Just Sharing....
Dalam suatu kesempatan, pernah bertemu seorang pengusaha kuliner lokal. Kebetulan warung makan yang dikelola menyajikan beraneka masakan berbahan daging babi yang biasa dIsingkat B2 untuk pelanggan non muslim.Â
Menjadi masalah adalah bagaimana mendapatkan suplai daging hewan ini lantaran si pemilik usaha dan lokasi tempat makannya berada di sebuah kabupaten yang mayoritas warganya tidak mengonsumsi daging ini karena alasan keyakinan.Â
Padahal sajian masakannya sangat digemari oleh kalangan pelanggan ini yang memang di daerah tersebut sangatlah jarang menemukan adanya rumah makan khusus seperti itu.Â
"Biasanya kami berburu babi liar yang kerap masuk ke lahan sawah atau di sekitaran kawasan hutan lokal. Tapi sekarang lebih fokus beternak sendiri karena sudah susah menemukan yang liar," ujar Pak Yakob (nama inisial) yang juga mantan nasabah di kantor.Â
Beternak sendiri memiliki sejumlah keuntungan. Hewan dikandangin atau dilepas di lahan milik sendiri. Bisa diawasi dalam tumbuh kembang hingga saatnya nanti hewan tersebut berproduksi (beranak) atau sudah dirasa cukup usia untuk dipotong sebagai bahan daging masakan.Â
Tak perlu menghabiskan waktu dan risiko berburu ke hutan yang kadang belum tentu juga mendapat buruan. Bisa-bisa pulang dengan tangan hampa.
Analogi yang sama juga kerap dilakukan oleh perusahaan jasa keuangan yang mendanai kebutuhan finansial nasabah. Alih-alih berburu calon nasabah baru, perusahaan-perusahaan di industri pembiayaan berfokus lebih banyak pada bagaimana "beternak" dan bukan hanya "berburu".Â
Meski mencari konsumen baru juga tetap dilakukan, namun porsi menduplikasi kontrak-kontrak baru dari kontrak lama pada nasabah yang sama menjadi tren dalam satu dekade terakhir.Â