Langkah-langkah yang telah diambil oleh pemerintah daerah maupun provinsi terhadap Kawasan Malioboro, saya rasa sudah tepat. Mulai dari menata lokasi parkir untuk khusus diluar koridor jalan, kemudian kini dilanjutkan lagi dengan penataan pedagang kaki lima (PKL) dengan lokasi yang lebih representatif, serta memunculkan berbagai atraksi wisata di sekitar kawasan. Penataan parkir membuat kemacetan tentu akan tereduksi.Â
Penataan PKL juga akan menghilangkan hambatan bagi pejalan kaki di sepanjang selasar. Pada akhirnya, semua itu akan terus mempertahankan citra kawasan yang sudah terbentuk sangat kuat selama ini. Image "sakral" koridor jalan Malioboro sebagai sumbu imaginer tidak akan berkurang value-nya dengan nilai estetika yang tereduksi.Â
Para wisawatan pun akan terus dimanjakan dengan konsep walkable city dan juga bike to work-nya. Setiap pojok-pojok Kawasan Malioboro juga tidak akan kehilangan magisnya dalam setiap jepretan kamera pengunjung. Intinya, pemerintah telah jeli melihat tantangan yang semakin berat ke depannya untuk kota se-monumental Yogyakarta.Â
Pembangunan dan penataan dipadukan dengan komitmen keberlanjutan (sustainable city), sehingga ungkapan "Jogjaku, Jogjamu, Jogja Kita Semua" dan "Jogja memang selalu Istimewa"; bisa selalu meresap di dalam dada.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H