Mohon tunggu...
Adolf Izaak
Adolf Izaak Mohon Tunggu... Karyawan swasta -

Orang kantoran tinggal di jakarta yang suka moto, traveling, di negeri tercinta Indonesia. bercita-cita ingin menjadi travel writer, travel photographer, khusus Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Suasana Mendebarkan di "Jurassic Park" Indonesia

10 Maret 2017   09:58 Diperbarui: 11 Maret 2017   12:00 966
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
koleksi pribadi. Se-ekor Ora mengendus perlahan

Mendebarkan bagian pertama

“Sssstttt…..diam tenang…”, kataJono. Spontan sang ranger menghentikan langkah serta menahan langkah kami.Seketika juga ia menghentikan penjelasan tentang kehidupan komodo khususnya dipulau Rinca. Matanya menatap lurus se-ekor Ora, sebutan lain Komodo oleh wargasetempat. Nama latinnya Komodo Variensis.

Tampak se-ekor Ora berjalan pelan sambil menjulurkan lidahnya. Langkahnya perlahan menuju ke tempat kamidiam berdiri. Jaraknya sekitar 10 meter. Sebuah jarak yang patut di waspadaimengingat Ora dapat berlari dengan kecepatan 30 km/jam. Melirik ke Jono, wajahnya terlihat tegang. Dengan galah yang ujungnya berbentuk huruf “V”,menatap waspada.

“mbak tidak sedang haid kan”, Tanya-nya kepada Sevrin rekan saya yang langsung berdiri di belakang saya. “Tidak…”, jawabnya pelan. Sekedar meyakinkan saja, hewan ini cukup sensitive dengan bau darah. Bahkan dapat mengendus aroma darah dari jarak 5 kilometer. Woowww….luar biasa.

Melihat ekspresi benar-benar tegang di wajah Jono, salah satu ranger yang biasa mengantar pengunjung di Pulau Rinca, saya ikut tegang juga. Lah dia yang sudah biasa ketemu setiap hari sang “naga purba” demikian julukan lain Ora, bisa tegang apalagi kami. Dalam ketegangan itu kami sempatkan memencet tomboh shutter kamera. Pikir ku ini ini momen langka.


“sssttt….jangan ambil foto dulu pak. Suara tadi (maksudnya tombol shutter kamera), bisa bikindia kesini”, tegurnya dengan suara pelan. Wuaaaa….justru saat begini momenbagus untuk di foto, kata ku dalam hati. Iya sich. Tapi ini tidak main-main.

“nanti kalau ada aba-aba dari saya, langsung minggir mencar ya”,katanya lagi sambil mata menatap lurus ke si Ora. Wah beneran nich ngga main-main. Ku perhatikan juga langkah pelan si Ora semakin mendekat ke arahkami. Ngga kepikir tuk motret. Ancang-ancang nunggu aba-aba Jono.

Lah kalau benar-benar harus mencar ke arah mana nich? Kiri-kanan semak-semak. Lagi pula sebelum start trekking ngga ada pengarahan harus gimana kalau ngalami begini. Ini adalah yangkedua kalinya aku ke Pulau Rinca. Mengambil short track selama 1 jam, persis 3 tahun lalu saat pertama kali ke sini. Namun baru sekarang berhadapan langsung dengan Ora.

Mengerti hewan ini bisa agresif. Selain mampu berlari dengan kecepatan tadi, sabetan ekor-nya bisa langsung membuat mangsanya mencium tanah. Tidak peduli calon mangsanya hewan atau bahkan manusia. Makanya salah satu tindakan menghindar adalah hindari jangkauan kibasan ekor.

Jika kemungkinan cium tanah terjadi, tanpa sungkan-sungkan lagi si Ora menghampiri. Dengan deretan gigi yang kecil namun tajam ia langsung menggigit, terserah bagian tubuh mana.Setelah itu ia pergi. Bukannya pergi menjauh. Ia diam kan dulu korbannya sambil menunggu kiriman air liurnya yang penuh bakteri mematikan, bekerja di tubuh korban. Perlahan-lahan korbannya akan lemas, bahkan menderita sakit, lalu “out”. Wooowww….

koleksi pribadi. Si Ora tadi makin mendekat
koleksi pribadi. Si Ora tadi makin mendekat

Saat tidak berdaya justru saat bagi Ora berpesta. Tubuh korban di cabik-cabik dengan gigi tajamnya. Memang sudah di “disain” deretan gigi untuk mencabik mangsanya. Biasanya tidak sendiri. Menyadari ada yang pesta, “teman-teman” si ora biasanya datang dan ikut berpesta. Ya alam sudah menciptakan begini untuknya.

Tapi apa iya manusia lantas layak menjadi santapannya? Batin ku protes. Ya siapa tahu. Jangan lupa Ora hewan liar bukan peliharaan seperti doggy atau kucing. Ia tidak memiliki hati nurani jika sudah lapar. Jangan berharap belas kasihan darinya jika sudah menjadi santapannya. Bahkan anaknya sendiri ia santap. Wooouwww……tega bangetya. Bukannya tega sich, Sang Pencipta sudah menciptakan demikian untuknya.

Lanjut dengan ketegangan tadi. Masih menjadi pertanyaan jika ada ancang-ancang mencar, harus lari kemana?ke kiri atau kanan? Di jamin ngga nich bakalan selamat? Atau jangan-jangan ketemu ora lain yang juga siap menyerang. Dalam ketegangan tadiku pegang selangkangan. Ooo tidak basah. Biasanya kalau sudah tegang beginibukan mustahil ya pipis di celana tanpa sadar sebelunya. Dalam hati aku berdoa dan memohon kepadaNYA agar di lindungi dan jangan sampai jiwa meninggalkan raga dengan cara mengerikan tadi.

Semakin melangkah dekat kearah kami, tiba-tiba ada pergerakan Ora ke arah kanan. Berarti ke kiri dariarah kami bediri. Jono memastikan si ora memang benar sedang melangkah kekanan. Bukan manuver atau strategi pengelabuannya agar calon mangsa terkecoh.Akhirnya….lega…. si ora tadi benar-benar tidak keliru melangkah. Segera aku pencet lagi tombol shutter. Setelah itu benar-benar lega. Luput sudah dari kemungkinan calon mangsanya.

Ini bukan skenario agar petualangan kecil semakin seru. Kondisinya memang demikian. Berada di PulauRinca yang luasnya 19 ribu hektar, memang berpeluang bertemu komodo. Jumlahnya sekitar 2.300 ekor. Lebih banyak di banding tetangganya Pulau Komodo yang jumlahnya sekitar 2.100 ekor.

Ada juga traveler yangmenjuluki The Jurasic Park of Indonesia. Suasananya mirip hutan yang ada di film terkenal itu. Setiap saat berpeluang bertemu Ora yang dibiarkan hidup liar dan bebas. Jika datang Juli-Agustus perilaku Ora lebihagresif karena sudah masuk musim kawin. Harus lebih waspada karena tidak jarang terjadi perkelahian terutama di antara Ora jantan dalam rangka perebutkan ora Betina. Wah kalau aja manusia, si cewek ge-er banget ya di rebutin banyakcowok…hahaha….

Perilaku yang unik sepertiini yang bikin penasaran datang melihat langsung. Gaung sebagai hewan purba kalayang masih bertahan sampai sekarang, telah memikat traveler dari belahan benua seberang. Tidak sedikit bule-bule dari Eropa, Amerika, rela menghabiskan biaya besar,menyebrang benua, datang ke sini demi megobati penasarannya.

koleksi pribadi. latarbelakang beberapa Ora (komodo variensis) di Pulau Rinca. Akhirnya 2 kali aku kesini
koleksi pribadi. latarbelakang beberapa Ora (komodo variensis) di Pulau Rinca. Akhirnya 2 kali aku kesini

Mendebarkan bagian kedua

“unik-nya” justru traveler lokal dari negeri ini termasuk yang tidak seagresif minatnya ke sini. Sudah ngga heran lebih banyak bule ketimbang orang sini yang kesini, kata Jono yang sudah 5 tahun lebih menjadi ranger. Barulah beberapa tahun belakangan mulai tampak wajah-wajah familiar yang bercakap-cakap menggunakan bahasa Indonesia. Rupanya traveler Indonesia ketularan penasaran melalui cerita seru dari yang pernahkesini. Bisa juga dari promosi di medsos.

Kami melelanjutkan perjalanan di short trekking ini. Kira-kira masih 45 menit di sisa treking. Rencana akan naik bukit savanah. Baru 10 menit perjalanan, tiba-tiba Jono memegang tangan saya agar berhenti. “sssstttt….ada lagi ora….”, katanya pelan. Ya ampun, baru saja lepas tegang sekarang kog tegang lagi ya. “cepat mundur…mundur…”, serunya pelan. Haaaa….mundur…mana Ora-nya?

Ooo benar saja. Naluri npengalaman Jono mendeteksi kehadiran Ora terbukti. Mataku belum sempat melihatsi Ora, Jono sudah tahu duluan. Akhirnya terlihat se-ekor Ora sepanjang 3 meterkeluar dari semak-semak. Kelihatan langkahnya lebih cepat dari yang tadi….Jantung kembali deg-deg-an. Jono menarik ku mundur tuk menghindar ke tempataman. Aku sempat kan untuk motret dulu. Tambahan informasi aja, populasi Ora diPulau Rinca memang lebih banyak ketimbang di Pulau Komodo. Namun dari bentuk fisik lebih kecil dan lebih agresif. Saya sudah buktikan dengan melihatlangsung di pulau Komodo.

koleksi pribadi. Ada lagi Ora lain yang mengendus mendekat
koleksi pribadi. Ada lagi Ora lain yang mengendus mendekat

Wuii….wuii….semakinmendekat ketimbang yang tadi. “oke diam…diam…jangan bergerak…biar saya yang hadapi…”. Jono segera maju di depan saya dan rekan saya,Sevrin. Ceritanya pasang badan nich. Hhhmmm…ya aku nurut aja sambil menungguapa yang terjadi. Saat itu udah ngga berani motret lagi. Pesan jono tadi janganbanyak pergerakan. Semakin kita bergerak, Ora semakin penasaran dan akan terus mendekat mangsanya. Ooo my GOD…. Apakah tubuh ku yang gempal sudah di deteksi sebagai santapannya….? No…no…Tuhan. Jangan biarkan saya menjadi santapannya ya,lagi-lagi doa ku dalam hati.

Ku perhatikan lagi dalam ketegangan. Benaran kali ini lebih dekat. Jono berdiri tegap dengan mata lurus menatap si Ora sambil memegang galahnya. Karena tubuhnya membelakangi-ku tidakbisa ku lihat apakah mulut-nya komat-kamit. Ah siapa tahu aja mulut Jono sedang apa gitu. Eeee…bener saja, si Ora pergi. Dia Cuma melintas. “oke…kita lanjut jalan, sudah aman”, kata Jono.

Ya ampun, Ora tadi “takluk”ya sama Ora. Pake ilmu apa sich Jono ini? Dia hanya tersenyum waktu aku tanyabegitu. Ya...sudah biasa menghadapi Ora. Ia lahir dan besar dari salah desa dikawasan Taman Nasional Komodo. Sempat merantau ke Lombok. Lalu sekarang sudah balik lagi, menekuni profesi sebagai ranger di pulau Rinca. Pengakuannya, income-nya lebih banyak terutama dari tips tamu yang di kawalnya.

koleksi pribadi. Ora tadi mendekat mengendus lalu pergi
koleksi pribadi. Ora tadi mendekat mengendus lalu pergi

Hehehe….iya lah. Pulau Rinca tidak pernah sepi pengunjung. Hari biasa aja rame apalagi musim liburan. Dalam sehari ia biasa kebagian minimal membawa 3 group short Treking. Oya,pengunjung bisa memilih Medium Treking selama 2 jam lebih, atau long treking diatas 3 jam. Satu rombongan untuk short katakanlah ia mendapat tips minimal 100ribu. Satu hari jika minimal 3 group, minimal Ia terima 300 ribu. Minimal lho.Dari jumlah itu 50% untuk share ke teman-teman melalui “koperasi” kecil danpengurus ranger setempat, sisanya 50% murni masuk kantongnya. Lumayan khan…

Oya…kira-kira masih akanketemu Ora lagi ngga nich, tanya ku saat mulai menanjak menuju bukit Savanah. Oootidak…Komodo jarang mau naik ke bukit. Panas. Komodo ngga suka panas-panas-an,kata Jono. Ooo gitu. Pantes banyak tiduran di bawah rumah panggung karyawan sini ya.

koleksi pribadi. Se-ekor Ora tampak
koleksi pribadi. Se-ekor Ora tampak

Sebelum kami treking nanja, Jono sempat perlihatkan se-ekor ora lagi yang menyamar di balik dahan. Rupanyakami tiba saat musim bertelur. Wajar jika ketemu yang lagi ngerami telur. Cumaharus ekstra hati-hati. Sama seperti musim kawin, saat musim mengerami Ora pun jauh lebih agresif.

Wuaaa….kayaknya yang keduakali ke sini lebih seru nich dan lebih tegang. Pertama kali dulu ngga ngalami begini…. Yeaaa…tapi ini memang bonus. Benar-benar berasa di Jurasic Park from Indonesia…hahaha….

Satu pertanyaan yang belum sanggup ku ajukan ke Jono. "pernah kah menghalau Ora menggunakan galah tadi?". "pernah kah berlatih on spot menghalau Ora menggunakan galah". Aku ngga berani bertanya begitu karena takut yang di tanya kurang suka. By logika galah yang cuma 1.5 meter apakah mampu menghalau Ora yang panjangnya 3 meter dengan berat lebih dari 100 kilo. Cukup pertanyaan ini ku simpan dalam hati. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun