“Benar.”
“Begini, aku hanya harus menghajar bandit-bandit Cracovia itu untuk kehormatan Wisla. Tentang karate atau kung fu, kurasa aku akan bisa melakukannya sendiri, jika aku sudah marah,” kata Lukasz sambil tersenyum pada Krystyna.
“Kau yakin?” tanya perempuan itu.
Lukasz tersenyum.
“Baiklah, aku tak sabar melihatmu jadi bulan-bulanan,” kata Krystyna sambil membalas senyum Lukasz yang terlihat sombong.
“Mereka yang akan kami lempar ke tempat sampah!” kata Lucasz dengan sengit.
“Aku harap begitu, tapi, entah kenapa ya, aku tak yakin?”
“Kau boleh pamer Martial Art, karate, atau apa pun. Tapi kami ini laki-laki, nona. Laki-laki adalah di mana kekuatan besar yang bisa merubah dunia berada. Jadi, dengan karate atau kungfu sekalipun, kau tetap perempuan. Kami, dengan atau tanpa karate adalah laki-laki. Kami tak butuh apa pun selain musuh untuk dihancurkan,” kata Lukasz.
“Kau bicara tentang kehormatan,” kata Krystyna.
“Kehormatan Wisla, kehormatan laki-laki.”
“Kau benar-benar yakin, hanya dengan marah kau bisa merebut kehormatan itu?”