Mohon tunggu...
Adri Wahyono
Adri Wahyono Mohon Tunggu... Penulis - Freelancer

Pemimpi yang mimpinya terlalu tinggi, lalu sadar dan bertobat, tapi kumat lagi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Sang Psikolog

18 Juni 2016   20:24 Diperbarui: 18 Juni 2016   20:30 133
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

“Terima kasih, saya sudah memutuskan sebuah pilihan. Berapa yang harus saya bayar untuk konsultasi ini?”

“Ah, ya, cukup murah. Dua juta rupiah!”

“Dua...?” wanita itu terpana.

“Saya baru saja membebaskan anda dari keinginan untuk bunuh diri. Itu cukup murah untuk sebuah usaha membebaskan anda dari kemungkinan anda gentayangan di alam entah apa dan tak di mana-mana. Kata orang, dosa orang bunuh diri sangat besar. Saya juga baru saja membebaskan anda dari kemungkinan wanita yang membuat suami anda mengkhianati anda terkekeh senang karena mendapat suami orang tanpa perlawanan dari istrinya sahnya yang lebih berhak,” potong sang psikolog cepat.

Wanita itu masih tidak percaya bahwa sang psikolog itu akan memasang tarif konsultasi yang demikian mahalnya.

“Anda tampaknya sangat terkejut ya. Baiklah, Bu Lena, anda tak perlu membayarnya sekarang karena uang sejumlah itu pasti terasa sangat banyak dan mahal, mengingat kondisi keuangan anda sekarang. Pulanglah dan perbaiki kembali hidup anda. Tentukan pilihan terbaik bagi anda menyangkut suami anda. Suatu hari, jika kehidupan anda kembali normal dan anda melihat bahwa uang dua juta rupiah itu bukanlah apa-apa dibandingkan dengan apa yang anda dapatkan, datanglah kemari.”

Kali ini wanita itu jauh lebih terkejut daripada ketika mendengar jumlah tarif sang psikolog.

“Jika anda datang kemari suatu hari, berarti saya telah membantu anda menjadi lebih baik, jadi saya berhak mendapat imbalan. Tapi jika tidak, berarti saya tak cukup bisa membantu anda, maka saya tak berhak imbalan sepeser pun. Bagi saya, anda tak jadi bunuh diri itu sudah merupakan imbalan.” kata sang psikolog lagi.

Wanita itu kini menemukan kebaikan hati sang psikolog. Ia datang tanpa mengetuk pintu, tapi psikolog itu penuh perhatian mendengar permasalahannya. Ia merasa menjadi lebih tegar sekarang.

“Terima kasih, Bu, terima kasih,” wanita itu menangis sambil mencium tangan sang psikolog. “Saya akan datang lagi kemari.”

“Tidak perlu berjanji, Bu Lena. Anda baru akan mulai menyelesaikannya. Lakukan sejauh yang bisa anda lakukan untuk memperbaiki hidup anda. Biar Tuhan yang menentukan apakah anda akan datang lagi kemari atau tidak.”

Sang psikolog mengangguk pada wanita itu sambil tersenyum untuk meyakinkannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun