Mohon tunggu...
Faqih Ashri
Faqih Ashri Mohon Tunggu... Teknisi - The Revolutionist

Bima City, 06-02-1990 Menulis untuk mengetahui rahasia tak tertulis, mendamba setiap pengalaman baru yang tak terlupakan.. City Planner, Content Writer, YouTuber. www.faqihashri.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Cita Rasa Baru di Kawasan Malioboro Yogyakarta

24 Februari 2022   17:14 Diperbarui: 25 Februari 2022   19:05 5283
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Akhirnya kami diarahkan oleh seorang bapak pengayuh becak ke arah sebuah bangunan megah yang agak menjorok ke dalam. Kami pun dengan antusias melangkahkan kaki kesana. Termasuk kedua anak saya. 

Romantisme Sejarah

Menurut referensi yang ada pada situs perpustakaan Yogyakarta, Malioboro berasal dari kata Sansekerta: 'Malyabhara' (Malya artinya bunga, Bhara artinya mengenakan). 

Sumber lain juga mengisahkan bahwa Malioboro berasal dari nama seorang penjajah dari Inggris yang bernama Marlborough yang pernah tinggal di Yogyakarta periode tahun 1811-1816. Jalan ini merupakan salah satu jalan utama yang digunakan untuk tempat penyambutan raja dan para tamunya. 

Awalnya, suasana di jalan ini sepi, tidak banyak yang tertarik mengunjungi. Setelah Belanda menginisiasinya menjadi pusat Kota Yogyakarta, maka jalan ini berangsur-angsur menjadi ramai. Tujuan Belanda saat itu adalah membentuk pusat kota yang dapat menyaingi popularitas Keraton Yogyakarta sekitar abad ke sembilan belas.

Oleh karena itu, Belanda kemudian membangun juga Benteng Vredeburg, Istana Keresidenan Kolonial, Pasar Beringharjo, Kantor Pos, Javasche Bank, dan Hotel Garuda. Bangunan-bangunan klasik yang didirikan pada masa kolonial ini menjadi saksi betapa bernafsu-nya para penjajah untuk menciptakan kawasan yang dominan demi mempertegas eksistensi. 

Menariknya, Jalan Malioboro didesain untuk menjadi sumbu imaginer yang menghubungkan Pantai Selatan -- Keraton -- Gunung Merapi. Pesatnya perkembangan Malioboro pada masa itu paling dominan dipengaruhi oleh transaksi dagang antara kaum kolonial Belanda dengan etnis Tionghoa. 

Malioboro bagian selatan pernah menjadi saksi peperangan melawan Belanda yang dikenal dengan Serangan Umum 1 Maret 1949. Pada saat itu pasukan kita berhasil menduduki Yogyakarta selama enam jam. Malioboro hingga kini terus berkembang, tanpa melupakan bentuk dan konsep aslinya di masa lalu. 

Bangunan-bangunan strategis seperti Kantor Gubernur DIY, Gedung DPRD DIY, Pasar Induk Beringharjo, dan juga Istana Presiden Gedung Agung; semua berada di kawasan ini. 

Sejak tahun 2016, pemerintah menata tempat parkir diluar jalan Maliboro, sehingga jalan bisa steril dari kemacetan lalu lintas yang semakin padat. Tahun 2022 ini, pemerintah kembali membuat terobosan yang visioner.

"The New" Teras Malioboro

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun