Just Sharing....
Dalam suatu kesempatan, pernah bertemu seorang pengusaha kuliner lokal. Kebetulan warung makan yang dikelola menyajikan beraneka masakan berbahan daging babi yang biasa dIsingkat B2 untuk pelanggan non muslim.Â
Menjadi masalah adalah bagaimana mendapatkan suplai daging hewan ini lantaran si pemilik usaha dan lokasi tempat makannya berada di sebuah kabupaten yang mayoritas warganya tidak mengonsumsi daging ini karena alasan keyakinan.Â
Padahal sajian masakannya sangat digemari oleh kalangan pelanggan ini yang memang di daerah tersebut sangatlah jarang menemukan adanya rumah makan khusus seperti itu.Â
"Biasanya kami berburu babi liar yang kerap masuk ke lahan sawah atau di sekitaran kawasan hutan lokal. Tapi sekarang lebih fokus beternak sendiri karena sudah susah menemukan yang liar," ujar Pak Yakob (nama inisial) yang juga mantan nasabah di kantor.Â
Beternak sendiri memiliki sejumlah keuntungan. Hewan dikandangin atau dilepas di lahan milik sendiri. Bisa diawasi dalam tumbuh kembang hingga saatnya nanti hewan tersebut berproduksi (beranak) atau sudah dirasa cukup usia untuk dipotong sebagai bahan daging masakan.Â
Tak perlu menghabiskan waktu dan risiko berburu ke hutan yang kadang belum tentu juga mendapat buruan. Bisa-bisa pulang dengan tangan hampa.
Analogi yang sama juga kerap dilakukan oleh perusahaan jasa keuangan yang mendanai kebutuhan finansial nasabah. Alih-alih berburu calon nasabah baru, perusahaan-perusahaan di industri pembiayaan berfokus lebih banyak pada bagaimana "beternak" dan bukan hanya "berburu".Â
Meski mencari konsumen baru juga tetap dilakukan, namun porsi menduplikasi kontrak-kontrak baru dari kontrak lama pada nasabah yang sama menjadi tren dalam satu dekade terakhir.Â
Program semacam inilah yang disebut refinancing atau secara sederhana maknanya adalah pembiayaan kembali.Â
Mengapa refinancing menjadi fokus?Â
Ada sejumlah alasan melatari mengapa pembiayaan baru dari nasabah-nasabah lama menjadi penting untuk sebuah perusahaan pembiayaan sehingga alokasi sistem, sumber daya manusia, anggaran, dan kebijakan juga kadang diperlukan untuk mengeksekusi program tersebut.Â
Pertama, perusahaan memiliki database nasabah. Ini adalah modal sekalian keuntungan, terutama pada perusahaan-perusahaan berskala nasional atau regional yang sudah lama berdiri dan punya banyak kantor cabang.Â
Mobilitas nasabah yang berpindah domisili pun bisa dilayani karena kehadiran kantor perwakilan di sejumlah kota dan provinsi.Â
Kedua, tren kebutuhan yang bergeser. Dinamika teknologi dan perubahan zaman turut mewarnai keinginan pelanggan.Â
Bila dulu seorang nasabah hanya mengajukan untuk kredit kendaraan, ada kemungkinan nasabah yang sama pada 2 tahun atau 5 tahun kemudian menginginkan punya hunian rumah. Hasrat berubah karena kebutuhan lama sudah terpenuhi.Â
Ketiga, biaya mendapatkan satu nasabah baru lebih mahal dalam petik dibanding nasabah lama dengan kontrak baru. Ini hampir sama dengan analogi beternak versus berburu.Â
Para nasabah lama mungkin harus ditawari program tertentu atau gimmick khusus agar bisa mengajukan pembiayaan baru.Â
Namun itu jauh lebih mudah dibanding dapetin nasabah baru yang masih meraba-raba dan mempertimbangkan untuk kredit di sana.Â
Apa yang harus dipahami nasabah terkait program refinancing?Â
1. Bila Anda nasabah lama, minimal punya riwayat kredit lancar di perusahaan tersebut. Karena sistem terkait program pemberian refinancing pada database nasabah akan memisahkan mana nasabah kualitas super yang layak diberikan fasilitas pembiayaan ulang dan mana yang tidak termasuk.Â
2. Kerap mendapat penawaran baik sewaktu masih jadi nasabah aktif atau sudah lunas. Ini adalah salah satu ciri khas dari program refinancing, di mana beraneka program akan diinfokan.Â
Bisa lewat telepon langsung, pesan komunikasi, email pribadi, kunjungan langsung atau sewaktu nasabah datang ke kantor pembiayaan.Â
3. Plafon maksimal dengan LTV lebih besar dari calon nasabah lain. LTV (Loan To Value) sederhananya adalah besaran pinjaman berbanding harga unit.Â
Pada nasabah lama yang diikutkan program refinancing, LTV bisa hingga 85 persen padahal biasanya rata-rata maksimalnya di 80 persen.Â
4. Bisa satu produk pembiayaan, bundling atau lintas pembiayaan. Ini menyesuaikan perusahaan tersebut membiayai produk apa saja. Nasabahnya sama produknya beda.Â
Misalkan ada bank menawarkan program refinancing rumah pada nasabah perumahan dengan mengambil dana pinjaman di bank yang sama setelah kredit rumah berjalan sekian tahun meski belum lunas. Pola seperti ini banyak dilakukan pada nasabah kredit kendaraan.Â
Yang perlu dipahami juga, meski nasabahnya sama, kontrak dan akad kredit dibuatkan terpisah.Â
Nasabah juga bisa merekomendasikan nama pasangan (suami/istri) untuk kontrak baru walau ini sebenarnya bukan murni refinancing tapi selama masih dalam ikatan sah satu KK (Karru Keluarga), masih dianggap sama.
Kelemahan Program Refinancing
Dari pengalaman bekerja menangani program ini, selain keuntungan mendapatkan nasabah-nasabah lama berkualitas lancar, ada sejumlah kelemahan juga.Â
Kurva normal piramida database nasabah yang cenderung makin lancip ke atas sehingga makin kecil jumlah nasabah layak akan makin kecil juga probabilitas sukses. Ini umumnya pada kantor-kantor cabang kecil atau yang databasenya ngga besar. Sebaliknya pada kantor cabang besar dan sudah lama berdiri, cukup efektif.Â
Selain itu pemberian program bundling pada produk refinancing juga harus melalui saringan analisis kredit karena memiliki dua atau tiga kontrak dengan nasabah yang sama juga tetap punya risiko tersendiri. Tapi biasanya ini by case aja karena database nasabah biasanya sudah melalui tahapan persetujuan sebelum ditawari.Â
Salam,Â
Brader Yefta
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H