Just Sharing....
Kabar baik berhembus kemarin dari Kementerian Perindustrian. Info HET minyak goreng dicabut akhirnya ngga dicabut.Â
Pemerintah merespon dengan regulasi terbaru setelah stok minyak goreng yang sebelumnya langka tiba-tiba bermunculan dimana-mana dengan harga menjauh dari Harga Eceran Tertinggi. Eitss...tapi ini hanya untuk minyak goreng curah.Â
Minyak goreng curah adalah minyak goreng sawit yang dipasarkan ke konsumem atau pembeli tanpa kondisi tanpa kemasan dan tanpa merek.Â
Sudah pasti lebih murah dibanding beberapa minyak goreng dengan nama Bimoli, Rose Brand, Sania dan lainnya. Soal kualitas dan rasa masakan yang digoreng, kembali pada masing-masing pembeli.Â
Kisruh minyak goreng di tanah air dalam sebulan terakhir yang berpotensi "menggoreng" Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi dan menteri terkait lainnya lantaran dianggap tak mampu mengatasi kelangkaan dan tak bisa menghadapi mafia minyak goreng.Â
Padahal memasak dan menggoreng tidak hanya rutinitas emak-emak di seluruh Indonesia. Tapi ada rantai ekonomi yang memanjang dan menjadi urat nadi  pergerakan barang dan jasa dibalik sebuah produk perkebunan yang namanya kelapa sawit.Â
Sungguh sebuah karunia negara dengan iklim tropisnya sehingga perkebunan kelapa sawit tumbuh subur dan melimpah. Bahkan menjadi tulang punggung bagi suplai ke belahan negara lain lewat jalur ekspor.Â
Minyak goreng tak hanya ibarat jantung hatinya para ibu rumah tangga yang berkreasi di dapur.Â
Tapi juga belahan jiwa para abang gorengan, mbak-mbak penjual lalapan ayam goreng, usaha mikro kecil yang memproduksi cemilan dengan digoreng seperti rempeyek, renggingan, keripik dan kerupuk. Belum lagi ribuan warteg yang tersebar di pinggir-pinggir jalan.Â
Duduk sembari ngopi dengan seorang teman dari Kota Bima NTB, dia bertutur bahwa sejumlah tukang gorengan yang biasanya mangkal di seputaran taman kota ada yang sudah tidak berjualan lagi.Â