta.

Dia berpetualang jauh "ke ujung kosmik multidimensi", melupakan diriNya sendiri. Menikmati "ilusi keterpisahan". 

Merasakan derita itu seperti apa. Merasakan pahitnya kehidupan. Merasakan sakitnya ketidakadilan. Merasakan segala keterbatasan yang hanya bisa dirasakan jika Dia bukan Sang Maha Kuasa dan Maha Perkasa.

Namun, pada akhirnya, Dia selalu "bangun" dan kembali jadi diriNya dalam Kebahagiaan Abadi.

Sendiri di Keabadian

Di Realitas Absolut itu, tak ada obyek atau benda apapun, selain Sang Subyek "sendirian". Yang ada hanya Eksistensi Kesadaran dan Kebahagiaan yang Tiada Tara (Inggris: "Existence Consciousness Bliss". Sanskrit: "Sat Cit Ananda").

Kesadaran Ilahiyah itu Maha Cerdas, Maha Kreatif, Maha Kuasa. Dari kesadaranNya, Ia mampu menciptakan apapun yang Dia mau. Seperti orang menciptakan alam yang tidak nyata dalam mimpi, tapi terasa seperti nyata bagi orang yang sedang bermimpi.

(sumber gambar: stock.adobe.com)
(sumber gambar: stock.adobe.com)

Penampakan Seperti Banyak

Maka Kesadaran Ilahiyah yang Maha Kreatif itu menciptakan "panggung kosmik" dari kesadaranNya. Dari "pure consciousness" (kesadaran murni) menjadi energi atom-atom yang tampak seperti benda dan alam semesta  yang kaya dan beragam.

Menariknya, misteri eksistensi alam semesta ini sejak abad 20 pelan-pelan mulai terkuak di dunia sains melalui fisika kuantum.

Fisikawan cerdas seperti Prof. Albert Einstein misalnya, percaya bahwa realitas adalah sebuah "ilusi yang konsisten dan keras kepala" (referensi di sini).

sumber gambar: notable-quotes)
sumber gambar: notable-quotes)

Drama Kosmik

Agar panggung kosmik menjadi menarik, ketika berperan menjadi para mahluk maya, Sang Sumber Kesadaran harus lupa bahwa Dia Maha Kuasa.

Ibaratnya seperti seorang aktor hebat, misalnya aktor Christian Bale yang sedang berperan menjadi Batman, harus meyakinkan para penonton bahwa ia adalah karakter maya Batman dan bukan Christian Bale.

Aktor yang sukses adalah yang mampu membuat penonton hanyut dalam drama film tersebut. Penonton ikut cemas, takut, sedih, gembira karena "sengaja melupakan" bahwa film itu tidak nyata.

Kira-kira seperti itulah yang dilakukan oleh Kesadaran Ilahiyah Yang Maha Tunggal ketika bermanifestasi, berperan, menjadi penampakan semua mahluk dan semua benda di alam maya. 

Tujuannya adalah untuk merasakan keterbatasan, keterpisahan, kesedihan, kebahagiaan yang tak abadi, yang tak akan pernah dialami pada kondisi yang sesungguhnya sebagai Yang Maha Kuasa.

(sumber gambar: gcse.co.uk)
(sumber gambar: gcse.co.uk)
Oleh sebab itu, Sang Maha Cerdas bersembunyi dari diriNya sendiri melalui "sihir maya", alias "hukum alam". Sehingga panca indera menangkap realitas alam maya seolah nyata, yang sebenarnya hanya penampakan (proyeksi) dari Kesadaran Murni Ilahiyah.

Permainan, Bukan Ujian dan Hukuman

Dalam filsafat Advaita ini, konsep "Tuhan" bukan seperti raja yang duduk di singgasana "nun jauh terpisah di atas sana", yang kerjanya menguji,  memberi hadiah dan menghukum para mahluk yang sengaja Dia ciptakan tidak sempurna.

Konsepsinya bukan "maha penyayang yang tidak tulus" seperti berhitung matematika: "kamu menyembahKu akan Aku kasih surga, kamu tak menyembahKu akan Aku bakar kamu di neraka selama jutaan miliaran triliunan tahun."

Sebaliknya, paradigma lewat pengalaman metafisika langsung ("direct experience") ini melihat "Tuhan" sebagai "Sumber Kesadaran Tunggal" yang senang bermain (playful).

Analoginya seperti anak balita yang masih murni, selalu bermain dan selalu bahagia, sehingga anak-anak disebut "ananda" (bahasa Sanskrit yang artinya "kebahagiaan yang tiada tara", dalam bahasa Inggris disebut "bliss" atau "ecstasy").

(sumber gambar: 123rf.com)
(sumber gambar: 123rf.com)
Dalam perspektif Advaita, Sang Maha Pencipta tidak "terpisah jauh di menara gading di atas sana". Dia "lebih dekat dari urat lehermu sendiri", sehingga "kemanapun engkau menghadap, disitulah wajah Aku". Sebab, Dialah Sang "Maha Meliputi Segala Sesuatu".

