Karena yang terpilih harus lewat lagi saringan ulus PMDK atau lulus SMPTN di universitas negeri. Dulu kayaknya jalurnya cuman 2 ini aja.Â
Bila lulus di PTN terpilih, kami yang 20 siswa ini akan naik status dari calon penerima beasiswa menjadi mahasiswa penerima beasiswa. Bila tidak, lepas tu beasiswa alias hilang.Â
3. Pakai strategi
Alasan mengapa saya pilih kuliah PTN di Bali, itu strategi untuk lolos beasiswa. Ketika masuk dalam kuota 20 orang, saya menghindari pilih UI, ITB, IPB dan UGM karena bila enggak keterima, hilang beasiswanya.Â
Saya sadar saya itu lulusan SMU di daerah. Saya sadar akan bersaing dengan ribuan tamatan SMU dari seluruh Indonesia yang pengen masuk di PTN top itu.Â
Yang paling berat jurusan yang saya pilih, yaitu teknik sipil, yang mana merupaka prodi favorit. Bila gagal maka beasiswanya lepas, padahal itu cita-cita sejak SMP dan sudah ngelewatin seleksi demi seleksi.Â
Pemda selaku pemberi beasiswa tidak menentukan harus ke PTN A atau PTN B, mereka hanya memberi pilihan 11 PTN Negeri favorit yang tersebar di Jawa dan di luar Jawa.
Fakultas dibatasi pada 4 jurusan, yakni pendidikan dokter, kedokteran hewan, farmasi dan teknik. Siswa memilih berdasarkan minat, kemampuan dan berjuang sendiri.Â
Saya pilih di Bali, karena ini PTN yang bagus juga di luar Pulau Jawa. Dan saingan enggak sebanyak yang di sana untuk jurusan itu.Â
Strategi itu berhasil. Pas pengumuman SMPTN lulus. Dari kami yang 20 orang itu, hanya 14 orang yang berangkat, 6 orang gagal dan hilang beasiswanya. Sayang juga sih....
Kenapa mereka gagal? Mungkin karena tidak mengukur diri sendiri dengan kemampuan dan peluang. Padahal kesempatan hanya sekali di tahun tersebut. Tahun depan enggak bisa karena peserta angkatan berikutnya.Â
Kami yang diberangkatkan dari daerah ditetapkan dengan SK Gubernur. Selain saya ke Bali, yang lain ke Manado, Surabaya, Semarang, Bandung, Jogja dan Malang.Â