Apa dampaknya?Â
Bagi lembaga pembiayaan, tentu ini sebuah kerugian oleh kecurangan yang dilakukan nasabah.Â
Selain menyembunyikan niat di belakang, unit tersebut ketika sudah dijaminkan, haknya sudah bukan milik seutuhnya oleh nasabah karena dana sudah dibayarkan oleh pemberi pinjaman.Â
Kasus-kasus seperti ini banyak sekali dan kerap kali bermasalah karena kepentingan atas unit yang disewakan, bukan lagi antara pihak pembiayaan dengan si nasabah tapi sudah melibatkan pihak ketiga yakni si penyewa, yang tak tau ada perjanjian kredit atas kendaraan tersebut.Â
Belum lagi bila si nasabah lalai membayar dan unit terdeteksi oleh pegawai pembiayaan bahwa disewakan ke pihak lain.Â
Bila mau ditarik, tentu si penyewa tak terima. Bayangkan andai kita yang jadi si penyewa, tentu rugi dua kali. Pihak pembiayaan pun bingung karena tak ada urusan perjanjian kredit dengan si penyewa.Â
Bagi si nasabah, mungkin secara etika ada perasaan bersalah karena melanggar akad kredit. Namun bila mampu menjaga konsistensi pembayaran baik hingga lunas, mungkin akan aman aman bae hingga BPKB itu "wisuda" pada pada waktunya. Meski ketidakjujuran itu tidak dibenarkan.Â
Namun akan jadi tak aman bila terdeteksi oleh pihak pembiayaan. Ketika akan kredit unit baru atau mau agunkan lagi BPKB unit lain, akan berpemgaruh pada persetujuan kredit.Â
Karena data di sistem itu sulit dihapus. Bisa sampai 10 tahun terbaca bahwa nasabah Si A atau Si B pernah bermasalah karena unit disewakan alias pindah tangan.Â
Karena bagaimana pun, mengalihkan kepemilikan unit kendaraan pada pihak lain ketika unit itu sudah ada hitam di atas putih dengan pihak sebelumnya, sangatlah beresiko.Â
Baiknya  kembali pada diri sendiri bagaimana meminimalisir resiko agar aman -aman bae.Â
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!