Main "Petak Umpet" dan "Ciluk Ba"

Pengalaman mistik Advaita melahirkan paradigma "Tuhan" yang senang bermain dalam kebahagiaan yang tiada tara. "Pusat Kesadaran Tunggal" yang melandasi dan menghubungkan kesadaran kita semua, memainkan seluruh peran yang ada di alam maya. 

Lewat "sihir maya" alias "hukum alam", Dia meyakinkan diriNya yang sedang berperan sebagai mahluk kosmik bahwa alam maya itu nyata. Melalui panca indera yang sengaja dibuat sangat terbatas, Dia secara cerdas bersembunyi dari diriNya sendiri 

Itu sebabnya anak-anak secara natural menyukai permainan "petak umpet". Permainan untuk menakut-nakuti diri mereka sendiri, tiba-tiba muncul dari persembunyian untuk mengagetkan temannya.

Itu pula sebabnya orang suka membaca novel fiksi, menonton film horor untuk merasakan takut, berpetualang mendaki gunung, melompat dari ketinggian, dan lain-lain. Hal-hal yang sangat "manusiawi".

Lingkaran "Samsara" (Sengsara)

Dari kacamata mahluk maya yang tak sadar dengan permainan ini, panggung drama kosmik bisa jadi sangat mengerikan. Ia hidup dalam ilusi keterpisahan, dirinya "melawan" dunia dan kehidupan yang tak selalu ramah.

Ia ibarat penonton yang hanyut dalam ilusi film karena mengidentifikasikan dirinya sebagai karakter dalam film tersebut. Padahal, diri sejatinya adalah penonton film itu.

Semakin ia hanyut -- mencari kebahagiaan di dunia maya, menghindari penderitaan di dunia maya -- semakin ia terseret oleh "sihir maya" dalam lingkaran kehidupan dan kematian yang disebut "samsara" (sengsara).

(sumber gambar: eyalshifroni.com)
(sumber gambar: eyalshifroni.com)
Sebab, panggung drama kosmik tidak berhenti ketika karakter mayanya mati. Permainan ini terus ada sebagai "pengisi waktu" di Alam Keabadian yang tak pernah berakhir.

Oleh sebab itu, "sihir maya" alias "hukum alam" menciptakan apa yang disebut sebagai "hukum kekekalan energi" alias "daur ulang".

Sang karakter maya terus ada di lingkaran dunia maya, surga maya, neraka maya, yang terus berputar tak ada habisnya.

Jiwa yang Sadar

Kondisi mahluk alam maya itu seperti hamster bermain di kincir roda putar yang tak pernah berhenti. Mereka terus hanyut dalam realitas maya, mencari kebahagiaan maya dan menghindari penderitaan maya yang diluar kontrol mereka.

(sumber gambar: steemit)
(sumber gambar: steemit)
Selama merasa bahwa alam semesta ini nyata, mereka tak akan pernah bisa lepas dari "sihir maya" alias "hukum alam" itu, sampai berakhirnya siklus kosmik yang disebut "kiamat". Semua sirna, untuk kemudian mulai kembali siklus berikutnya. Tak ada habisnya.

Namun, sepanjang masa dalam sejarah, selalu ada sebagian kecil orang yang sadar dengan "Permainan Agung Ilahiyah" ini. 

Ia tak lagi mengidentifikasikan dirinya sebagai "seorang individu" (si Fulan, si Badu) atau "personal" (Yunani, artinya "topeng"), alias karakter maya "poor little me" dalam ilusi keterpisahan pada lingkaran "samsara" (sengsara).

Ia sadar bahwa kesadarannya adalah percikan dari Kesadaran Ilahiyah Yang Maha Tunggal. 

(sumber gambar: newlegendsmag)
(sumber gambar: newlegendsmag)
Pada analogi permainan "Ciluk Ba", posisi "Ciluk" adalah ketika jiwa tak sadar dan menganggap alam maya itu nyata sehingga mengalami kebahagiaan yang tidak permanen dan penderitaan yang tak berkesudahan.

Posisi "Ba" adalah ketika jiwa sadar dengan diri sejatinya dalam Permainan Kosmik. Ia mengidentifikasikan dirinya sebagai percikan Kesadaran Murni dan Kebahagiaan Abadi.

(sumber gambar: dailymail.co.uk)
(sumber gambar: dailymail.co.uk)
Ia sadar bahwa posisinya adalah sebagai "penonton", bukan karakter maya dalam drama tersebut. Sehingga ia dapat melanjutkan hidup sambil menikmati drama kosmik. Ia transenden dari kebahagiaan maya dan semua penderitaan maya.

Ia memperoleh Kebahagiaan Abadi pada saat ini juga, bukan "nanti di surga setelah mati". Sebab, ia sadar bahwa dimensi waktu berikut lingkaran kehidupan dan kematian -- baik di dunia, surga atau neraka -- hanyalah penampakan maya dari Sang Eksistensi Kesadaran dan Kebahagiaan Abadi.

"Jiwa yang sadar" ini disebut enlightened, awakened, liberated, nirvana, moksha, makrifat, atau apapun sebutannya.

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun