Pada persetujuan KTA, umumnya hanya melihat pada pekerjaan calon nasabah, status kepegawaiannya, perusahaan tempat dia bekerja, dan nominal gaji bulanannya. Sudah pasti pihak bank akan menyeleksi di awal.Â
Karena tak ada jaminan apapun baik sertifikat rumah, tanah atau kepemilikan kendaraan seperti BPKB, akan berimbas pada besaran bunga. Tentu lebih besar dari rata-rata.Â
Jangan juga bandingkan dengan bunga KUR. Beda jauh Kakak. Bukan lagi antara Anyer dan Jakarta tapi bisa jadi antara Madura dan Jakarta. Sudah jauh nyebrang laut pula.Â
Ibaratnya seperti itu. Karena saya juga dulu sempat menghitung selisihnya. Maksudnya adalah sudah cenderung gede bunganya dan risikonya jauh lebih besar karena kenyamanan dan nama baik dipertaruhkan.Â
Bila ada jaminan, andai menunggak pihak bank bisa memberi batasan waktu terkait melego jaminan demi menutupi utang. Nasabah ngga akan dicecar dan dikejar terus ke rumah, ke kantor, ke warkop atau ke tempat selingkuhannya.. hehe.Â
Setelah dijual agunan tersebut ya selesai perkara. Toh juga biasanya nilai agunan lebih besar dari plafon pinjaman. Namun pada KTA, apa yang mau dijual apalagi si nasabah sudah tak lagi bekerja sesuai pengajuannya dulu.Â
Inilah pintar-pintarnya si calon nasabah menganalisis sebelum mengajukan KTA. Salah satunya punya ngga stok dana darurat andai ngga lagi kerja di sana.Â
Karena ngga memberikan jaminan ke bank tersebut, cuma modal gaji, nama besar perusahaan dan status karyawan harus sudah permanen. Karena kalau statusnya masih kontrak atau training biasanya bank ngga mau.Â
Dana darurat untuk menanggulangi reisiko KTA ini bentuknya tak harus tabungan. Bisa juga aset kendaraan, emas, perhiasan hingga dana Jamsostek yang bisa dicairkan andai resign atau tiba-tiba di PHK.Â
Apalagi bila bekerja di perusahaan swasta. Ngga ada jaminan akan abadi selamanya. Emang rata-rata pensiun umur 55 tahun, tapi belum tentu juga orang mau kerja di sana sampai umur segitu. Ditambah pandemi Covid-19 yang tak pasti bikin tak pasti juga akan terus di sana atau sewaktu-waktu bisa berhenti.
Alangkah baiknya punya dana darurat atau aset darurat yang likuiditasnya tinggi alias mudah diuangkan. Sehingga pada saat terjadi sesuatu seperti yang dialami bak kisah seorang Papa Muda dalam tulisan ini, minimal sudah ada payung dalam tanda kutip.Â