"Kalau benar begitu, bagaimana bisa damai-damai saja?"
"Karena dia juga memiliki petualangannya sendiri."
"Wow, kupikir dunia belum serusak ini, dan kalau beranda otakku sedang kedatangan malaikat, aku seringkali merasa menjadi pendosa yang mengotori dunia, tapi ternyata dunia ini sendiri penuh pendosa."
"Harusnya Mbak Laras tidak terkejut. Selalu ada yang lebih gila ketika kita sudah merasa paling gila."
"Siapa tepatnya yang lebih dulu bertualang? Kau, atau istrimu?"
"Kurasa dia lebih dulu." kataku.
"Ah, jangan mencoba terlihat sebagai korban kau sedang bicara dengan seorang Drupadi, lagipula kau seorang dalang, tak ada dalang yang tak terobsesi menjadi Arjuna."
"Ya, di malam sebelum hari pernikahan kami, dia membuat janji sendiri dengan pacar rahasianya, aku membututinya sehingga aku tahu semuanya. Lalu pada malam pertama aku berhasil membuatnya mengakui. Tapi aku meyakinkan dia bahwa aku tak mempermasalahkan hal itu karena dia mengakui."
"Jadi, karena dia mengakui maka kau biarkan ia dengan petualangannya?"
"Bagiku ketidaknyamanan adalah ketika aku tahu istriku menyembunyikan sesuatu dariku. Tapi jika ia berterus terang aku tak menjadikannya masalah. Aku menganggapnya wajar jika ia suka melihat ketampanan lelaki dan berkhayal, karena aku juga begitu. Setiap melihat Mbak Laras aku juga tergoda, dan membayangkan andai aku bisa tidur denganmu."
Mbak Laras tertawa lepas.