Di luar dari transportasi dan properti, ada sektor-sektor lain sebagai penyumbang eksistensi pembiayaan. Mesin-mesin pertanian, peternakan, konstruksi infrastruktur, kebutuhan spiritual dalam bentuk perjalanan ke luar negeri hingga hingga gaya hidup masyarakat.Â
Mengenali dua sisi risiko antara nasabah dan pemberi kredit.Â
Ketika seseorang ingin punya kendaraan secara kredit, yang dilakukan adalah mendatangi showroom kendaraan, memilih unit dan pihak showroom akan mempertemukan dengan pegawai perusahaan pembiayaan.Â
Bagaimana dengan gadget, rumah, gedung dan apartemen? Hampir sama. Nasabah selalu berada di tengah-tengah antara pihak pembiayaan dan pihak penyedia yang biasanya disebut pihak ketiga.Â
Kendaraan ada main dealer yang mendapatkan stok order dari pihak ATPM yang kemudian dipajang di tempat mereka. Pengembang membangun hunian di atas tanah yang dibeli lalu memasarkan ke nasabah lewat pihak bank.Â
Demikian juga handphone, kulkas, laptop, mesin-mesin pabrik, dan beraneka barang lain didapatkan dari perusahaan produsen yang bekerja sama dengan toko atau merchant.
Dalam sebuah kontrak kredit, diagram segitiga bermuda melibatkan tiga pihak, yakni kreditur (pihak pembiayaan) - nasabah- pihak penyedia. Risiko berpotensi lebih banyak antara kreditur dan debitur. Karena tanggung jawab pihak penyedia hanya di awal.Â
Bagi perusahaan pembiayaan, dua risiko terbesar adalah kemungkinan nasabah menunggak dan harga jual unit kalo dilelang kembali jatuhnya lebih rendah. Ada sih yang beli tapi lakunya lebih rendah dari sisa pokok utangnya.Â
Itu kalo satu unit. Kalo volumenya banyak, akan berdampak juga karena menggerus profit.Â
Misal sisa PH mobil 100 juta dikembalikan lalu terjual 60 juta. Perusahaan pembiayaan masih rugi 40 juta. Kalo ada 10 mobil seperti itu, bisa hilang 400 juta. Andai profit bunga 100 juta, murni profit cuma 60 juta gara-gara nutupin kerugian.Â
Lalu bagi nasabah, potensi risiko apa aja yang bisa menimpa ketika kontrak sudah berjalan dan kendaraan ditarik.Â