Mohon tunggu...
Adri Wahyono
Adri Wahyono Mohon Tunggu... Penulis - Freelancer

Pemimpi yang mimpinya terlalu tinggi, lalu sadar dan bertobat, tapi kumat lagi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Ich bin ein Berliner

30 Mei 2016   12:16 Diperbarui: 31 Mei 2016   21:01 598
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. hdwallpaper.com

“Lalu?”

“Aku mengucapkan selamat untuk keberhasilannya, dan kutanyakan apa yang akan dilakukannya setelah keberhasilannya yang gemilang itu.”

“Apa katanya?”

“Ia terus mengatakan menyesal dan berkata bahwa ia mengurungkan niatnya untuk memilikiku dan akan pergi menjauh dari kehidupanku. Pada saat itulah aku merasa sangat marah. Jadi, kau akan pergi setelah kau bunuh suamiku, seperti itu? Ia diam. Pertanyaan itu kurasa lebih dari sebuah pukulan balasan yang mematikannya. Pada saat itu tiba-tiba saudaranya, Bibi Steffi, masuk karena mendengar pembicaraan kami. Ia marah pada Karl dan menuntut Karl mengambil tanggung jawab penuh atas kehidupan aku dan bayiku atau akan melaporkannya pada polisi.”

“Bibi Steffi sejak awal sepertinya sangat baik padamu, bu.”

“Ya, ia sangat baik. Ia memohon padaku agar memaafkannya. Ia adalah adik dari ibunya Karl yang juga lari dari Berlin pada tahun 1962, ketika tembok Berlin masih baru.”

“Kau memaafkannya?”

“Apa pun, ayahmu sudah tak mungkin kembali. Aku harus memikirkan hidup kita selanjutnya, lagipula sebelum ia membuka rahasianya sendiri aku sudah memutuskan untuk menyerahkan hidup matiku padanya. Tapi aku mengatakan pada mereka bahwa aku akan tetap memakai nama Meier di belakang namaku dan nama anakku, diijinkan memasang foto Olaf, dan boleh mengatakan bahwa Karl adalah ayah tiri bagi bayiku jika sudah besar. Karl menerima dan Bibi Steffi tak keberatan.”

“Tapi kalian tak memiliki anak dari pernikahan kalian,” kata Berta.

“Karl menikahiku, tapi ia tak pernah tidur denganku. Aku sadar bahwa ia benar-benar menyesal ketika ia akan meninggal setahun lalu. Selama kami menikah, ia menepati janjinya untuk tak menyentuhku.”

“Itukah kenapa ia minta maaf saat itu?” tanya Berta yang teringat saat Karl, ayah tirinya sakit dan akhirnya meninggal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun