Mohon tunggu...
Adri Wahyono
Adri Wahyono Mohon Tunggu... Penulis - Freelancer

Pemimpi yang mimpinya terlalu tinggi, lalu sadar dan bertobat, tapi kumat lagi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Ich bin ein Berliner

30 Mei 2016   12:16 Diperbarui: 31 Mei 2016   21:01 598
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. hdwallpaper.com

“Teman ayahmu...” desah Helene sambil membuang pandang kembali ke Gerbang Brandenburg, “aku memang membuat ia terkesan pergi dalam cerita-ceritaku selama ini. Ia sebenarnya tak pernah pergi ke mana pun, maksudku, ia ada bersama kita selama ini.”

“Karl?” Berta menyebut ayah tirinya.

“Ya.”

“Jadi teman ayah itu sebenarnya adalah Karl?”

Helene mengangguk dan memandang Berta dengan tatapan bersalah.

“Aku sebenarnya ingin merahasiakan ini darimu selamanya, Berta. Aku tak ingin kau menganggap ibumu mengkhianati ayahmu. Karl, teman ayahmu itu membawaku ke Koln untuk menemui kerabatnya dan menumpang tinggal di sana. Karl bekerja serabutan untuk bertahan hidup dan membiayaiku.”

“Kau menggantungkan hidup pada Karl?”

“Tidak, aku melamar menjadi pelayan di sebuah toko yang mau menerimaku tapi aku harus bekerja sampai malam. Aku harus memiliki uang saat melahirkanmu.”

“Aku ingin sekali mendengar bagaimana kemudian kau menikah dengan Karl. Aku menghormatinya sebagai ayah tiriku, bu. Aku hanya terkejut karena ia adalah teman ayah itu, bukan orang lain yang kau jumpai di Koln sebagaimana ceritamu selama ini.”

“Aku terlalu lelah bekerja dan memikirkan ayahmu sehingga keadaanku sungguh sangat lemah ketika kehamilanku semakin besar. Aku tak kuat lagi bekerja dan lalu aku menjadi tergantung pada bantuan Karl dan saudaranya. Ia melakukan segalanya untuk membiayai kelahiranmu di rumah sakit hingga aku dan kamu kembali ke flat di mana kami menumpang tinggal.”

“Lalu?”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun