Mohon tunggu...
Adrian Chandra Faradhipta
Adrian Chandra Faradhipta Mohon Tunggu... Lainnya - Praktisi pengadaan di industri migas global yang tinggal di Kuala Lumpur dan bekerja di salah satu perusahaan energi terintegrasi terbesar dunia.

Menggelitik cakrawala berpikir, menyentuh nurani yang berdesir__________________________ Semua tulisan dalam platform ini adalah pendapat pribadi terlepas dari pendapat perusahaan atau organisasi. Dilarang memuat ulang artikel untuk tujuan komersial tanpa persetujuan penulis.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

3 Perbedaan Utama Bekerja di Perusahaan Migas BUMN Indonesia dan Perusahaan Migas Internasional di Luar Negeri

21 September 2024   17:15 Diperbarui: 23 September 2024   14:28 1392
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa bulan lalu, setelah melalui proses seleksi yang cukup panjang dan melelahkan serta berdiskusi dengan keluarga, alhamdulillah saya mengambil salah satu keputusan terbesar dalam hidup saya dan keluarga, pindah ke salah satu Perusahaan Minyak dan Gas (Migas) Internasional terbesar di dunia yaitu British Petroleum (bp) kantor Global Business Service (GBS) Kuala Lumpur, Malaysia.

bp Kuala Lumpur Welcome Kits. Sumber: dokumentasi pribadi.
bp Kuala Lumpur Welcome Kits. Sumber: dokumentasi pribadi.

Sebelumnya saya sudah sempat berkarier 9 tahun lebih di salah satu anak perusahaan PGN yang sekarang di bawah holding Pertamina dan bergerak di industri hulu migas.

Alasan utama saya pindah karena penawaran dan manfaat ekonomis serta kesempatan berkolaborasi di lingkungan internasional yang pastinya dapat mendukung karier saya ke depan.

Sudah lebih dari dua bulan saya belajar dan bekerja di sini. Ada banyak hal yang telah saya bandingkan dan amati pada dunia kerja di perusahaan migas BUMN di Indonesia dengan perusahaan migas internasional di luar negeri. 

Berikut adalah tiga perbedaan utama diantaranya

Pertama, Budaya Kerja: Lokal vs Global.

New Joiners Juli-Agustus 2024 dari berbagai negara. Sumber: dokumentasi bp South Bangsar.
New Joiners Juli-Agustus 2024 dari berbagai negara. Sumber: dokumentasi bp South Bangsar.

Di sini, secara pribadi, saya sangat merasakan budaya kerja yang sangat terbuka dan egaliter dengan lingkungan sangat internasional. Sebagai gambaran di kantor bp di Kuala Lumpur ada sekitar 1.300 pekerja gabungan dari berbagai divisi dan latar belakang dan asal yang sangat beragam dari benua Asia, Eropa, Amerika bahkan dari Afrika.

Sharing Session dengan salah satu petinggi direktur Microsoft. Sumber: dokumentasi pribadi.
Sharing Session dengan salah satu petinggi direktur Microsoft. Sumber: dokumentasi pribadi.

Dibandingkan dengan perusahaan saya sebelumnya, yang berada di bawah grup Pertamina, hampir 100% pegawainya adalah orang Indonesia, meski juga mereka datang dari berbagai daerah di antero Indonesia, namun pastinya budaya konvensional dan tradisional Indonesia masih relatif sama dan erat dipegang. Budaya “unggah -ungguh”, sopan santun, gotong royong, cukup santai, birokratis dalam bekerja masih umum ditemukan.

Hal-hal tadi tentu baik kita persepsikan khususnya nilai kebersamaan dan saling membantu. Namun, di dalam berbagai kesempatan, ternyata justru dapat menghambat kemajuan di organisasi. 

Beberapa di antaranya adalah menyebabkan komunikasi yang cukup kaku dan rigid serta birokratis di lingkungan perusahaan saya terdahulu. Hal tersebut sering kali membuat organisasi tidak lincah dalam bertumbuh.

Belum lagi senioritas dan budaya kerja yang cukup santai sehingga membuat lingkungan terkadang tidak melaju secara efektif dan efisien.

Sangat berbeda dengan di sini, saya menyapa atasan bahkan bos besar saya hanya dengan sapaan nama saja tanpa embel-embel Bapak, Ibu, dan sebagainya. Pun dengan jalur komunikasi kami bisa setiap saat tanpa batasan berdiskusi dan mengobrol dengan mereka kami baik secara luring maupun daring. Tempat duduk kami di kantor dirancang seperti open space dan semua orang bisa duduk di mana saja. Sehingga menjadi pemandangan sangat biasa menemukan bos-bos  duduk bekerja di sebelah kami di antara bawahannya tanpa sekat sama sekali.

Lebih jauh, keseimbangan kerja dan kehidupan pribadi di bp sangatlah diperhatikan. Sebagai gambaran, kami di sini hanya wajib datang ke kantor 3 hari dalam seminggu, sisanya 2 hari saya dapat bekerja di rumah. 

Di sini juga kita dibudayakan untuk speak up dan berlaku sesuai aturan dan tidak menimbulkan budaya toxic dalam bekerja. Kami di sini disediakan akses untuk mengadukan atasan, rekan kerja atau siapapun di dalam organisasi yang berlaku toxic dan sanksi yang diberikan akan sangat berat bahkan pemecetan dengan segera.

Tapi memang tantangan dan kompleksitas kerja semakin lebih besar seiring dengan tanggung jawab yang lebih besar pastinya.

Kami juga diharuskan untuk berkolaborasi dan berkoordinasi dengan tim dari berbagai negara tentunya juga dengan berbagai keunikan dan perbedaan dalam cara kerja, termasuk juga banyaknya aturan dalam bp yang mengikat dan sangat dinamis bahkan kerap berganti.

Di sisi lain, memang kebersamaan dan budaya gotong royong tidaklah kental dirasakan, bahkan saya sampai saat ini masih mengenal sedikit saja rekan kerja saya di sini. 

Selain karena jam kerja masing-masing orang bisa berbeda karena mengikuti waktu kerja wilayah yang di pegangnya, semisal Amerika Serikat, Amerika Selatan, Eropa, Timur Tengah, dan lain sebagainya. 

Hal ini juga muncul karena di sini para karyawan lebih bersikap individualis dan tidak suka ikut campur atas kehidupan dan pekerjaan orang lain, ataupun jika berkelompok maka akan cenderung berkumpul dengan komunitas negara asal mereka. Semisal orang India sering berkumpul dengan orang India, orang Thailand dengan orang Thailand dan sebagainya.

Momen kami akan berkumpul dan bergabung bersama, ada di saat acara tertentu atau projek tertentu saja. Ehm, saya pikir hal ini mengurangi potensi per-ghibah-an di kantor ya, bless in disguise? Hehehe…

Komunitas Indonesia di bp Kuala Lumpur. Sumber: dokumentasi tim bp Indonesia di KL
Komunitas Indonesia di bp Kuala Lumpur. Sumber: dokumentasi tim bp Indonesia di KL

Beruntungnya saya di sini ada komunitas Indonesia, sehingga kebersamaan budaya saling bantu dan gotong royong masih saya rasakan. 

Lebih dari itu, memang saya harus lebih proaktif dalam bekerja, khususnya untuk belajar berbagai proses dan way of working di sini. Berbeda Ketika saya di Indonesia di mana banyak sekali acara dan waktu untuk saling bercerita dan bergotong royong dalam berbagai hal termasuk dalam bekerja dan berbagai acara.

Komunikasi yang selama ini hanya berfokus utamanya pada Bahasa Indonesia sekarang kebanyakan saya gunakan dalam Bahasa Inggris, terutama untuk interaksi dan bekerja sehari-hari, berkolaborasi dengan rekan-rekan dari bp seluruh belahan dunia. Meski begitu, saya juga tetap menggunakan Bahasa Indonesia untuk pekerjaan-pekerjaan kontraktual dan pengadaan barang dan jasa di area Indonesia. 

Hal ini tentu sangat bermanfaat setidaknya membuat saya dapat mengasah dan mempertajam kemampuan komunikasi dalam Bahasa Inggris saya.

Kedua, Kompensasi dan Fasilitas

Workshop di bp Kuala Lumpur. Sumber: dokumentasi pribadi.
Workshop di bp Kuala Lumpur. Sumber: dokumentasi pribadi.

Berstatus sebagai ekspatriat di perusahaan migas yang sekarang bertransformasi menjadi perusahaan energi terintergrasi internasional, tidak dipungkiri seiring juga dengan kompensasi yang diberikan.

Lebih jauh tinggal di Kuala Lumpur memang secara pribadi saya rasakan lebih sedikit mahal dalam beberapa aspek seperti makanan, sewa apartemen, biaya utilitas seperti air, listrik, dan biaya pendukung lainnya, dibandingkan dengan Jakarta dan beberapa daerah di Pulau Jawa dan Sumatra. Namun, dalam beberapa aspek justru sebaliknya apalagi mengingat transportasi umum di sini sangat bagus dan terintegrasi serta terjangkau. 

Dengan rendahnya polusi udara dan sedikitnya kemacetan, didukung juga dengan banyaknya fasilitas publik yang mudah diakses, tentu menjadi pertimbangan positif bagi saya dan ekspatriat lainnya untuk  memilih Kuala Lumpur sebagai tempat untuk tinggal dan bekerja.

Tidak dipungkiri kompensasi sebagai pekerja ekspatriat dengan fasilitas yang sangat kompetitif termasuk uang pensiun, fasilitas kesehatan, berbagai tunjangan dan diskon adalah di antara faktor utama lainnya saya memilih untuk bermigrasi ke bp Kuala Lumpur.

Dibandingkan dengan bekerja di salah satu afiliasi di Pertamina, kompensasi yang saya dapat bulanan dan agregat setahun tentu cukup jauh meningkat mengingat posisi dan tanggung jawab saya juga semakin besar untuk mendukung operasional bp baik regional bahkan global.

Tetapi saya juga tidak menganggap kompensasi yang saya dapatkan semasa di bawah grup Pertamina kecil, karena jika dibandingkan dengan UMR serta penghasilan rerata di industri hulu migas di Indonesia, kami termasuk dalam penghasilan yang stabil dan sangat baik. Saya tentu berterima kasih kepada perusahaan lama saya atas hal tersebut.

Selanjutnya, pendekatan bp dalam merumuskan gaji tidak hanya melihat rerata gaji dari negara mana kami berasal. Mereka melihat kompetensi, pengalaman, dan tanggung jawab saya dikombinasikan dengan nilai pasar untuk level pekerjaan secara global. Jadi kita merasa sangat dihargai dan tidak terdiskriminasi hanya karena kita berasal dari Indonesia.

Untuk waktu cuti ketika di Indonesia saya diberikan 25 hari selama setahun dengan cuti-cuti lainnya yang diperkenankan. Namun, beberapa tahun setelah pandemi bekerja dari kantor secara penuh menjadi kewajiban bagi karyawan dan ini cukup menyita waktu bagi saya.

Di Kuala Lumpur saya mendapatkan cuti 22 hari selama setahun belum ditambah dengan cuti-cuti lainnya seperti kegiatan sosial dan tambahan cuti jika ada hari libur di hari sabtu. Lebih menyenangkan adalah kami hanya wajib kerja di kantor 3 hari dalam seminggu, 2 hari sisanya kami dapat bekerja di rumah atau di tempat lainnya yang memungkinkan untuk bekerja. Ini cukup membantu kami untuk menyeimbangkan waktu di kantor dan untuk diri sendiri serta keluarga.

Ketiga, Kesempatan Pengembangan Karier dan Diri

Pelatihan di bp Kuala Lumpur. Sumber: dokumentasi pribadi.
Pelatihan di bp Kuala Lumpur. Sumber: dokumentasi pribadi.

Saya sangat berterima kasih atas pengalaman dan dukungan perusahaan saya terdahulu. Semasa sebelum di bawah grup Pertamina sampai proses holdingisasi sehingga kami di bawah Pertamina banyak hal yang saya pelajari.

Masuknya saya ke bp juga tidak lepas dari peran perusahaan terdahulu yang telah menerima saya dengan tangan terbuka dan memberikan kesempatan saya untuk mengembangkan diri

Di sisi lain saya masih melihat banyak area yang harusnya dapat ditingkatkan kembali, khususnya dalam jenjang karier dan pengembangan diri bagi karyawan.

Bagi saya pribadi 9 tahun di perusahaan sebelumnya, saya tidak melihat secara jelas jenjang karier saya, meski sudah ada diskusi dan perumusan dengan atasan dan bagian pengembangan karyawan serta hasil kerja saya yang selalu melebihi dari target. Alasan karena “kolam yang kecil”, birokrasi, perizinan dan lain sebagain ya menjadi alasan promosi dan kenaikan posisi cukup sulit dilakukan.

Berbeda dengan di bp, jika sudah dua tahun di posisi yang sama kita dapat mengajukan untuk promosi jabatan, tentu dengan syarat dan ketentuan yang berlaku serta evaluasi yang yang komprehensif.

Selain itu juga, kita juga dapat mendaftarkan diri untuk posisi yang tersedia di seluruh cabang bp di seluruh dunia tentu dengan proses dan seleksi internal yang sesuai. Banyak dari Tim Kuala Lumpur yang juga ditugaskan di negara lain bahkan mendapatkan promosi ke negara lain atau kantor pusat kami di London, Inggris.

Di perusahaan sebelumnya banyak juga pelatihan dan area pengembangan diri yang saya dapatkan dan rerata memang berbasis lokal. Bahkan banyak gugus tugas, kepanitiaan acara, kelompok kerja yang sering saya ikuti ketika di grup Pertamina.

Totebag dari Workshop di bp Kuala Lumpur. Sumber: dokumentasi pribadi.
Totebag dari Workshop di bp Kuala Lumpur. Sumber: dokumentasi pribadi.

Di sini justru saya mendapatkan pelatihan dan area pengembangan diri yang berbasis global bahkan tidak hanya terkait pekerjaan tetapi juga di luar pekerja semisal aktivitas sosial, hobi, dan lain sebagainya. Kami juga diberikan akses untuk mengikuti  berbagai pelatihan baik luring maupun daring seperti coursera secara gratis bahkan mengikuti Toastmasters International dengan biaya gratis yang dibayarkan oleh bp.

Di sini juga sering diadakan sharing session antar-rekan kerja dari seluruh dunia terkait berbagai topik dan praktik di lapangan, sehingga kita tidak hanya belajar secara teoritis tetapi juga secara praktis dari perspektif praktisi langsung.

Demikianlah tiga hal yang saya amati dan simpulkan sebagai perbedaan paling mencolok bekerja di Perusahaan Migas BUMN di Indonesia dengan bekerja di Perusahaan Migas Internasional di luar negeri. Masing-masing ada keunggulan dan kekurangannya termasuk tantangan dan pelajarannya.

Terpenting bagi kita adalah bagaimana bertanggung jawab atas pilihan kita dan matang untuk memutuskan berkarier di dalam maupun luar negeri, di sektor swasta ataupun BUMN.

Tabik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun