Mohon tunggu...
Adri Wahyono
Adri Wahyono Mohon Tunggu... Penulis - Freelancer

Pemimpi yang mimpinya terlalu tinggi, lalu sadar dan bertobat, tapi kumat lagi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Sang Psikolog

18 Juni 2016   20:24 Diperbarui: 18 Juni 2016   20:30 133
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Seorang wanita memasuki pintu sebuah ruang di mana seorang psikolog berpraktek. Ia salah tingkah ketika menyadari bahwa ia telah melakukan kesalahan sangat mendasar, tidak mengetuk pintu.

Fatal, tapi apa lacur, ia sudah berada di dalam ruangan itu dan seseorang yang duduk di belakang meja besar dengan berbagai benda di atasnya sudah melihatnya dengan pandangan tajam.

"Jangan katakan kalau depresi telah membuat anda lupa sopan santun, lupa etika," kata psikolog cantik itu datar dan nadanya tegas.

"Maaf, saya..."

"Apakah saya sudah ada janji dengan anda? Atau, sebaliknya?"

"Eh, belum, Bu,"

"Nah, yang sudah buat janji saja selalu mengetuk pintu lebih dulu, apalagi yang belum sama sekali."

"Maaf, Bu, tadi saya sedang mempertimbangkan dua pilihan, sampai saya tak sadar membuka pintu begitu saja."

"Dua pilihan macam apa yang membuat anda melupakan etika itu?"

"Pilihan pertama adalah menemui psikolog."

"Yang kedua?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun