Meski di postingan terakhir Tante Ernie hanya mendulang sedikit likes dan komentar, namun realitanya mereka yang biasanya berkomentar dan mengklik tanda suka pada postingan -postingan sebelumnya, tetaplah memantau akun Instagram si tante. Masih tetap setia jadi follower.
Bisa jadi setelah usai puasa dan lebaran, barisan komentator dan pemberi tanda suka akan meningkat dan sama seperti tren sebelumnya.Â
Mereka pun tak malu-malu untuk bercanda nakal dan saling melempat sindiran berbau erotis dan sensual. Tentu dengan umpan-umpan foto terbaru si tante yang menggoda.Â
Fenomena tobat sambal kerap kali kita temui tak hanya pada akun-akun medsos berkonten ala-ala postingan Tante Ernie. Tapi juga pada area-area yang lain.Â
Seseorang menjadi lebih religius dalam tanda petik, namun berbalik menjadi liar dan nakal manakala tak ada lagi prosesi wajib sesuai keyakinan.
Ketika mencicipi sambal yang rasanya pedas, mungkin mereka tidak tahan akan sensasinya. Lalu berniat untuk tak makan lagi karena level pedasnya bikin sakit perut dan bisa mengiritasi lambung.Â
Namun ketika derita organ perut sudah teratasi, balik lagi pengen mencicipi. Makin pedas makin hot makin menikmati. Akhirnya jadi ketagihan yang berulang.
Tak ada terasi udang dan bawang, hanya cabe rawit dicocol garam dapur pun jadi. Tak ada Tante Ernie pun, tante-tante atau gadis berdaster pun sudah memuaskan fantasi saking tak dapat mengontrol pikiran.Â
Nah lho, sampai kesitu efek nya. Lalu apakah Tante Ernie dan selebgram lain yang wara-wiri di medsos menjual sensualitas berpikir akan dampak sosial dari konten mereka  atau kah melakoni prinsip bahwa kontrol diri tergantung Anda, para viewer.Â
Yang diposting adalah sebuah karya seni lepas dari itu sensual atau kah tidak. Narasi tulisan bisa saja menggoda namun mereka bisa berkilah bahwa itu tidaklah memancing namun hanya bercanda sebagai pelengkap foto.Â
Entahlah. Yang pasti fenomena sosial selalu melahirkan konsekuensi sosial. Bila dalam ilmu fisika ada hukum aksi -reaksi maka dalam konteks sosial juga sama.Â