Kami berempat akhirnya melihat bangunan megah itu dari kejauhan. Bagian depannya tertulis jelas dengan komposisi bahasa Jawa Kuno dan diikuti oleh Bahasa Indonesia : "Teras Malioboro". First Impression yang kami dapatkan dari tampak luarnya adalah rapi, kekinian, dan instagramable buat para muda-mudi.Â
Sebelum masuk ke halaman utama, kami dihadang oleh penjaga dari pihak Dinas Perindustrian dan Perdagangan, setidaknya itu yang tertulis pada baliho disitu. Kami dilakukan cek suhu tubuh, masker, dan anjuran mencuci tangan. Sangat bagus menurut saya, untuk ukuran Malioboro yang pengunjungnya serasa tidak pernah ada habisnya. Setelah semua pengecekan selesai, kami beranjak masuk.Â
Dua tembok tinggi di halaman langsung menyajikan pemandangan yang membuat para muda-mudi tentu girang bukan kepalang. Spot foto yang terpampang berupa kalimat-kalimat kekinian menempel di tembok, terbuat dari huruf timbul transparan yang diberi lampu penerang.Â
Salah satu tembok bertuliskan "Jogja, terbuat dari rindu, pulang, dan angkringan", dan di tembok lainnya bertahta kalimat "Bagi setiap orang yang pernah tinggal di Jogja, setiap sudut kota di Jogja itu romantis". Kami pun menyempatkan diri berswafoto di kedua tembok itu.
Penampakan di bagian dalam bangunan itu semakin menarik. Konsep yang ditampilkan serupa dengan apa yang kita saksikan di banyak pusat perbelanjaan besar (mall/supermarket).Â
Kondisinya bersih, tidak kumuh; berkat pengaturan tata letak lapak yang teratur. Sejauh yang saya perhatikan, jumlah lantainya ada tiga. Setiap lantai dihubungkan oleh escalator dan lift, sebagai tanda bangunan ini ramah, bahkan bagi penyandang disabilitas sekali pun. Lapak oleh-oleh khas Jogja berjejer rapi; kaos, pernak-pernik, daster, kain, dan masih banyak lagi.Â
Selasar-selasar di sisi kiri kanan bangunan utama digunakan untuk lapak-lapak kulineran. Tentu semakin rapi dan jauh dari kesan kumuh. Penjual dan pembeli berada pada satu atap bangunan yang sama. Tidak perlu khawatir lagi tentang panas terik dan hujan yang datang diluar bangunan.
Dampak untuk Citra Kawasan
Eksistensi Kawasan Malioboro tentu menyandang "tanggung jawab" yang sangat berat. Fungsinya yang beragam; objek sejarah, objek pemerintahan, objek wisata, sekaligus kawasan konservasi, tentu tidak boleh luput sedetik pun dari perhatian para pemangku kepentingan.Â
Yogyakarta yang dikenal sebagai Kota Pelajar, sudah pasti akan terus mendapat "kiriman" pemuda dari berbagai daerah. Yogyakarta sebagai Kota Wisata Sejarah, sudah barang tentu akan terus mendapat kunjungan wisatawan, baik domestik maupun mancanegara.Â
Yogyakarta sebagai kumpulan dari kawasan konservasi, juga akan terus dihantui oleh fenomena penurunan kualitas lingkungan. Ketika semua kesadaran itu tidak terus dipegang teguh sebagai sebuah lesson learn, maka sangat mudah bagi Yogyakarta untuk kehilangan jati dirinya yang selama ini secara turun temurun dijaga dengan baik.